c. Talak dalam Keadaan Dipaksa
d. Talak dalam Keadaan Main-main
e. Talak Tiga Sekaligus
BAB 4 ANALISIS TERHADAP PERBEDAAN PANDANGAN FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
A.PERBEDAAN PANDANGAN FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) SERTA DAMPAKNYA
1. Perkara Pernikahan Wanita Hamil karena Zina
Perbedaan antara fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam perkara menikahkan wanita hamil karena zina adalah bahwa fiqh mazhab Hanafiyah dan Syafi'iyah membolehkan menikahkan wanita tersebut dengan lelaki lain yang bukan menghamilinya, sedangkan KHI hanya membolehkannya dengan lelaki yang menghamilinya. Penafsiran terhadap pasal 53 KHI menghasilkan beberapa opsi, tetapi prinsipnya adalah untuk mencegah mudharat (kerugian) lebih lanjut dan memastikan kedudukan legalitas anak yang akan dilahirkan. Pasal ini hanya berlaku untuk wanita hamil yang tidak dalam ikatan perkawinan dengan lelaki lain pada saat kehamilannya.
2. Perkara Nasab Anak dari Pernikahan Wanita Hamil karena Zina
Perbedaan antara fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terletak pada penanganan status nasab anak yang dilahirkan dari perkawinan wanita hamil karena zina. Fiqh mazhab Hanafiyah dan Syafi'iyah meniadakan hubungan nasab jika kelahiran anak terjadi kurang dari enam bulan setelah perkawinan, sementara KHI memberikan status anak sah tanpa memperhatikan jarak waktu antara perkawinan dan kelahiran. Pendapat fiqh bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku zina, sementara KHI bertujuan memberikan kemaslahatan bagi wanita dan anaknya. Meskipun berbeda pendekatan, kedua pendapat ini dapat digunakan dalam konteks yang berbeda untuk mencapai tujuan hukum yang sama, yaitu memberikan kemaslahatan bagi manusia.
3. Perkara Talak di Luar Pengadilan
Perbedaan antara fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terletak pada keabsahan talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya di luar sidang Pengadilan. Fiqh menganggap talak sah jika diucapkan oleh suami tanpa memperhatikan waktu, tempat, atau kehadiran saksi, sementara KHI menyatakan bahwa perceraian harus dilaksanakan di hadapan sidang Pengadilan Agama untuk dianggap sah. Pendapat fiqh memberikan kekuasaan penuh kepada suami dalam hal talak tanpa perlu pertimbangan lain, sementara KHI memberikan perlindungan kepada istri untuk memastikan keabsahan talak dan hak-haknya setelah perceraian. Meskipun tujuan keduanya berbeda, yaitu memberikan peringatan kepada suami agar berhati-hati dalam mengucapkan talak (fiqh) dan memberikan perlindungan hukum bagi istri (KHI), keduanya memiliki implikasi yang kompleks dalam praktik perkawinan dan perceraian di masyarakat.