Kembali emak bicara tanpa henti, penuh semangat menceritakan hal hal yang menurutku ga begitu penting.
" Mak....."Â Kataku memotong pembicaraannya.
"Apa le?"Â Sahut emak.
"Emak jangan keseringan telfon kesini ya, aku lagi kerja mak, banyak pasien di depan".
"lho ini kan telfon di ruanganmu, emang ada yang marah". Tanya emakku polos.
"Ini kan  fasilitas rumah sakit, kalo pasien terlalu lama menunggu aku yang lagi telfonan sama emak,  bisa dimarah atasan aku mak".
Kataku sedikit emosi, dan emak berusaha mengerti. Akhirnya telfon segera kututup. "Biarlah", pikirku minggu depan aku akan pulang, aku berencana membelikan emak hp dengan uang gaji pertamaku, agar emak tak lagi terus terusan menelfonku di RS.
Hari ini merupakan kepulanganku pertamakali ke rumah semenjak aku kuliah di perantauan. Memang aku ga pernah pulang, selain aku memang hidup prihatin disana, waktu liburanku juga kuisi dengan bekerja paruh waktu agar bisa dapat uang tambahan buatku.
Setelah turun di terminal kecil di kotaku. Aku berganti angkot. Masih 1 jam lagi menuju desaku. Kuperhatikan kiri dan kanan jalan, pemandangan yang masih sama ketika bebeĺrapa tahun lalu kutinggalkan kota ini. Beberapa sawah milik penduduk yang sepertinya baru saja dipanen, menyisakan bertumpuk tumpuk jerami di sisi sisi jalan.
Angkot berhenti di tempat pemberhentian. Aku segera turun, dan mencari ojeg karena angkot tidak masuk ke desaku. Tak lama akupun mendapatkan ojeg. Setelah tawar menawar akupun segera naik ke ojeg tersebut, pengemudinya seorang bapak bapak yang aku perkirakan sudah berusia 60an tahun. Yah usia yang sudah cukup uzur untuk beliau harus berjibaku dengan kendaraan lain di jalan.
Di perjalanan aku memulai percakapan dengannya. Mulai dari keluarganya, hingga kenapa diusia sekarang masih tetap mengojeg. Tuntutan ekonomi, sebuah alasan yang logis yang membuat dia terus melakukan profesi tersebut.