Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 21, Malaka) - Rencana Rahasia

3 April 2024   06:30 Diperbarui: 3 April 2024   06:50 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: editan penulis sendiri dari bahan di freepik.com

            Entah berapa jam ia tadi telah tertidur, pikiran Abdi seperti tidak bisa diakses dengan baik. Bahkan obrolannya dengan Dalem sesudah sholat subuh tadi tidak bisa diingatnya dengan jelas. Mungkin pengaruh obat bius pada senjata yang digunakan oleh orang yang melukainya kemarin masih tersisa. Satu-satunya hal yang jelas adalah gambaran sebuah benteng besar yang kini ada dihadapannya. Ia dan Dalem dijemput pagi ini dengan moda transportasi unik, alih-alih kuda alat transportasi ini ditarik dua ekor lembu. Sempat penasaran, ia menanyakan nama alat transportasi ini kepada orang yang menjemput mereka. Ternyata moda transportasi ini biasa disebut dengan istilah Bullock Cart. Mereka melintasi pintu gerbang masuk ke dalam benteng, penjaga yang langsung tahu setelah melihat bentuk dan corak Bullock Cart yang dinaiki Abdi dan Dalem segera berkata,

"Bangunan terbesar di sebelah kiri, sebelum bangunan utama di hujung."

            Kusir mengarahkan kendaraan menuju tempat yang disebutkan oleh penjaga gerbang. Di dalam benteng berdiri beberapa gedung dan pos penjagaan di setiap sudut. Sudah jelas tempat ini adalah milik bangsawan atau pejabat kesultanan Malaka. Bangunan di ujung merupakan bangunan paling megah, berwarna kekuningan dan memiliki bentuk atap hampir sama dengan yang dimiliki suku Padang. Di sebelah kiri bangunan inilah tampak sebuah gedung besar yang bisa ditebak adalah gedung pertemuan. Jumlah jendela yang cukup banyak membuat Abdi dan Dalem berpikir mungkin di dalamnya seperti ruang kuliah para mahasiswa Mataram.

            Keduanya turun bergantian ketika kusir menambatkan kendaraan khasnya. Belum lama menikmati pemandangan, mereka sudah disuruh masuk oleh penjaga di pintu utama.

            "Sile masuk, sudah ditunggu," ucapnya singkat.

            Abdi melangkahkan kaki disusul oleh Dalem yang tampak lebih riang dan tenang. Hal yang membuat Abdi sedikit jengkel karena ternyata sobatnya ini memang memiliki tubuh yang kuat, berbeda dengan dirinya. Pagi tadi hal ini sempat menjadi riak kecil di percakapan mereka.

            "Kok kamu biasa aja sih Lem!? Aku pusing banget nih!"

Baca juga: 40 Hari Dajjal

            "Hahaha, kan udah tidur Di, masak masih pusing?"

            Sekelebatan ingatan itu muncul, Abdi berusaha tetap fokus melangkah memasuki pintu. Dilihatnya dinding di pintu masuk dihiasi beberapa lukisan orang-orang. Tampaknya orang-orang di lukisan ini adalah orang-orang penting, hanya di dua lukisan terakhir sebelum belokan ke kanan Abdi membaca tulisan di bawahnya,

'Mahmud Shah' dan 'Ahmad Shah'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun