Sesuai dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015, pemberian hukuman di sekolah harus mempertimbangkan hak-hak siswa serta berfungsi sebagai pembinaan.
Melalui teguran lisan, tugas khusus, konseling, pembatasan hak istimewa, penulisan surat, refleksi, dan kerja sosial, guru dapat memberikan pengalaman belajar yang mendidik dan memperbaiki tanpa melanggar hak-hak siswa.
Dengan mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku, guru dapat mendisiplinkan siswa dengan bijak dan bertanggung jawab, sehingga proses pendisiplinan bukan hanya sekadar hukuman, tetapi menjadi bagian dari pendidikan karakter yang positif.
Larangan dalam Pemberian Hukuman kepada Siswa Berdasarkan Hukum yang Berlaku
Dalam proses pendisiplinan, guru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hukuman yang diberikan bersifat mendidik dan tidak melanggar hak-hak siswa. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan melarang berbagai bentuk hukuman yang dapat mengarah pada kekerasan fisik, psikologis, dan perilaku yang merendahkan martabat anak.
Berikut ini adalah beberapa jenis hukuman yang dilarang diterapkan dalam lingkungan pendidikan:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik, seperti memukul, menampar, menjewer, atau menghukum dengan posisi tubuh yang menyakitkan, merupakan bentuk hukuman yang sangat dilarang.
Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 menegaskan bahwa anak harus dilindungi dari kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sekolah.
Tindakan fisik yang menyakiti siswa tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga bisa menimbulkan trauma dan merusak kepercayaan siswa terhadap guru.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis berupa ancaman, intimidasi, mempermalukan siswa di depan umum, atau menggunakan kata-kata kasar juga dilarang keras.