" Iya dok saya merasa kelelahan dan saya pikir ini akibat dari terlalu sering berlatih untuk karir saya ke depannya. Apakah benar seperti itu?".
Hana semakin merasa tidak karuan untuk mendengar hasilnya.
"Mohon maaf Hana hasilnya tidak begitu menyenangkan, kamu mengidap gagal jantung.".
Hana masih belum bisa mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya, pasalnya dahulu ayah Hana meninggal dunia akibat penyakit gagal jantung yang dideritanya. Ia berjalan meninggalkan ruangan dengan tatapan kosong dan hanya berjalan tanpa arah hingga akhirnya terduduk di sebuah kursi taman ditemani dengan rintik hujan yang membasahi bumi. Tercium pula bau khas tanah basah yang merasuki hidung. Hana terlarut dalam kesedihan ia menangis sampai merasa tidak kuat lagi untuk mengeluarkan beban yang tersimpan dalam dirinya.
Handphone Hana bergetar menandakan ada telepon yang masuk, disana tertulis Ibu.
"Hana kamu dimana? Kenapa pergi ngga bilang-bilang, diluar hujan deras." Ucap ibu dengan khawatir.
Hana hanya terdiam menahan tangisnya, dan hanya terdengar suara air yang turun dari langit.
"Hana jawab!"teriak ibu.
Hana segera mematikan sambungan teleponnya karena tidak bisa berkata apa-apa lagi, mulutnya seakan-akan membisu dan wajahnya membeku. Hana merasa bahwa dunianya telah runtuh saat itu juga, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tetap melangkah atau diam ditempat.
"Apakah aku akan mati seperti ayah? Sebelum semua impianku tercapai?" tanya Hana pada dirinya sendiri.
Hana berusaha untuk bangkit dan pulang ke rumahnya serta mencoba untuk menyembunyikan apa yang sedang terjadi pada dirinya dari keluarganya. Ia takut jika keluarganya tau semua kegiatan yang ia suka akan dilarang. Akhirnya Hana sampai di rumah dengan basah kuyup dan tubuh menggigil. Ibu dan kakaknya sangat khawatir  melihat kondisi Hana saat ini, yang tadinya mau memarahi malah mengkasihani. Hana tidak menjawab satu patah katapun pertanyaan yang diajukan dan segera masuk ke kamarnya.