Saat di kamar, Aku menelpon kawanku yang menjadi korban pelecehan itu. Namanya Kirana, Aku tak terlalu dekat dengannya sebenarnya. Namun, soal rasa kemanusiaan. Tidak memandang tentang kedekatan bukan?
"Aku minta maaf  soal tadi, Tadi sebetulnya Aku dapat ancaman dari Pak Yadi. Katanya kalau Aku ngadu ke rektor.  Keluargaku bakal diapa-apain "ucapnya.Â
Pak Yadi adalah dosen pembimbingnya. Usianya 35 tahun, masih muda memang. Tapi Pak Yadi sudah menikah. Ia pun punya dua anak dari istrinya, yang seorang guru.
"Astaga...Kamu jangan takut yah! Aku sudah bicara sama Ayah. Ayah itu mantan jaksa. Ayah bakal bantu kamu dapat keadilan"Â
"Jangan.. nanti Ayah kamu dan keluarga kamu kenapa-napa"Â
"Kamu tenang aja! Ayah sudah biasa menghadapai masalah seperti ini. Besok kamu ikut saja dengan kita, ke kantor polisi melaporkan Pak Yadi."
Ia hanya diam membisu, Aku yakin itu pertanda setuju.Â
Keesokan harinya, Aku membawa Kirana ke rumah. Setelah Ayah menyiapkan mobilnya, kami berangkat menuju kantor polisi. Kutatap pandangan kosong di wajah Kirana. Kasihan perempuan ini. Kehormatannya telah direnggut oleh seorang civitas akademika. Pendidikan tinggi seharusnya memberikan sebuah kehormatan. Bukan merenggut kehormatan seorang gadis.Â
Disepanjang jalan, Ayahku terus meyakinkan Kirana untuk berkata jujur pada polisi. Â Agar keadilan bisa ditegakkan. Namun Kirana tak memberi respon. Pandangannya lurus ke depan. Sangat kosong. Mungkin dia masih trauma.Â
Akhirnya kami sampai di kantor polisi, Kami keluar secara bersamaan dari mobil. Setelah turun dari mobil. Tiba-tiba Kirana merobek-robek  bajunya dengan gunting di area dadanya. Lalu, Ia acak-acak rambutnya. Aku keheranan melihat tingkahnya.Â
"Kenapa Kirana?" Tanyaku sambil mencoba memeluknya.Â