Mohon tunggu...
Riyan Azrul Ananda
Riyan Azrul Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Intelektual Muslim

Blog Pribadi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi

5 Juni 2024   12:29 Diperbarui: 5 Juni 2024   12:39 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Identitas Pereview

Nama: Riyan Azrul Ananda

NIM: 222121052

Kelas: HKI 4B

Identitas Penulis

Nama: Ulna'im Febriyani

Program Studi: Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syariah

Universitas : UIN Raden Mas Said Surakarta

Tahun :2022

"IMPLEMENTASI UU NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG BATAS USIA PERKAWINAN"

(Studi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar)

Pendahuluan

Perkawinan adalah perjanjian atau ikatan suci antara seorang pria dan wanita yang dilandasi rasa saling mencintai dan tanpa paksaan, dinyatakan melalui ijab dan qabul. Di Indonesia, hukum perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara suami dan istri untuk membentuk keluarga bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 7 ayat 1 undang-undang tersebut menyatakan bahwa perkawinan diizinkan jika pria berusia minimal 19 tahun dan wanita 16 tahun. Namun, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengubah ketentuan ini menjadi 19 tahun untuk kedua pihak, sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 yang menyatakan ketentuan usia sebelumnya tidak sesuai dengan prinsip non-diskriminasi.

Perubahan ini mulai berlaku pada 14 Oktober 2019. Sebelum perubahan ini, di Kecamatan Matesih tidak ada pernikahan di bawah umur, tetapi setelahnya terdapat beberapa kasus pernikahan di bawah umur yang meningkat pada tahun 2020. Namun, pada tahun 2021, pernikahan di bawah umur kembali menurun.

Pernikahan di bawah umur memiliki dampak negatif seperti trauma psikologis dan sering berujung pada perceraian karena ketidaksiapan pasangan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Faktor-faktor seperti ekonomi, pendidikan, pengaruh orang tua, media, dan adat turut mendorong terjadinya pernikahan di bawah umur. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menetapkan batas usia perkawinan yang baru, yaitu 19 tahun, yang dianggap efektif mencegah pernikahan dini.

Alasan memilih judul

Alasan saya memilih judul ini selain daripada pengangkatan judulnya yang sesuai dengan kondisi masyarakat di indonesia yaitu maraknya pernikahan dini, juga saya ingin mengetahui bagaimana praktiknya yang terjadi dalam masyarakat baik sebelum perubahan dan pasca perubahan Undang-Undang tentang batas usia perkawinan, mengetahui peran aktif KUA dan Disdukcapil sebagai lembaga pengimplementasian dari Undang-Undang tersebut, serta memberikan pengajaran terhadap saya sendiri khususnya akan pentingnya kesetaraan gender dalam sebuah pernikahan,

Hasil dan Pembahasan

A. Pengertian Perkawinan

1. Definisi Umum dan Pandangan Agama

Perkawinan atau pernikahan adalah sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk ciptaan-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ini adalah cara yang dipilih oleh Allah SWT untuk berkembang biak dan melestarikan hidup. Secara linguistik, "nikah" berarti penggabungan, pencampuran, atau pengumpulan. Dalam bahasa Arab, perkawinan dikenal dengan istilah "an-nikah," yang bermakna hubungan seksual, berkumpul, dan akad.

Perkawinan dalam literatur fiqh menggunakan dua kata: nikah dan zawaj, yang sering dijumpai dalam al-Qur'an dan Hadis. Misalnya, kata "na-ka-ha" dalam al-Qur'an yang berarti kawin, seperti dalam Surat an-Nisa' ayat 3.

2. Pengaturan Perkawinan di Indonesia

Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

3. Undang-Undang Perkawinan:

- Pasal 1: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

4. Kompilasi Hukum Islam:

- Perkawinan dalam Islam adalah akad yang kuat (mitsaqan ghalidzan) untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya sebagai ibadah.

Dalil yang sangat kuat untuk memerintahkan pernikahan terdapat dalam surah an-Nur ayat 32, yang menekankan pentingnya pernikahan dalam Islam.

B. Batas Usia Minimal Perkawinan Menurut Hukum Islam

1. Pandangan Umum

Hukum Islam tidak menetapkan batas usia perkawinan secara rinci dan definitif. Penentuan usia dewasa untuk pernikahan adalah masalah ijtihad, karena usia atau kedewasaan bukan merupakan syarat rukun nikah. Suatu perkawinan dianggap sah jika telah memenuhi syarat dan rukunnya.

2. Isyarat Al-Qur'an

Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa seseorang yang akan menikah haruslah siap dan mampu. Misalnya:

- QS. An-Nur ayat 32: Menganjurkan pernikahan bagi orang yang sudah siap.

- QS. An-Nisa' ayat 6: Menyebutkan kata "rusydan", yang bermakna seseorang yang memahami cara mengelola harta dengan baik. Sementara "baligh al-nikah" berarti usia yang siap untuk menikah.

Dalam konteks ini, usia dewasa atau baligh sering diidentikkan dengan kemampuan biologis seperti ihtilam (mimpi basah) bagi pria dan haid bagi wanita.

3. Tanda-tanda Kedewasaan

Dalam fiqh, tanda-tanda kedewasaan meliputi:

- Sempurnanya usia 15 tahun bagi pria.

- Ihtilam (mimpi basah) bagi pria.

- Haidh bagi wanita, yang biasanya terjadi minimal pada umur 9 tahun.

Kedewasaan sering diidentikkan dengan baligh. Namun, jika terjadi keterlambatan perkembangan biologis, maka usia baligh ditentukan berdasarkan usia yang lazim seseorang menunjukkan tanda-tanda tersebut.

5. Implementasi di Indonesia

Di Indonesia, pandangan Imam Abu Hanifah yang menetapkan usia tertinggi dibanding lainnya digunakan sebagai rujukan dalam perundang-undangan perkawinan. Pernikahan diakui sebagai masalah mu'amalah (hubungan antar manusia) dan ubudiyah (ibadah), sehingga batas usia menikah dianggap sebagai masalah ijtihadiyyah yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlaku.

C. Batas Usia Perkawinan dalam Hukum Positif Indonesia

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019:

- Pasal 7 Ayat (1): Perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

- Revisi UU No. 1 Tahun 1974: Sebelumnya, perkawinan diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita 16 tahun.

Revisi ini menekankan pentingnya kedewasaan sebagai asas utama dalam penetapan hukum perkawinan di Indonesia. Revisi ini memakan waktu sekitar 45 tahun dengan pertimbangan bahwa perkawinan pada usia anak memiliki dampak negatif bagi perkembangan anak dan pemenuhan hak-hak dasar anak, termasuk hak perlindungan, kesehatan, pendidikan, dan sosial.

1. Ketentuan Lain dalam Hukum Positif

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer):

- Pasal 330 Ayat (1): Menyatakan bahwa seseorang dianggap belum dewasa jika belum mencapai umur 21 tahun dan tidak pernah menikah.

- Pasal 330 Ayat (2): Jika perkawinan dibubarkan sebelum umur 21 tahun, maka individu tersebut tidak kembali dianggap belum dewasa.

UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:

- Pasal 50 Ayat (1): Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah menikah dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.

- Pasal 6 Ayat (2): Untuk menikah, individu yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tua.

- Pasal 7 Ayat (1): Menetapkan batas usia perkawinan pria minimal 19 tahun dan wanita minimal 16 tahun sebelum revisi.

Kompilasi Hukum Islam (KHI):

- Pasal 15 Ayat (1): Menyebutkan bahwa perkawinan untuk kemaslahatan keluarga hanya boleh dilakukan jika calon suami berumur sekurang-kurangnya 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya 16 tahun, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 sebelum revisi.

D. Batas Usia Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.

1. Terbentuknya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengubah batas usia perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan aturan perkawinan dengan perlindungan anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak.

Latar Belakang Terbentuknya UU No. 16 Tahun 2019:

1. UU Perlindungan Anak: UU No. 35 Tahun 2014 menetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.

2. Judicial Review Pertama: Upaya pertama untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada putusan Nomor 30-74/PUU-XII/2014 ditolak oleh MK.

3. Judicial Review Kedua: Pada 20 April 2017, tiga pemohon kembali mengajukan judicial review ke MK. Pada kali ini, MK menerima permohonan tersebut dan memerintahkan DPR RI untuk mengubah UU Perkawinan dalam jangka waktu tiga tahun, terutama terkait batas usia minimal perkawinan bagi perempuan. Putusan ini tercermin dalam amar putusan MK No. 22/PUU-XV/2017.

Perubahan UU No. 1 Tahun 1974:

1. Kesepakatan DPR dan Pemerintah: DPR RI dan pemerintah menyepakati perubahan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, menaikkan batas usia menikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun.

2. Pengesahan UU No. 16 Tahun 2019: Pada 14 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo secara resmi mengesahkan UU No. 16 Tahun 2019.

 

2. Isi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 membawa perubahan penting pada peraturan perkawinan di Indonesia. Berikut adalah beberapa poin utama dari perubahan tersebut:

*Batas Usia Perkawinan:

   - Kini, perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita telah mencapai usia 19 tahun. Ini menaikkan batas usia minimal perkawinan dari ketentuan sebelumnya.

*Dispensasi Pengadilan:

   - Jika ada penyimpangan dari batas usia tersebut, orang tua dari pihak pria atau wanita dapat meminta dispensasi ke Pengadilan. Dispensasi ini harus disertai alasan yang sangat mendesak dan bukti pendukung yang cukup.

   - Pengadilan wajib mendengarkan pendapat kedua calon mempelai sebelum memberikan dispensasi.

*Ketentuan Tambahan:

   - Ketentuan mengenai keadaan orang tua calon mempelai dan permintaan dispensasi mengikuti peraturan yang sama seperti dalam Pasal 6 ayat (3), (4), dan (6) dari Undang-Undang sebelumnya.

*Transisi:

   - Pasal 65A menyatakan bahwa permohonan perkawinan yang sudah didaftarkan sebelum Undang-Undang ini berlaku akan tetap diproses sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, dengan tujuan memastikan semua pihak memahami perubahan yang diimplementasikan melalui penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

E. Tinjauan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di KUA Kecamatan Matesih

1. Latar Belakang dan Perubahan Hukum

1. Perkembangan Regulasi Perkawinan: Sejak tahun 1974, regulasi perkawinan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur dasar-dasar perkawinan, syarat-syarat, dan ketentuan lainnya.

2. Revisi Usia Minimal Perkawinan: Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 mengubah ketentuan usia minimal menikah bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, sehingga menyetarakan usia minimal menikah antara pria dan wanita.

2. Penerapan di KUA Kecamatan Matesih

1. Mekanisme Pencatatan Perkawinan: KUA Kecamatan Matesih tetap mengikuti mekanisme pencatatan nikah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 dan PP Nomor 9 Tahun 1975, dengan penyesuaian pada aturan usia minimal.

2. Penambahan Persyaratan: Sejak berlakunya UU No. 16 Tahun 2019, ada tambahan persyaratan seperti Surat Kesehatan dari Puskesmas yang tidak tercantum dalam peraturan sebelumnya.

 

F. Analisis Implementasi Pasal 7 Ayat 1 dan 2 UU No. 16 Tahun 2019 di KUA Kecamatan Matesih

1. Prosedur dan Kepatuhan

1. Pemeriksaan dan Penolakan: KUA Kecamatan Matesih memeriksa semua persyaratan dan menolak permohonan pernikahan jika syarat usia minimal tidak terpenuhi, sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007.

2. Dispensasi Perkawinan: Bagi pasangan di bawah umur, KUA Matesih menyarankan pengajuan dispensasi ke Pengadilan Agama, yang sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 UU No. 16 Tahun 2019.

2. Alasan dan Faktor Perkawinan di Bawah Umur

1. Latar Belakang Pengajuan Dispensasi: Alasan-alasan yang melatarbelakangi pengajuan dispensasi antara lain kehamilan di luar nikah, faktor ekonomi, dan kurangnya pendidikan.

2. Peran Pengadilan: Pengadilan yang berwenang menentukan apakah dispensasi dapat diberikan berdasarkan alasan mendesak yang diajukan.

3. Tindakan KUA Kecamatan Matesih

1. Surat Penolakan: Surat penolakan dari KUA berfungsi sebagai syarat administratif untuk pengajuan dispensasi ke Pengadilan Agama dan sebagai bukti tertulis dalam proses tersebut.

2. Penerimaan Dispensasi: Jika pengadilan memberikan izin dispensasi, KUA Matesih akan melangsungkan pernikahan tersebut sesuai dengan peraturan yang ada.

Rencana skripsi

Rencana judul skripsi yang nantinya akan saya susun ialah "Upaya pasangan suami istri yang tidak memiliki keturunan dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga". Saya mencoba mengangkat judul ini dikarenakan, dilingkungan saya tidak sedikit didapati ada beberapa pasangan suami istri yang mana telah menikah sudah cukup lama akan tetapi mereka ini tidak kunjung dianugerahi keturunan. Seperti yang kita ketahui bahwasannya memiliki keturunan dari sebuah ikatan pernikahan pastilah menjadi angan-angan bahagia seorang pasutri.

Akan tetapi sebuah angan-angan tidak selalu akan berbuah manis, banyak diantara mereka yang rela menghabiskan biaya berapapun, bekonsultasi dengan dokter sana sini, sudah berikhtiar sedemikian rupa, akan tetapi apabila Allah swt belum berkehendak dan ridho maka semuanya tidak akan pernah terjadi. 

Sampai-sampai banyak diantara pasutri-pasutri diluar sana yang juga mengalami hal demikian, mereka rela dan ikhlas mengorbankan cinta ikatan sucinya (bercerai) dengan pasangan yang ia cintai, dikarenakan salah satu pihak ada yang bermasalah (reproduksinya). Oleh karena itu tergeraklah hati dan pikiran saya untuk mengangkat judul ini dan ingin rasanya menggali informasi lebih dalam terkait peristiwa tersebut dengan berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun