Raden Ngangsar menunduk. Ia mengerti sepenuhnya maksud kakaknya. Maka iapun kadang-kadang berpikir agar Yang Maha Kuasa kalau perlu tidak usah memberinya keturunan. Aku bertekad untuk mengasuh keponakan-keponakanku sampai tuntas, sebagai bentuk penyesalan atas kesalahanku.
Namun selanjutnya terdengar Raden Sekartanjung berkata selanjutnya, "Tetapi Dinda, kaupun harus berpikir pula tentang masa depanmu. Seingatku kau belum pernah berbicara serius tentang wanita yang mengikatmu. Jika dinda terlalu berlarut dengan suasana kehidupan di masa muda, maka hal itu tidak baik di hari esokmu ."
Masih banyak yang dikatakan oleh Raden Sekartanjung. Namun jika ada orang lain yang memasuki bilik itu, maka iapun terdiam dan berbaring tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tetapi jika mereka telah meninggalkan bilik itu, Raden Sekartanjung melanjutkan pesan-pesannya kepada Raden Ngangsar sebagai bekal hidupnya dimasa depan.
"Aku juga sudah memberikan banyak nasehat kepada Nyi Mas Permaisuri," berkata Raden Sekartanjung, "tetapi iapun harus selalu diperingatkan setiap kali. Dan itu adalah tugasmu, karena kau adalah saudaranya pula satu-satunya."
Raden Ngangsar mennandang wajah kakaknya itu. Ia sangat berterima kasih atas segala pesan-pesannya. Tetapi iapun menyadari, bahwa Raden Sekartanjung harus banyak beristirahat.
Karena itu. maka dengan hati-hati ia kemudian berkata, "Kakanda, aku sangat senang mendengar petunjuk-petunjukmu. Tetapi aku mohon kau untuk dapat beristirahat agar keadaan kakanda menjadi bertambah baik."
Dan ketika Raden Sekartanjung tersenyum dan menganggukkan kepala, maka Raden Ngangsar segera keluar bilik kakaknya. Nyai tabib segera menggantikan kedudukannya.
Namun Raden Ngangsar mengerutkan keningnya ketika di malam berikutnya ia dipanggil lagi oleh Raden Sekartanjung. Kakaknya itu bertanya, "Kau belum tidur dinda?"
Raden Ngangsar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian sambil melangkah mendekat ia menjawab, "Belum Kanda."
"Apakah masih ada tamu disini?"