"Oh iya, iya, aku inget!" balas Safitri.
      Tak disangka senyum merekah di wajah Safitri.
      Sorot mata mereka saling bertemu sementara lagu milik Mild High Club mengalun manja menjadi latar pertemuan mereka, mengundang penyesalan yang mengetuk pintu hati Safitri. Melemparnya ke masa-masa ketika keduanya masih berseragam putih abu-abu.
      Waktu itu sekolah mereka, SMA Una, tengah mengadakan malam Halloween pada akhir Oktober. Dekorasinya cukup ramai dan sungguh niat. Soal kreativitas anak-anak Una, jangan dipertanyakan.
     Gedung serbaguna yang dijadikan balai pertemuan didekor seperti kastil drakula, ada boneka kelelawar digantung, sarang laba-laba, lampu-lampu seram dari labu plastik, belum lagi para murid yang berdandan seperti hantu atau tokoh film kesukaan masing-masing.
     Lagu-lagu favorit zaman kiwari juga berdengung dari pengeras suara. Anak-anak mengambil makanan ringan dan segelas sirup yang tak kalah hebat dekorasinya, seakan kamu sedang meminum darah padahal bukan.
    Sebuah kenangan yang indah sekaligus memilukan.
    Safitri merasakan hatinya seperti dipukul, dadanya agak sesak mengingat itu. Sesungguhnya, 13 tahun lalu dirinya dengan Adrianna Tatsuki memiliki hubungan yang istimewa. Namun, seminggu sebelum pesta malam Halloween, Safitri melakukan sebuah kesalahan.
    Kesalahan yang amat besar dan selamanya ia sesali.
    Safitri memberikan harapan palsu kepada Tatsuki. Sejak duduk di bangku kelas 11 SMA, keduanya memang sudah dekat. Tatsuki bahkan tidak pernah absen menyaksikan pertandingan Safitri di lapangan tenis sekalipun hanya sesi latihan.
   Ia rajin menyeka peluh yang membanjiri wajahnya setelah melakoni pertandingan selama 2 jam---atau biasanya 1 jam 45 menit. Tertawa bersama sambil berpelukan erat saat Safitri meraih kemenangan. Dan tentu saja, rengkuhan hangat itu juga diberikan oleh Tatsuki saat melihat atlet kesayangannya menekuk wajah kecewa karena mengalami kekalahan.