Komentar dari juri ketiga mengingatkan Hana dengan ucapan Aldi dahulu, dan tiba-tiba ia merasakan kerinduan terhadap sosok seorang sahabat yang selalu ada untuknya pada saat itu. Hana tersenyum sendiri mengingat hal itu, karena dulu ia merasa bahagia dan tidak memiliki beban apapun. Berbeda dengan sekarang, Hana merasa kesepian dan hidupnya pun perlahan berubah.
     Audisi selesai dan tinggal menunggu hasil akhirnya, bukannya pulang ke rumah tapi Hana mengunjungi makam ayahnya. Ditataplah pusara dari mendiang sang ayah, tak lama kemudian jatuh setetes air mata membasahi tanah pemakaman.
"Ayah, putrimu datang. Apakah disana ayah baik-baik saja? Disini Ibu dan Kak Dimas juga baik-baik saja."
"Hana sangat merindukan ayah, mungkin kita bisa bertemu disana secepatnya. Tapi Hana tidak tahu kapan Hana bisa bertemu dengan ayah."
Hana terus berbicara di depan makam ayahnya, diusapnya batu nisan sang ayah sambil menceritakan apa yang dialami Hana selama ini mulai dari penyakitnya sampai audisi hari ini. Jika ayahnya masih ada kemungkinan potret seperti ini tidak akan kita lihat, melainkan mereka akan bercerita di rumah ditemani dengan minuman hangat atau cemilan yang nikmat.
 "Ayah apa aku harus menyerah saat ini juga? Sekeras apapun aku mencoba pada akhirnya waktu yang akan mengalahkan segalanya."
"Harapanku Cuma satu saat ini, yaitu bisa mencapai titik dimana aku menjadi pusat perhatian semua orang di atas panggung."
Setelah mengutarakan segalanya Hana berpamitan kepada ayahnya dan segera pulang ke rumah karena langit sudah mulai mengeluarkan awan hitamnya.
      Hari pengumuman pun tiba, Hana bergegas untuk membuka laptopnya dan mengecek apakah ada e-mail yang masuk. Dengan gelisah Hana berjalan kesana kemari menunggu hasil pengumuman audisi kemarin.
"Han, bisa duduk aja ngga nunggu hasil pengumumannya. Ngga pegel apa berdiri terus." Celetuk Kak Dimas.
"Sudah biarkan saja Dim, kenapa kamu yang ribet." Kata Ibu memarahi Kak Dimas.