Unsur “barang siapa” tidak dapat ditujukan kepada diri Terdakwa saja , karena untuk menentukan unsur ini tidak cukup dengan menghubungkan Terdakwa sebagai perseorangan sebagaimana manusia pribadi atau subyek hukum yang diajukan sebagai Terdakwa dalam perkara ini, akan tetapi yang dimaksud ‘’barang siapa’’ dalam undang-undang hukum pidana adalah orang yang perbuatannya secara sah dan meyakinkan terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana.Sehinggadengan demikian maka unsur “barang siapa” ialah orang yang apabila orang tersebut telah terbukti memenuhiseluruh unsur tindak pidana yang dituduhkan terhadap terdakwa.
Jadi untuk membuktikan unsur “barang siapa” , terutama pasal 340 KUHP, maka harus dibuktikan dulu unsur-unsur lainnya.
Karenanya, Unsur “barang siapa” masih tergantung pada unsur-unsur lainnya. Apabila unsur-unsur lain itu telah terpenuhi, maka unsur “barang siapa” menunjuk kepada Terdakwa, tetapi sebaliknya apabila unsur-unsur yang lain tidak terpenuhi maka unsur ‘’Pasal 340 KUHP’’ yang didakwakan kepada Terdakwa menjadi tidak terpenuhi pula.
Bahwa berdasarkan hal-hal telah tersebut di atas, maka untuk membuktikan terbukti atau tidaknya unsur “barang siapa” , maka harus menunggu terlebih dahulu terbuktinya unsur-unsur yang lain dalam Pasal 340 KUHP.
6.1.13. Unsur “Dengan sengaja”.
Bahwa unsur ‘’dengan sengaja’’ juga tidak terpenuhi pada diri Terdakwa, karena tidak ada kesengajaan yang bisa dibuktikan pada tingkat judex facti. Harusnya kalau ada kesengajaan sebagaimana yang didakwakan kepada Terdakwa, maka bisa dibuktikan oleh judex facti mengenai sianida itu dibeli dimana, disimpan dimana, dibawa dengan menggunakan wadah berbentuk apa, setelah diwadahi, ditaruh dimana wadah berisi sianida hingga sampai ke kafe.
Bahkan yang anehnya dalam putusan judex facti, judex facti menyatakan bahwa ‘’tangan Terdakwa melepuh akibat sianida’’ padahal tidak pernah ada keterangan dari ahli (dokter spesialis kulit), tetapi yang terjadi justru judex facti berani memutus ‘’tangan terdakwa melepuh’’ tanpa didukung keterangan dokter spesialis kulit. Lagi-lagi judex facti bertindak di luar kompetensinya yakni seolah-olah sebagai DOKTER. Dan Judex facti tetap memvonis Terdakwa bersalah, walaupun ada bukti hukum yang sangat kuat yang menujukan bahwa Terdakwa tidak bersalah, yakni BB IV , cairan lambung korban yang diambil 70 menit setelah kematian adalah NEGATIF SIANIDA
6.1.14. Unsur ‘’Dengan rencana lebih dulu’’
Bahwa untuk menyimpulkan suatu perbuatan pidana dalam pasal 340 KUHP adalah harus memenuhi persyaratan pembunuhan berencana terlebih dahulu. Ada 3 persyaratan suatu perbuatan adalah pembunuhan berencana.
Pertama. Memerlukan keputusan yang diambil dalam suasana yang tenang.
Kesengajaan yang timbul dari suasana tenang juga harus pastisituasinya setenang apa, sehingga keputusan itu diambil, diikuti dengan keputusan membeli sianida, menyimpan sianida hingga memilih wadah yang akan disiapkan untuk mewadahi sianida/wadah yang dibawa pada saat sebelum perbuatan tersebut dilakukan digunakan. Tentu penyiapan wadah juga adalah bagian dari kesengajaan.
Kedua. Tersedia waktu sejak timbulnya niat hingga pelaksaan kehendak (niat). Syarat ini sama sekali tidak terpenuhi, karena yang terjadi justru Terdakwa tidak tersedia waktu sama sekali. Terdakwa yang sempat ke Grand Indonesia dan membeli hadiah untuk korban Mirna bukan merupakan bagian waktu yang tersedia sebagaimana syarat kedua sebuah perbuatan saat dikatakan sebagai perbuatan pembunuhan berencana (moord).