"Saya menjamin seluruh anak buah saya tidak terlibat dalam hal ini namun tetap menyerahkan penyelidikan sepenuhnya kepada petugas keamanan Kerajaan Malaka dan saya juga menjamin Ario Damar dan seluruh anak buahnya, beserta tentu saja Abdi dan Dalem."
      Suasana sejenak terasa sedikit menegangkan, terdengar suara kuda ditambatkan dari balik ruangan.
      "Dalem sudah memberikan keterangannya pada sore hari dan memang susah melacak para penculik itu serta untuk siapa mereka bekerja. Saya percaya kebijaksanaan Sultan Mahathir untuk mengurus masalah ini dan tetap mempertahankan rencana semula," akhirnya pandangan Imam Hassan mengarah ke Sultan Mahathir dan beliau pun duduk di kursinya.
      Sekarang seluruh mata mengarah ke Sultan, sebelum beliau melanjutkan apa yang tadi dimulai oleh Imam Hassan, terdengar langkah kaki yang cukup mantab dari arah dekat pintu, semua mata menoleh ke arah yang sama.
      Siluet pria yang cukup gagah dan masih terlihat sangat muda mendekati ujung depan pintu yang telah terbuka. Dia sama gagahnya dengan Imam Hassan, sepertinya hanya umur yang membedakan mereka berdua. Ada gurat aneh di wajahnya, menunjukkan kekhawatiran dan kecurigaan yang besar.
Mukanya menghadap Sultan Mahathir, "Assalamualaikum..."
      "Waalaikumussalam..." seluruh ruangan menjawab salamnya.
      "Masuk Laksamana.. Dah lame kite tunggu ni.. duduk lah..." ucap Sultan segera.
      Laksamana Hang Tuah segera duduk di kursi yang kosong. Matanya sekilas menatap Abdi dan Dalem dengan tajam. Ia pun duduk dan menyisakan satu tempat duduk yang kosong diantara mereka.
      "Maaf saye terlambat, harus ke hospital. Melihat kondisi paman Affar. Alhamdulillah beliau sudah siuman tapi kondisinya masih lemah dan tidak bisa ikut kemari."
      "Alhamdulillah..." beberapa suara terdengar begitupun dari Abdi dan Dalem.