"Le nanti kita buat pesta meriah di rumah ya waktu pernikahan kamu, emak pengen ngundang tetangga desa semuanya biar ramai". Kata emak seraya menerawang membayangkan pernikahan anaknya nanti.
"Waduh mak ga bisa", kataku.
"Lho ngapa le?" Tanya emakku.
"Mak aku dan Rere sama sama sibuk, kalau pesta di desa itu makan waktu lama mak, belum perjalanan pulang perginya", kataku lagi. " Kalian kan bisa ijin", kata emakku lagi.
"Iya mak tapi mungkin paling lama 4 hari, ga mungkin cukup mak!" Kataku lagi.
Emakku mengangguk angguk, "Ya udahlah le terserah kamu kata emak sedikit kecewa".
Aku dan Rere memang sudah merencanakan pernikahan kami di gedung, dan ga mau terlalu ribet, semua urusan sudah kami serahkan pada wedding organizer semua.
Pernikahan berjalan lancar. Kami beraktivitas seperti biasa. Dan emakku tetap seperti dulu, menelfonku dan lagi lagi menceritakan sesuatu yang ga penting, dan parahnya cerita itu selalu diulang dari waktu ke waktu sampai aku hafal semua. Suatu hari aku membawa emakku untuk tinggal bersamaku, aku berfikir dengan begitu emak ga sendirian lagi, ada aku dan Rere yang bisa menemaninya. Dan ada 2 orang pembantu yang bisa diajaknya cerita tanpa harus menelfonku setiap waktu untuk mendengar cerita ceritanya.
Selama emak di rumahku, situasi tidak berubah, aku dan Rere begitu sibuk. Pulang selalu larut malam, ga sempat lagi mengobrol dengan emakku, setiap pulang emak selalu sudah masuk ke kamarnya. Palingan kami hanya berbicara sebentar pagi harinya, itupun kemudian emak aku tinggal lagi kerja bersama dua orang pembantu di rumah.
Minggu pagi emak menghampiriku yang sedang menikmati secangkir kopi ditemani androidku di kursi taman.
"Le...."Â kata emak.