Mohon tunggu...
Radiatul Adawia
Radiatul Adawia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Baca buku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Artikel Materi Bimbingan dan Konseling

8 Juni 2024   00:26 Diperbarui: 8 Juni 2024   00:26 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama: Radiatul Adawia

Nim:2022A1H192

Kelas:4E pgsd

 

    ARTIKELL  1   BIMBINGAN KONSELING

Bimbingan Konseling: Profesi dan Prospek di Masa Depan
*8 Komentar
 
 
 
 
 
 
7 Votes

 
 
Orang yang awam masih mempunyai anggapan bahwa Bimbingan Konseling identitik dengan Polisi Sekolah atau mengurusi anak nakal saja. Padahal sebenarnya bimbingan konseling adalah sahabat siswa, pembela siswa. Anggapan ini yang kemudian muncul di benak para orang tua, terutama orang tua yang tidak mempunyai latar belakang pendidik (guru) bahwa profesi bimbingan konseling adalah profesi yang tidak mempunyai masa depan. Semakin tidak popular profesi bimbingan dan konseling dimata masyarakat disebebkan citra buruk terhadap profesi bimbingan dan konseling
 
Ketidakpopuleran ini juga muncul disebabkan banyak orang yang masih menyamakan antara sekolah/lembaga pendidikan dengan mengajar. Memang benar bahwa profesi mengajar ialah profesi guru. Namun, yang tidak banyak diketahui masyarakat bahwa konsep pendidikan bukan saja tentang mengajar namun membangun karakter (character building). Selain itu pula komponen di dunia pendidikan (profesi-profesi di dunia pendidikan) tidak hanya profesi guru saja. Profesi-profesi yang terdapat di dunia pendidikan yaitu pustakawan (lulusan ilmu perpustakaan), Laborat (lulusan sains/bahasa), administrasi pendidikan (lulusan administrasi pendidikan), teknolog pendidikan (lulusan teknologi pendidikan), psikolog pendidikan (lulusan Psikologi pendidikan), dan konselor (lulusan bimbingan dan konseling).
 
 
Apa itu Bimbingan dan Konseling?
 
Menurut Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed. Guru Besar Bimbingan dan Konseling dari Universitas Negeri Padang bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
 
Dari pernyataan tersebut jelas disebutkan bahwa konseling dilakukan oleh seorang ahli (profesional) dalam yang mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus tentang prinsip-prinsip dan teknik-teknik khusus mengenai konseling. Sehingga tidak semua orang dapat melakukan konseling. 

Pendidikan dan pelatihan mengenai konseling, prinsip, teknik dan landasan-landasan ini yang dipelajari di dalam perkuliahan bimbingan dan konseling. Sebagai gambaran ada 4 aliran besar di dalam psikologi konseling (Psikoanalisis, Behaviorisme, Eksistensial-Humanistik dan Transpersonal), serta menurut zamannya dibagi menjadi 3 yaitu aliran klasik, modern dan post modern. Stephen Palmer (guru Besar University of City, US) mencatat ada lebih dari 25 aliran konseling terutama aliran post modern di seluruh dunia
 
Ada profesi lain yang juga berdekatan dengan profesi konselor dan seringkali tumpang tindih. Tumpang tindih yang dimaksud ialah penggunaan istilah "konseling" pada profesi ini, dan kewenangan melakukan konseling. Profesi ini yaitu profesi Psikolog dan Profesi Psikiater. Profesi Psikolog ialah seorang lulusan S1& S2 Psikologi serta telah mengikuti profesi psikolog (.Psi.). 

Sementara profesi Psikiater ialah lulusan S1 Pendidikan Dokter ditambah Spesialisasi kedokteran Jiwa (Sp.Kj). Perbedaannya bahwa Psikolog memiliki kewenangan melakukan psikoterapi pada klien yang mengalami gangguan kejiwaan neurosis dan psikosis serta berwenang melakukan interpretasi kepribadian (kejiwaan klien) dengan pendekatan psikologi. 

Profesi psikiater memiliki kewenangan melakukan psikoterapi pada pasien yang mengalami sakit jiwa dengan pendekatan medis (obat-obatan). Misalkan pada kasus pasien Skizofrenia, seorang psikiater lebih cenderung menggunakan obat-obatan (medis) seperti obat penenang untuk penyembuhan pasien sementara psikolog menggunakan pendekatan psikoterapi (psikologis) untuk penyembuhan klien tanpa treatmen obat-obatan.
 
Jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) juga dikenal dengan nama Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Biasanya, di jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) masih dibagi ke dalam program studi Psikologi (murni) dan Bimbingan dan Konseling. Sehingga di jurusan PPB, dosen-dosen psikologinya juga adalah dosen yang mengajar di program bimbingan dan konseling. Hal ini terjadi, seperti di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
 
 
Peran Bimbingan dan Konseling terhadap masyarakat
 
Hampir tidak ada orang yang tidak pernah mengalami masalah dalam hidupnya. Dengan kata lain semua orang pasti mempunyai masalah, entah masalah itu kecil atau sangat rumit. Namun, ada orang yang dapat dengan baik memcahkan persoalannya sendiri, tetapi tidak sedikit pun orang yang tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri sehingga memerlukan bantuan.

 Di media massa, hampir setiap hari kita jumpai orang yang bunuh diri. Bunuh diri merupakan pelarian orang yang frustasi dalam memecahkan masalahnya. Contoh lain tekanan di pekerjaan yang membuat orang menjadi stress, persaingan dunia usaha yang begitu keras, banyaknya jumlah pengangguran, perceraian keluarga, pergaulan remaja yang semakin bebas, penyalahgunaan narkoba, serta seks bebas yang semakin banyak kasusnya. 

Kasus-kasus yang dialami orang-orang tersebut sangat membutuhkan seorang ahli agar dapat keluar dari permasalahannya yang rumit. Tetapi apakah hanya masalah negatif seperti itu saja yang menjadi peran seorang konselor? Ternyata tidak, seorang konselor dapat pula memberikan konsultasi pendidikan bagi anak-anak yang hendak melanjutkan studi di SMA/perguruan tinggi atau konsultasi karier bagi pekerja yang ingin meningkatkan jenjang kariernya.

 Seorang konselor pun dapat memberikan jasa tes psikologis bagi seorang yang ingin mengetahui minat, bakat dan kecerdasannya baik dalam rangka pendidikan maupun karier. Konselor juga merupakan pemandu bakat yang professional, karena konselor mengarahkan bakat yang dimiliki oleh seseorang agar dapat berkembang menjadi lebih baik. 

Di masyarakat, konselor berperan dalam mengentaskan persoalan pengangguran melalui pemberian bimbingan pekerjaan, menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan kerja, menjadi motivator, pendidikan bagi anak jalanan, kesadaran gender, kesehatan mental serta memberikan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan keluarga, parenting (pengasuhan orang tua) dan kesehatan reproduksi. Dengan demikian, seorang konselor mempunyai peran yang sangat penting dalam masyarakat terutama fungsi sosial.
 
Landasan Ilmu Bimbingan dan Konseling
 
Syarat utama bagi yang ingin melanjutkan studi di bimbingan dan konseling ialah menyukai psikologi dan pendidikan. Terutama jika Anda termasuk siswa yang suka mendengarkan curhat teman atau pandai memberikan solusi atas suatu permasalahan psikologis yang dialami teman berarti Anda sangat layak menjadi calon mahasiswa Bimbingan dan Konseling. 

Bimbingan dan Konseling di seluruh perguruan tinggi di Indonesia termasuk kelompok Ilmu Sosial (IPS). Kendatipun begitu tidak sedikit siswa yang berlatar belakang IPA mengambil kuliah Bimbingan dan Konseling, sebab justru dari kelompok IPA yang dapat dengan mudah mengikuti kuliah Bimbingan di Konseling. Kok begitu? 

Yups, di Bimbingan Konseling, terdapat mata kuliah yang juga bernuansa IPA seperti psikologi perkembangan yang membahas tentang perkembangan individu secara fisiologis, kesehatan mental, dan statistika. 

Selain itu, siswa yang berasal dari kelompok IPA mempunyai logika matematis yang bagus, yang sangat berguna terutama dalam membantu proses konseling (mencari solusi atas permasalahan klien), atau membuat aplikasi-aplikasi bimbingan dan konseling yang menggunakan dasar teknologi informasi. Meskipun kadangkala kurang memiliki kepekaan sosial dan komunikasi sosial yang baik, seperti siswa kelompok IPS terutama berkaitan dengan kebudayaan atau hubungan sosial.
 
 
Lalu apa saja yang dipelajari di jurusan Bimbingan dan Konseling?
 
Secara umum, perguruan tinggi bimbingan konseling di Indonesia pasti mempelajari: ilmu Pendidikan, Psikologi, Teori dan Teknik Konseling, serta Teknik Pemahaman Individu.
 
Ilmu pendidikan dipelajari sebagai landasan dalam bimbingan konseling yang memang menfokuskan diri dalam dunia pendidikan. Pada umumnya, mata kuliah ilmu pendidikan diajarkan pada Tahun 1. Mata kuliah yang termasuk kedalam ilmu pendidikan adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila/Kewarganegaraan, Sosiologi Antropologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Perkembangan Peserta Didik, Ilmu Alamiah Dasar, Pendidikan Jasmani, Belajar Pembelajaran, Teknologi Pendidikan, pengembangan Sistem Pembelajaran, Landasan/Dasar-Dasar Pendidikan, Evaluasi Pendidikan, Profesi Kependidikan dan Pendidikan Inklusi.
 
Ilmu psikologi merupakan induk dari ilmu konseling, sehingga tidak mungkin memisahkan konseling dengan psikologi. Konseling merupakan psikologi terapan (terapan dari ilmu psikologi). Perbedaan dengan jurusan psikologi adalah di Psikologi lebih umum, sementara konseling lebih khusus membahas tentang ilmu konseling. 

Pada umumnya nama-nama yang kental dengan istilah-istilah psikologi, di BK kemudian diubah menjadi nama-nama dalam istilah BK seperti contohnya matakuliah Psikodiagnostik menjadi Pemahaman Individu Teknik Testing. Mata Kuliah Psikologi meliputi Psikologi/Teori-Teori Kepribadian, Psikologi Perkembangan/Perkembangan Individu, Filsafat manusia, Psikologi Perilaku/Modifikasi Tingkah Laku/Dasar-Dasar Pemahaman Tingkah Laku, Psikologi Komunikasi/Komunikasi Antar Pribadi, Kesehatan Mental,
 
Ilmu konseling meliputi teori-teori dan aliran konseling, praktikum pendekatan konseling, serta teknik-teknik konseling. Mata Kuliah Ilmu Konseling yaitu Teori-Teori Konseling, Bimbingan dan Konseling Kelompok, Bimbingan dan Konseling Populasi Khusus/ABK, BK Pribadi-Sosial, Bimbingan dan Konseling Karier, Bimbingan dan Konseling Belajar, Teknologi Informasi dalam BK, Pengembangan Pribadi Konselor, Bimbingan dan Konseling Perkembangan, Profesi Bimbingan dan Konseling, Dinamika Kelompok, Media Bimbingan dan Konseling, Evaluasi dan Supervisi BK, Survey Bimbingan dan Konseling, Studi Kasus, Bimbingan dan Konseling Keluarga, Konseling Lintas Budaya.
 
Sementara Teknik Pemahaman individu mempelajari tentang penggunaan alat-alat yang membantu dalam proses konseling seperti penggunaan Tes Psikologis, teknik wawancara konseling, observasi, case study, dan Problem Checklist. Mata Kuliah teknik Pemahaman Individu antara lain Statistika, Aplikasi Stastistik, Pemahaman Individu teknik Non Testing, Pemahaman Individu teknik Testing.
 
Selain itu juga terdapat mata kuliah Praktikum Bimbingan Konseling, di mata kuliah ini mahasiswa belajar dan latihan praktek memberikan konseling kepada klien. Mata kuliah yang termasuk praktikum ini yaitu: Mikro Konseling, Praktikum Konseling Individual, Praktikum BK Kelompok, Praktikum BK Pribadi-Sosial, Praktikum BK Belajar, Praktikum BK Karier, Praktikum PI Teknik Testing, dan Praktikum PI Non Testing serta Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
 
Selain mata kuliah yang disebutkan diatas, setiap perguruan tinggi Bimbingan dan Konseling juga memiliki mata kuliah pilihan sesuai kekhasan perguruan tinggi masing-masing. Mata kuliah pilihan merupakan peminatan mahasiswa dan dipilih berdasarkan minat masing-masing. 

Misalkan di Universitas Sebelas Maret (UNS) terdapat mata kuliah pilihan Cyber konseling (Konseling Jarak Jauh), dan Konseling Traumatik; di UHAMKA Jakarta terdapat Kosneling Industri, Konseling Pemasyarakatan&Sosial Kemasyarakatam dan Konseling Kesehatan; di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terdapat mata kuliah Bimbingan Konseling Anak, Konseling Berbasis Gender, Konseling NAPZA, Konseling Krisis di Sekolah, dan Konseling Untuk Anak Berbakat.
 
 
Apakah ruang lingkup bimbingan dan konseling hanya di pendidikan saja?
 
Pertanyaan ini yang sering muncul baik dikalangan calon mahasiswa, maupun mahasiswa bimbingan dan konseling sendiri. Pada seluruh perguruan tinggi bimbingan dan konseling, gelar sarjana Bimbingan dan Konseling yaitu Sarjana Pendidikan (S.Pd.) bidang Bimbingan Konseling serta Magister Pendidikan/S2 (M.Pd.) bidang Bimbingan Konseling. Beberapa perguruan tinggi bimbingan konseling lebih memfokuskan mahasiswanya menjadi konselor pendidikan (konselor sekolah/Guru Bimbingan dan Konseling) seperti yang terjadi di Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Negeri Malang (UM) Sehingga hampir pasti ruang lingkup bimbingan dan konseling hanya di lingkup pendidikan saja. 

Namun, ada pula perguruan tinggi yang juga memperlebar ruang lingkup bimbingan konseling tidak hanya di dunia pendidikan, seperti di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang juga membuka bidang konseling industri. Kendatipun gelarnya tetap Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
 
Seorang lulusan bimbingan dan konseling setelah lulus S1 Bimbingan dan Konseling dapat menempuh Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang sampai dengan saat ini baru tersedia di Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Lulusan PPK disebut dengan Konselor (Kons.). 

Dengan adanya sertifikat kons. dan lisensi dari ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), seorang konselor dapat membuka praktik konseling untuk masyarakat umum tidak hanya konseling pendidikan saja, tetapi dapat pula konseling keluarga, konseling pernikahan, konseling anak, konseling remaja, konseling karier. 

Sementara itu konseor juga berwenang memberikan tes psikologis (tes bakat, minat dan kecerdasan) apabila telah memiliki sertifikat Tes Psikologi yang dapat ditempuh di Universitas Negeri Malang (UM) atau lulus pada jenjang pendidikan S2 Magister Pendidikan Bimbingan Konseling dengan konsentrasi Testing Psikologis di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
 
 
Bidang-Bidang Konseling (Spesialisasi)
 
1.Konseling Pendidikan
 
Pendidikan merupakan institusi pembinaan anak didik yang memiliki latar belakang social budaya dan psikologis yang beraneka ragam. Dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan banyak anak didik yang menghadapi masalah dan sekaligus mengganggu tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Masalah yang dihadapi sangat beraneka ragam, diantaranya masalah pribadi, sosial, ekonomi, agama dan moral, belajar, dan vokasional. 

Masalah-masalah tersebut seringkali menghambat kelancaran proses belajar, meskipun masalah yang dihadapi tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan akademik. Penyelenggara pendidikan, khususnya tenaga pendidikan bertanggung jawab membina anak didiknya sehingga berhasil sebagaimana yang diharapkan, termasuk mereka yang mengalami masalah.Konseling pada latar pendidikan ini telah banyak dikenal di Indonesia. Di Amerika, klinik konseling juga didirikan di sekolah dan pusat-pusat pendidikan pada awal perkembangan konseling, misalnya di Pennsylvania University pada tahun 1896.
 
2.Konseling Vokasional/Karier
 
Konseling vokasional dapat pula disebut dengan konseling karier atau employment counseling. Konseling ini selain berkaitan dengan usaha membantu dalam penempatan tenaga kerja juga membantu klien yang memiliki masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya dalam hubungan dengan pejabat di atasnya, dan penyesuaian dengan pekerjaan baru. 

Konseling vokasional ini menduduki fungsi yang sangat penting dalam rekrutmen dan penempatan tenaga kerja sebuah perusahaan atau departemen. Departemen Tenaga Kerja Amerika juga menggunakan konseling vokasional untuk menempatkan para veteran Perang Dunia II pada bidang-bidang yang lebih tepat. 

Di masyarakat industri, konseling vokasional ini semakin dibutuhkan baik bagi industri untuk peningkatan usaha-usahanya dan bagi pekerja untuk peningkatan penyesuaian kerja dan prestasi kerja.
 
3.Konseling Keluarga dan Perkawinan
 
Konseling yang berkenaan dengan masalah-masalah keluarga, meliputi hubungan antar anggota keluarga (ayah, ibu, anak), peranan dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Hidup berkeluarga berarti melakukan penyesuaian baru, terutama yang berhubungan dengan tanggung jawab sebagai suami istri. 

Dalam banyak hal, membangun keluarga tidak semudah yang dibayangkan oleh para remaja. Banyak situasi yang harus diselesaikan dengan cara yang amat rumit termasuk perceraian.Konseling perkawinan dan keluarga bermaksud membantu menyelesaikan masalah-masalah psikologis yang dihadapi kedua belah pasangan, sehingga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga mereka lebih dapat diterima kedua belah pihak dan dapat membangun keluarga secara lebih baik.
 
4.Konseling Agama
 
Konseling agama (religion counseling) digunakan untuk membantu klien yang mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan agama, misalnya keragu-raguan akan nilai-nilai agama, kebimbangan dalam mengikuti aliran-aliran keagamaan, terjadinya konflik keyakinan keagamaan dengan pola pemikiran dan sebagainya. Konseling agama biasanya dilakukan terhadap klien yang seagama dengan konselor, dan diselenggarakan untuk membantu orang-orang yang bermasalah keagamaan.
 
5.Konseling Rehabilitasi
 
Konseling rehabilitasi merupakan konseling yang dilakukan terhadap orang-orang yang sedang dalam proses rehabilitasi. Rehabilitasi berarti proses mempercepat sosialisasi atau berfungsi secara wajar dari keadaan sebelumnya, misalnya rehabilitasi setelah bertahun-tahun mengalami perawatan medis, rehabilitasi karena menjalankan hukuman, dan sebagainya. Seseorang yang di penjara misalnya membutuhkan pelayanan konseling.

Konseling tersebut bermaksud membantu klien agar tidak mengalami masalah-masalah setelah keluar dari penjara (lembaga pemasyarakatan). Sebagian orang yang di penjara mengalami perasaan yang tidak diinginkan, seperti rasa tertekan, malu kepada masyarakat atau cemas tidak diterima oleh lingkungan sosialnya nanti. Konseling rehabilitasi ini juga dimaksudkan membantu klien yang cacat secara fisik, untuk mengembalikan persepsi dan emosi sehingga memandang dirinya secara positif dan dapat berbuat lebih tepat sesuai dengan potensi yang dimiliki.
 
6.Konseling Traumatik
 
Konseling traumatik adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.
 
7.Konseling Industri
 
Konseling Industri adalah pembahasan suatu masalah dengan seorang karyawan yang mempunyai masalah emosional dengan maksud untuk membantu karyawan tersebut agar dapat mengatasi masalahnya secara lebih baik. Konseling bertujuan untuk memperbaiki kesehatan mental karyawan. 

Kesehatan mental yang baik berarti bahwa orang-orang merasa nyaman akan mereka sendiri, baik terhadap orang lain, dan sanggup memenuhi kebutuhan hidup. Awal mula dikenalnya konseling karyawan adalah pada tahun 1936 di Western Electronic Company, Chicago. Diyakini bahwa inilah pertama kali perusahaan menggunakan istilah "konseling personalia" bagi pelayanan pembimbingan kwan. Kepuasan kerja karyawan pasti meningkat sebagai hasil dari konseling.
 
 
Prospek Lulusan Bimbingan dan Konseling serta Jenjang Karier
 
Lulusan S1 Bimbingan dan Konseling sebagian besar terserap di dalam dunia pendidikan terutama jenjang SMP/Mts dan SMA/SMK/MA, namun ada juga beberapa lembaga pendidikan terutama swasta yang membutuhkan tenaga konseling untuk TK, PAUD dan SD.
 
Selain itu kebutuhan akan dosen bimbingan dan konseling sangat besar di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan banyak dosen BK yang sudah menjelang masa pensiun, serta banyak dosen BK yang ternyata tidak berlatar belakang BK. Sementara perguruan tinggi BK membutuhkan dosen yang berlatar belakang BK secara linier (S-1 dan S-2 Bidang bimbingan dan konseling) untuk mendapatkan nilai akreditasi yang baik. 

Sehingga peluang menjadi dosen BK sangat terbuka lebar. Misalkan di Universitas Sebelas Maret Surakarta dari 15 dosen yang ada, hanya terdapat 7 dosen yang berlatar belakang S-1 dan S-2 BK dan itupun 14 orang adalah dosen yang sudah menjelang masa pensiun (diatas usia 55 tahun), sementara hanya mempunyai 1 dosen muda.
 
Sementara jenjang karier lulusan BK pada umunya menjadi pegawai negeri sipil. Seorang lulusan BK dapat memulai karier dari menjadi Guru BK, Koordinator Guru BK, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah bidang bimbingan dan konseling, Kepala Dinas Pendidikan Kota/Provinsi. 

Tidak sedikit pula lulusan BK yang berkarier sebagai kepala sekolah atau pengawas sekolah. Ada pula lulusan BK yang menjadi Rektor Perguruan Tinggi seperti Bpk Prof. Dr, Sunaryo Kartadinata yang merupakan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Dekan Fak. Ilmu Pendidikan UPI Prof. Dr. Ahman yang juga merupakan lulusan BK. Selain itu tidak sedikit lulusan BK yang mempunyai posisi penting di institusi sekolah maupun perguruan tinggi.
 
Bagi yang ingin berwirausaha dapat mendirikan Lembaga Konseling, Jasa Layanan Tes Psikologi, ataupun Lembaga Konsultasi Pendidikan. Kebutuhan terhadap layanan Konseling ini semakin besar terutama di kota-kota besar dimana masyarakatnya semakin terbuka, dan memiliki tingkat stress yang tinggi, Dewasa ini kebutuhan akan konseling anak dan konseling pendidikan, luar biasa banyaknya. 

Akan tetapi sedikitnya lulusan BK yang mau mengisi peluang ini, menjadikan konseling anak lebih dikuasai oleh psikolog anak sementara konseling pendidikan/karier lebih diisi oleh praktisi-praktisi yang bahkan tidak punya latar belakang psikologi/pendidikan/konseling melainkan belajar dari pengalaman. Lembaga Konseling yang sudah ada yaitu Multikarya Konseling dapat diakses di http://www.multikaryakons.com/
 
Bidang lain yang dapat diisi oleh lulusan BK adalah HRD/Pengembangan SDM di instansi/dunia usaha dan industri, bank; Tenaga Konselor di Pusat Rehabilitasi, Lembaga Pemasyarakatan, Perkumpulan Keluarga berencana Indonesia (PKBI); Konsultan pengembangan SDM; Motivator; Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kementerian Agama; Konselor dan Konsultan Pendidikan di Lembaga-Lembaga Bimbingan Bel

ajar (LBB).

BK di berbagai Jenjang Pendidikan

(Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama)

Siti Anifah

Universitas Yudharta Pasuruan

Alamat Jl. Yudharta No. 07 Sengonagung Purwosari Pasuruan

Abstract

This paper intends to provide information about the concept of counseling guidance in various levels of education, especially those that can be applied in high schools to assist high school students in self-management. The specific purpose of counseling guidance is directly linked to the problems experienced by the individual concerned, according to the complexity of the problem. Individual problems vary in type, intensity and relevance, and each is unique. Therefore the specific purpose of counseling guidance for each individual is unique too. The concept of high school counseling guidance in providing self-management and corruption prevention skills is needed to prepare high school students to live in the midst of society or be involved in community organizations.

Keywords: Self Management Skills and Corruption Prevention.

Abstrak

Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi tentang konsep bimbingan konseling diberbagai jenjang pendidikan, khususnya yang dapat diterapkan di Sekolah Menengah Atas guna membantu siswa SMA dalam memanajemen diri dan agar terhindar dari perbuatan korupsi. Adapun tujuan khusus bimbingan konseling di kaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan itu. Masalah-masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena itu tujuan khusus bimbingan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula. Konsep bimbingan konseling SMA dalam memberikan keterampilan manajemen diri dan pencegahan korupsi diperlukan untuk mempersiapkan siswa SMA hidup di tengah-tengah masyarakat atau terlibat dalam organisasi kemasyarakatan.

Kata Kunci: Keterampilan Manajemen Diri dan Pencegahan Korupsi.

A.PENDAHULUAN

Pelayanan bimbingan secara professional di Indonesia sampai saat ini difokuskan pada generasi muda yang masih duudk di bangku sekolah, dan ini pun paling terealisasi pada tahap pendidikan sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Siswa-siswi yang berada di jenjang pendidikan menengah biasanya di antara umur lebih kurang 13-20 tahun. Pembatasan umur itu biasanya dikaitkan dengan masa remaja dan tidak tanpa alasanlah kalau para ahli psikologi dan pendidikan menekankan, bahwa penyelesaian masalah-masalah yang lazimnya timbul pada masa remaja mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kebahagiaan dimasa dewasa kelak. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan di sekolah terhadap kaum remaja yang masih bersekolah menciptakan kesempatan yang luas untuk mendampingi mereka dalam perkembangannya supaya berlangsung seoptimal mungkin. Maka dari itu bimbingan dan konseling sangat diperlukan di sekolah menengah atas sebagai bantuan yang bersifat psikis dn psikologis.

Dalam bimbingan konseling menggunakan berbagai layanan bimbingan dan konseling yang meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Sedangkan kegiatan pendukungnya meliputi: aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus. Semua jenis layanan dan kegiatan pendukung tersebut diselenggarakan dengan mengacu pada bidang-bidang bimbingan dan konseling. Bentuk dan isi layanan dan kegiatan pendukung disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan individu (Rahardjo, 1998: 9), yang meliputi: 1) Perkembangan. 2) Adaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai dan normanorma secara sistematik, luas, dan komprehensif. 3) Mempersiapkan diri untuk menatap masa depan (Rahardjo, 1998: 5).

Sehingga bimbingan konseling pada dasarnya merupakan upaya bantuan untuk mewujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual, sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, yaitu: dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahanya. Di dukung oleh pendapat Brewer (tahun 1930-an) bahwa bimbingan dan pendidikan membentuk hidup orang muda, yang awalnya tidak di terima secara luas. Namun setelah diubah menjadi "Pelatihan Keterampilan Hidup" (Life Skill Training) menjadi popular.Untuk itu konselor sekolah perlu mengelola suatu program kegiatan bimbingan yang terencana dan terorganisir baik, yang melengkapi program pengajaran di sekolah agar sungguh-sungguh menjadi program pendidikan.

B.Pembahasan

Bimbingan konseling adalah memandirikan individu atau suatu proses usaha yang diberikan konselor untuk memfasilitasi/ membantu konseli/individu agar mampu mengembangkan potensi atau mengatasi masalah (Setiawati, 2009:

 72). Artinya adalah Proses bimbingan konseling melibatkan manusia dan kemanusiaanya sebagai totalitas, menyangkut segenap potensi dan kecenderungannya, perkembangannya, dinamika kehidupannya, permasalahanpermasalahannya, dan interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada. Dalam penyelenggaraan pendidikan peristiwa bimbingan setiap kali dapat terjadi yaitu guru membimbing murid-muridnya, baik melalui kegiatan pengajaran maupun non pengajaran. Perlu di ketahui bahwa konsepsi bimbingan konseling mengalami

perkembangan. Menurut Miller (Prayitno, 1999) ada 5 periode: 

1) Periode parsonian, bimbingan di lihat sebagai usaha mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan tentang jabatan (kedua keterangan di cocokkan yang di gunakan untuk menentukan jabatan yang paling cocok untuk individu yang di maksudkan). 

2) Periode yang

 menekankan pada bimbingan pendidikan, artinya bimbingan di rumuskan sebagai suatu totalitas pelayanan yang secara keseluruhan dapat diintegrasikan ke dalam upaya pendidikan (rumusan tentang konseling belum dimunculkan). 

3) Periode yang perhatian utamanya adalah pelayanan untuk penyelesaian diri. Artinya pelayanan bimbingan tidak hanya untuk usaha-usaha pendidikan dan mencocokkan individu dengan jabatan yang sesuai tapi juga untuk peningkatan kehidupan mental. Keseluruhan upaya bimbingan di tekankan untuk membantu penyesuaian diri individu terhadap dirinya, lingkungan dan masyarakat dalam usaha membantu individu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan individu yang kadang-kadang pelik dan mendasar (rumusan tentang konseling di munculkan).

 4) Periode yang gerakan bimbingannya menekankan pentingnya proses perkembangan

individu, artinya pelayanan bimbingan dihubungkan dengan usaha individu untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya yaitu: dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam mencapai kematangan dan kedewasaan. 

5) Periode yang tampak adanya dua arah, yaitu: kecenderungan kembali pada periode pertama dan kecenderungan yang lebih menekankan pada rekonstruksi sosial (dan personal) dalam rangka membantu pemecahan masalah yang di hadapi individu.

Pentingnya Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Setiap manusia pasti memiliki masalah yang tentu harus diselesaikan, dalam rentang usia berapapun pasti manusia menemukan permasalahan dalam kehidupan. Tentunya masalah yang dihadapi juga berbeda-beda dan cara menyelesaikannya pun juga berbeda-beda. Ada yang bisa menyelesaikannya sendiri, ada pula yang merasa membutuhkan bantuan dari pihak lain. Hal ini senada dengan pendapat Winkel (1984:11) yang berpendapat bahwa ada orang yang merasa tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya, maka ia mencari bantuan dari orang lain.

Begitu pula dalam dunia pendidikan. Setiap siswa memiliki permasalahan yang beragam, baik itu dalam bidang belajar, social, pribadi ataupun yang lainnya. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi disebabkan karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang terletak di luar sekolah. Dalam kaitan itu permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja (Prayitno & Erman, 2009).

Maka dari itu, bimbingan dan konseling diperlukan di sekolah agar bisa membantu siswa dalam menghadapi berbagai persoalan yang bisa saja terjadi pada siswa. Selain itu bimbingan dan konseling diperlukan untuk mendampingi siswa dalam tahap perkembangannya agar tercapai perkembangan yang memuaskan. Selama tahap perkembangan itu siswa diharapkan agar mampu mengetahui bakat, minat dan potensi yang dimilikinya (Winkel, 1984).

Hal yang menjadi permasalahan remaja justru adalah tugas perkembangan yang harus dicapai pada usia remaja. Adapun tugas perkembangan remaja diantaranya : 

-Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 

-Mencapai peran social pria dan wanita.

-Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

-Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggungjawab. 

-Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. 

-Mempersiapkan karier ekonomi.

-Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. 

-Memperoleh perangkat nilai dan system etis.

Maka dari itu bimbingan dan konseling sangat diperlukan di sekolah menengah atas sebagai bantuan yang bersifat psikis dn psikologis. Karena pada dasarnya tujuan pelayanan bimbingan bagi murid ialah:

a)Membantu murid-murid untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan

kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar serta kesempatan yang ada.

b) Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas kepada kebutuhan orang lain.

c) Membantu murid-murid untuk mengembangkan moti-motif intrinsic dalam belajar,

          sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti dan bertujuan.

d) Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan

          keputusan dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.

e) Mengembangkan nilai  

dan sikap secara menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan

          permintaan diri (self acceptanding).

f) Membantu 

di dalam memahami tingkah laku manusia.

g) Membantu

 murid-murid untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri

          secara maksimal terhadap masyarakat.

h) Membantu

 murid-murid untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam

          berbagai aspek fisik, mental dan social.

Program Bimbingan Konseling di SMA, ada enam aspek yang harus di perhatikan, yaitu:

Tujuan jenjang pendidikan tertentu, 

1) sejauh terumuskan di dalam terbitan sumber resmi bagi jenjang pendidikan itu. Pendidikan SMA bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi-kesenian, meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial-budaya-alam sekitarnya. Kurikulum SMU merupakan seperangkat rencanaan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Program pengajaran itu terdiri dari program

pengajaran umum di kelas I dan II (mencakup bahan kajian dan pelajaran yang di susun dalam 10 mata pelajaran), serta program pengajaran khusus di kelas III (meliputi program bahasa, IPA dan IPS).

2) Kebutuhan-kebutuhan para peserta didik pada tahap perkembangan tertentu dan semua tugas perkembangan yang di hadapi. Kebutuhannya terutama bersifat psikologis, seperti:

mendapat perhatian dan dukungan tanpa pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan alam pikiran dan perasaannya, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa di lepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga, memperoleh prestasi-prestasi yang patut di banggakan di bidang akademik dan non akademik, membina persahabatan dengan teman sejenis dan lain jenis, memiliki citacita

hidup yang pantas untuk di kejar. Tugas perkembangannya antara lain: mengembangkan rasa tanggung jawab (sehingga dapat melepaskan diri dari ikatan emosional yang kekanakkanakan dan membuktikan diri pantas diberi kebebasan yang sesuai bagi umurnya), mempersiapkan diri untuk memasuki corak kehidupan orang dewasa, memantapkan diri dalam memainkan peranan sebagai pria dan wanita (sexual roles), merencanakan masa depannya di bidang studi dan pekerjaan (sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan masyarakat nyata. Tantangan pokok bagi siswa remaja terletak dalam hal membentuk diri sendiri dan menginternalisasi seperangkat nilai dasar kehidupan (values) yang patut di perjuangkan. 

3)Pola dasar yang sebaiknya di pegang sangat tergantung dari lokasi lembaga sekolah. Pola spesialis untuk lingkungan sekolah yang terletak di kota dengan segala problematikanya dan corak kehidupan kaum remaja, apalagi dengan jumlah kelas yang besar (tanpa mengabaikan sumbangan dari guru-guru bidang studi dan para wali kelas). Pola generalis untuk lembaga sekolah yang terletak di daerah terpencil dengan jumlah kelas yang kecil

(banyak kegiatan bimbingan dapat di pegang oleh guru bidang studi dan wali kelas dengan mendapat pengarahan dari konselor sekolah dan asistensi guru konselor). Pola kurikuler (mengingat SMA masih tetap di berikan bimbingan karir seperti menurut kurikulum 1984 dan seri buku paket bimbingan karier masih tetap di pergunakan).

4) Komponen bimbingan yang sebaiknya di prioritaskan adalah:

a) Pengumpulan data meliputi data tentang siswa selengkap mungkin, baik yang di berikan oleh guru-guru dan orangtua maupun siswa sendiri

b) Pemberian informasi meliputi data tentang ciri khas berbagai institusi PT dan program studi di sekolah sekarang yang sesuai dengan fakultas tertentu, seluk beluk dunia pekerjaan

dan jabatan di masyarakat, cara belajar yang tepat dalam mempelajari berbagai bidang studi, corak pergaulan yang sehat dengan sesama teman remaja, cara menghadapi orangtua

yang dinilai serba kolot, gejala-gejala penyimpangan dari perkembangan normal, fungsi seksualitas, perbedaan cinta monyet dan cinta sejati. 

c) Penempatan sudah aktual sejak tingkatan kelas pertama dan terutama menyangkut perencanaan program studi di sekolah dan studi lanjutan atau pekerjaan setelah tamat.

d) Konseling atau konsultasi sangat aktual, karena tidak sedikit remaja merasa kurang puas dalam bicara secara pribadi dengan orangtua, namun ingin sekali di dengarkan segala

perasaan dan pikiran yang timbul dalam batinnya (wawancara konseling dapat sangat bermanfaat bagi siswa dan mungkin merupakan satu-satunya kesempatan untuk berbicara

secara terbuka)

5) Bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan yaitu: bimbingan kelompok atau individual yang di terapkan secara seimbang (karena remaja sangat peka dalam hal-hal yang dianggap rahasia dan masalah pribadi, kesempatan untuk berwawancara konseling

sewaktu-waktu harus tersedia dengan menggunakan sistem piket bagi beberapa konselor sekolah). Sifat bimbingan yang harus di tonjolkan yaitu: sifat perseveratif dan preventif, sedangkan korektif di gunakan untuk kasus-kasus tertentu (misal pilihan program studi yang ternyata keliru dan aneka gejala neurotik atau psikotik). Ragam bimbingan yang harus di beri tekanan yaitu: bimbingan akademik, pribadi-sosial dan karier (dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman psikologis yang cukup mendalam, serta harus memiliki fleksibilitas yang tinggi dan kesabaran)

6) Unsur personil bimbingan yang di kerahkan yaitu: konselor sekolah, guru konselor atau guru biasa (tenaga pengajar)

Jika bimbingan konseling di terapkan di SMA perlu di perhatikan bahwa anak SMA masuk dalam masa adolescent pada usia 15-17 tahun atau 16-19 tahun yaitu suatu periode yang tidak mudah (perubahan dari masa anak ke masa remaja). Mereka banyak menghadapi kesulitan dan banyak gejolak yang menandai masa perkembangan remaja, misalnya masalah yang sifatnya psikis (tingkah laku delinqen), masalah-masalah situasional, unpredictable, masalah hubungan muda-mudi, masalah perkembangan seksual, masalah sosial ekonomi,masalah masa depan dan lain-lain. Sehingga menuntut konselor di sekolah untukmemahaminya dan cara-cara penanganannya. Memasuki sekolah pada jenjang pendidikan SMA tidak membawa perubahan drastis dalam rutinitas persekolahan bagi siswa, karena mereka sudah terbiasa dengan pergantian bidang studi dan tenaga pengajar dalam jadwal pelajaran. Namun, keberhasilan di jenjang pendidikan ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupannya di kemudian hari. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan harus lebih intensif dan lebih lengkap, di banding dengan pelayanan di satuan

pendidikan di bawahnya. Di jenjang pendidikan SMA ini di bedakan secara tegas antara bidang administrasi sekolah, bidang pengajaran dan bidang pembinaan siswa. Dalam bidang pembinaan menunjukkan keanekaragaman, lebih-lebih di sekolah dengan banyak kelas yang terdapat di kota besar. Pelayanan bimbingan sebagai subbidang dalam bidang pembinaan siswa akan lebih bervariasi juga. Aplikasi pendekatan dan teknik konseling serta penyesuaiannya banyak tergatung pada keunikan klien dan masalahnya, serta spesialisasi keahlian konselor itu sendiri. Tentang sumber alih tangan mengandalkan peranan guru, kepala sekolah, siswa dan konselor sendiri, serta orangtua. Kehadiran konselor langsung di hadapan para siswa (di muka kelas dan pada kesempatan-kesempatan lain), disertai

dengan informasi yang tepat dan mantap tentang fungsi konselor dan pelayanan bimbingan konseling pada umumnya, akan sangat membantu peningkatan pemanfaatan layanan konseling oleh para siswa. Pengelolaan program bimbingan di SMA hanya akan efisien

dan efektif kalau program itu mendapat dukungan penuh dari pimpinan sekolah dan seluruh staf pengajar, serta terdapat koordinasi yang baik. Di samping itu, semua tenaga yang terlibat dalam bidang pembinaan siswa harus mengarahkan segala usahanya ke tujuan yang sama, yaitu perkembangan siswa yang seoptimal mungkin. Semua layanan bimbingan harus mendapat perhatian yang seimbang, selain itu konselor sekolah harus melibatkan diri dalam pembinaan kegiatan kesiswaan seperti OSIS dan aktivitas ekstrakurikuler, antara lain untuk mengangkat konsep diri siswa dan memupuk rasa bangga. Untuk mendukung itu semua, di perlukan juga peran orangtua, sehingga perlu diadakan pertemuan setiap 3 bulan sekali (dalam satu tahun ada 4 pertemuan). Topik setiap pertemuan, misalnya: cara membantu anak menyesuaikan diri di lingkungan baru, cara membantu anak belajar

secara efektif di rumah, cara memilih teman (bergaul), kegiatan/organisasi apa yang sesuai dengan dirinya. Selama ini yang sering kita lihat dan ketahui bahwa bimbingan konseling di sekolah-sekolah sering di kenal atau dijuluki siswa dengan "polisi sekolah", karena image bimbingan konseling adalah memberikan hukuman pada anak nakal atau menangani siswasiswi yang bermasalah (penyembuhan dan pemeliharaan). Padahal bimbingan konseling bertujuan juga untuk membuat siswa-siswi yang berprestasi dapat mempertahankan bahkan meningkatkan prestasinya seoptimal mungkin, bertujuan juga untuk memberitahukan atau menyadarkan bahwa mereka berguna/berarti. Sehingga bimbingan konseling dapat memberikan informasi "Bagaimana agar berprestasi" dan "bagaimana agar berguna/berarti". Dengan jalan: memberitahukan dan mengarahkan cara belajar yang efektif sesuai dengan keadaan siswa, kegiatan/ekstrakurikuler apa yang baik dan memberi manfaat bagi siswa, cara membagi waktu dengan membuat jadwal rutinitas

sehari-hari, mengikuti kegiatan keagamaan yang di selenggarakan di sekolah maupun di masyarakat, cara kompromi antara keinginan diri dan keinginan orangtua, mengikuti organisasi sebagai latihan berpolitik dan melatih kemampuan berbicara, menggunakan waktu luang untuk hal-hal yang positif (misalnya membaca, olah raga), cara bergaul dan memilih teman-teman yang mempunyai pengaruh baik dan lain-lain.

Banyak pelayanan bimbingan masih ditujukan seebagai bantuan remedial terhadap kegagalan prestasi belajar, hambatan dalam bergaul, permasalahan dalam keluarga, atau keluhan guru dan kepala sekolah mengenai disiplin siswa. Akhir-akhir ini bimbingan juga menyangkut penjaringan anak-anak berbakat. Namun demikian para teoris konseling sekolah mengharapkan psikolog lebih banyak mencurahkan waktu untuk pencegahan atau mendukung perkembangan normal anak didik daripada melakukan tindakan remedial. Lebih-lebih lagi, saat remaja adalah saat yang paling tepat untuk dibantu berkembang

menjadi manusia bahagia yang efektif. Pelayanan yang bersifat preventif ini tidak hanya berkaitan dengan anak-anak didik saja, tetapi juga secara tidak langsung melalui para staf, terutama para guru. Para guru perlu memahami perkembangan normal anak-anak usia remaja ini, sehingga mengurangi benturan-benturan yang dapat menimbulkan ketidaksenangan kedua belah pihak. Bimbingan perlu di berikan berkelanjutan sepanjang hidup bagi mereka yang membutuhan bantuan. Namun demikian, masa bantuan paling efektif adalah pada masa kebiasaan, sikap dan ideal baru terbentuk, pada masa untuk membantu diri sendiri sedang berkembang. Masa ini bersamaan dengan masa anak duduk di sekolah menengah atas. Bimbingan konseling hendaknya juga memberikan keterampilan

manajemen diri (baik dalam bimbingan akademik, bimbingan karier dan bimbingan pribadi-sosial) yang berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, sehingga dapat berperilaku baik ketika terjun/ terlibat di masyarakat yang lebih luas. Prosedur dalam manajemen diri tertera (dalam Byrne: 273). Langkah-langkah bimbingan konseling dalam memberikan keterampilan manajemen diri adalah (di sampaikan dalam lima kali pertemuan): Mengenali sifat-sifat diri sendiri:

 1. apakah termasuk orang yang pemarah, impulsive, optimis, sabar, terbuka/tertutup dalam bergaul, bertanggungjawab dan lain-lain. Misalnya siswa-siswi SMA dapat mensiasati sifat pemarahnya agar menjadi perilaku yang positif/baik dan tidak merugikan dirinya maupun orang lain.

2. Mengenali minat dan bakat yang ada pada diri sendiri: apakah dalam bidang seni, keilmuan, politik, ekonomi, olah raga dan lain-lain. Dengan demikian siswa-siswi SMA dapat

menentukan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minat dan bakat, juga dapat merencanakan bidang pekerjaan apa yang akan dipilihnya kelak.

3. Mengenali kemampuan diri sendiri: apakah mempunyai kemampuan kurang, sedang/normal ataukah pandai/genius. Sehingga siswa-siswi yang merasa perlu untuk belajar keras/ tekun karena kemampuan yang pas-pasan, dapat memenuhi target yang diinginkan. Perencanaan dalam karier dapat di sesuaikan dengan kemampuan yang di miliki.

4. Mengenali keinginan/kemauan diri: apakah setelah lulus SMA melanjutkan ke PT atau bekerja. Dengan menentukan pilihannya sendiri, di harapkan siswa-siswi SMA akan terhindar dari "getun/gelo".

5. Setelah mengenali diri sendiri bagaimana siswa-siswi SMA mampu melatih untuk memanajemen dirinya sendiri saat ini dan masa yang akan datang (dengan memperbanyak informasi apa yang terbaik harus di lakukan/target prilaku, sehingga dapat merencanakan apa yang harus dilakukan/tidak dilakukan dan akhirnya dapat memanajemen dirinya sendiri) Apapun keadaan dan penilaian terhadap adanya bimbingan konseling sekolah di Indonesia, membuka peluang besar untuk berperan serta dalam "Perbaikan dan penanganan krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia". Dengan adanya bimbingan konseling di SMA, berarti menyiapkan atau membekali calon-calon pemimpin dan penerus perjuangan bangsa Indonesia

  BK di Perguruan Tinggi

  Pendidikan di perguruan tinggi merupakan suatu pendidikan yang berperan dalam kehidupan masyarakat. Para mahasiswa yang sedang dalam pendidikan mengisi sebagian besar waktunya dengan belajar atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan belajar. Petugas-petugas bimbingan dan konseling di perguruan tinggi secara langsung terlibat dalam seluk beluk pendidikan di perguruan tinggi, karena pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari program pendidikan itu, dan karena sebagian besar dari tumpukkan masalah yang dihadapi oleh para mahasiswa justru bersumber pada beraneka tuntutan belajar.

Mahasiswa yang baru menamatkan sekolah menengah tingkat atas akan menghadapi banyak tantangan baru pada saat memasuki perguruan tinggi, misalnya , mengatur kembali pola kehidupan sehari-hari, mengintegrasikan tuntutan belajar akademik dengan corak kehidupan dalam suatu asrama atau tempat kos, mengembangkan sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya, meyesuaikan diri dengan corak kehidupan kampus, menghindari pertentangan yang seolah-olah timbul antar ilmu dan agama, memikirkan masa memegang suatu jabatan yang semakin mendekat, meninjau kembali peranannya dalam lingkungan keluarga, mengembangkan corak pergaulan baru dengan jenis lain dan seterusnya.

Lingkungan perguruan tinggi juga mengenal administrasi sekolah, bidang pengajaran dan bidang pembinaan. Sebagian dari tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa ditampung melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Pada dasarnya mahasiswa tidak bisa lepas dari kesulitan-kesulitan, sehingga mahasiswa tidak mampu memecahkan sendiri perlu pertolongan orang lain. Pertolongan yang dimaksud adalah bantuan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Tujuan dari bimbingan dan konseling di perguruan tinggi tidak berbeda dengan tujuan bimbingan di jenjang pendidikan di bawahnya., yaitu supaya manusia muda mampu mengatur hidupnya sendiri, mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi yang dimiliki, menjamin taraf kesehatan mental yang wajar, mengintegrasikan studinya dalam pola kehidupan sehari-hari, dan merencanakan masa depannya dengan mengingat situasi hidupnya yang konkret. Kesaman dalam tujuan itu tidak berarti bahwa isi dan pengelolaan program bimbingan dan konseling bagi mahasiswa akan sama dengan program bimbingan dan konseling siswa di jenjang pendidikan menengah.

Perbedaan antara bimbingan dan konseling di sekolah menengah dan di perguruan tinggi diwarnai oleh arah perkembangan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai serta kekompleksan program pendidikan dan pelatihan di kedua jenjang pendidikan itu. Apabila di sekolah menengah para siswa belum akan segera dituntut untuk bekerja atau terjun di masyarakat, maka para mahasiswa sudah berada pada batas antara "hidup tergantung pada orang tua" dan " hidup bebas mandiri". Di samping itu, para siswa di sekolah menengah mengalami proses pembelajaran yang secara relative lebih terbimbing daripada para mahasiswa di perguruan tinggi; proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih bervariasi dan menuntut kemandirian mahasiswa.

Pola dasar bimbingan yang sebaiknya diikuti adalah pola generalis untuk sejumlah kegiatan bimbingan tertentu, misalnya orientasi studi, perkenalan dengan cara belajar mandiri, pemabahasan tantangan bagi mahasiswa sebagai manusia pembangun, pertemuan untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan dan hubungan antara jenis kelamin. Dalam mengelola kegiatan-kegiatan itu dapat diikutsertakan sejumlah dosen yang mampu dan berminat. Untuk sejumlah kegiatan lain sebaiknya berpegang pada pola spesialis, seperti wawancara konseling dan tatap muka dengan penasihat akademik untuk membahas perkembangan dalam studi. Dalam kegiatan itu perlu dilibatkan tenaga konselor professional dan beberapa dosen (penasehat akademik). Pola relasi-relasi manusia dapat diterapkan dalam kegiatan seperti pertemuan berkala untuk mendalami komunikasi social dan weekends dalam komunikasi antarpribadi. Jadi terdapat kombinasi antara tiga pola itu, dengan tekanan pada pola generalis supaya terjangkau jumlah mahasiswa yang semaksimal mungkin.

Komponen bimbingan yang diutamakan adalah layanan konseling sepanjang masa studi. Pengumpulan data kerap dikaitkan dengan wawancara konseling, sejauh masalah yang dibicarakan menuntut hal itu, misalnya testing bakat khusus dalam kasus meninjau kembali pilihan program studi, atau testing menjelang pilihan suatu spesialisasi, atau testing kepribadian dalam kasus yang diduga menunjukkan aneka gejala neurotic. Komponen penempatan juga kerap dikaitkan dengan wawancara konseling, sejauh menyangkut penyusunan rencana masa depan, atau diwujudkan dalam pengelolaan berbagai pertemuan kelompok dalam pemantapan perencanaan karier. Komponen pemberian informasi muncul pada waktu-waktu tertentu, misalnya selama pekan orientasi studi atau pada waktu dijadwalkan ceramah umum tentang segi kehidupan. Kesempatan bagi para dosen penasihat akademik untuk berkonsultasi dengan konselor ahli tentang kasus mahasiswa tertentu seharusnya selalu tersedia.

C. Simpulan

Konsep bimbingan konseling SMA diharapkan dapat terlaksan di semua sekolah di Indonesia. Peran serta bimbingan konseling dalam bimbingan akademik, bimbingan karier dan bimbingan pribadisosial baik dengan cara preventif maupun cara kuratif di harapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan membantu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta membangun masyarakat Indonesia yang merupakan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Harapan yang paling utama dengan pelaksanaan konsep bimbingan konseling SMA adalah siswa SMA mampu berperan positif dalam hidup bermasyarakat.

Daftar Pustaka

Ancok, Djamaludin, 2004, Psikologi Terapan, Yogyakarta: Darussalam.

Budiamin, Amin dan Setiawati, 2009, Bimbingan Konseling (Program

Peningkatan Kualifikasi Guru Madrasah dan Guru Pendidikan

Agama Islam pada Sekolah). Jakarta Pusat.

Byrne, R.H., 1977, Guidance: A Behavioral Approach, Printed in the

United States of Amerika.

Faqih, A. R., 2001, Bimbingan dan Konseling Islam, Jogjakarta: UII

Press.

Prayitno dan Amti, E, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,

Jakarta: PT Rineka Cipta.

ARTIKEL 3

PERAN INTERAKSI ORANGTUA PADA KETERAMPILAN SOSIAL

SISWA SEKOLAH DASAR YANG MEMILIKI HAMBATAN ADHD

Tita Rosita1

, Cece Rakhmat 2

, Tjutju Soendari 3

1 IKIP Siliwangi

2 Universitas Pendidikan Indonesia

3 Universitas Pendidikan Indonesia

1

titarosita794@gmail.com,

3

tjutjusoendari56@upi.edu

Abstract

This study aims to analyze the role of parental interaction on the social skills of elementary school

students who have attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Children with attention deficit

hyperactivity disorder (ADHD) Primary school-age often have problems in social interactions with

peers and are faced with peer rejection. The most common approach to social problems in children

is the care of their parents at home. The research method used is qualitative research that is a

literature study (library research). Based on the results of literature studies obtained a picture that

positive parental interactions such as being able to regulate emotions properly in interacting with

children who have ADHD barriers can have an effective impact on children in regulating their

emotions as well. So this can minimize frustration which is an important variable that predicts

disobedience and aggression of children with ADHD peers. Children will also develop a pleasant

attitude towards their social environment, especially with peers.

Keywords: ADHD, Social Skills, Parent Interaction.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran interaksi orang tua pada keterampilan sosial

siswa Sekolah Dasar yang memiliki hambatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). 

Anak-anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) Usia sekolah Dasar sering 

mengalami masalah dalam interaksi sosial dengan teman sebaya dan dihadapkan dengan penolakan 

teman sebaya. 

Pendekatan yang paling umum untuk masalah sosial pada anak-anak adalah 

pengasuhan orangtuanya di rumah. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif 

yang bersifat studi pustaka (library research).

 Berdasarkan hasil studi pustaka diperoleh gambaran 

bahwa interaksi orang tua yang positif seperti mampu meregulasi emosi dengan baik dalam 

berinteraksi dengan anaknya yang memiliki hambatan ADHD dapat berdampak secara efektif pada 

anak dalam mengatur emosinya juga. Sehingga hal ini dapat meminimalisir rasa frustrasi yang

menjadi variabel penting yang memprediksi ketidakpatuhan dan agresi anak ADHD pada teman 

sebaya. 

Anak juga akan mengembangkan sikap yang menyenangkan terhadap lingkungan sosialnya 

terutama dengan teman sebaya.

Kata Kunci: ADHD, Keterampilan Sosial, Interaksi Orang Tua.

PENDAHULUAN

Ketika memasuki pendidikan Sekolah Dasar, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan 

diri dengan lingkungan sekolah dan teman sebaya. Anak akan belajar bagaimana 

berhubungan dengan orang lain, membina hubungan dengan kelompok maupun berusaha 

untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu (Patmonodewo, 2003). 

Diharapkan dengan adanya penyesuaian diri secara sosial, anak akan memperoleh keterampilan sosial di sekolahnya. 

COLLASE

E-ISSN: 2614-4093

P-ISSN: 2614-4085

Menurut Dowd dan Tierney (2005: 1) bahwa keterampilan sosial adalah sarana yang 

memungkinkan berkomunikasi, belajar, mengajukan pertanyaan, meminta bantuan, 

mendapatkan kebutuhan mereka bertemu dengan cara yang sesuai, bergaul dengan orang 

lain, mencari teman dan menjalin hubungan yang sehat, melindungi diri mereka sendiri, 

dan umumnya dapat berinteraksi dengan siapapun dan setiap orang yang mereka temui 

dalam kehidupan mereka.

 Adapun menurut Cartledge dan Milburn (1995: 304) 

mengatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan 

orang lain pada konteks sosial dengan tujuan yang khusus untuk penerimaan sosial. 

Dengan adanya penerimaan sosial maka anak akan mengembangkan sikap yang 

menyenangkan terhadap lingkungan sosialnya terutama dengan teman sebaya.

Pada kasus anak dengan hambatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), 

mereka cenderung mengalami tingkat penolakan teman sebaya yang lebih besar, memiliki 

tingkat keterampilan sosial yang lebih rendah, dan memiliki gangguan kognisi sosial. 

Menurut model defisit keterampilan sosial, seorang anak yang tidak kompeten secara sosial 

tidak memiliki keterampilan yang tepat untuk melakukan tugas sosial yang diberikan 

dengan memadai. Model defisit keterampilan sosial mencakup bagian perilaku 

ketidakmampuan sosial. Namun, ada juga berbagai faktor kognitif dan emosional yang 

menentukan respon sosial (Spence, 2003).

Pendekatan kognitif terhadap ketidakmampuan sosial berfokus pada proses berpikir 

maladaptif dan irasional yang mendasari perilaku sosial yang tidak kompeten.

 Kesalahan 

dalam berbagai fase pemrosesan informasi sosial (misal penyandian isyarat, interpretasi, 

respons dan seleksi, dan evaluasi respons) telah dikaitkan dengan perilaku sosial yang 

tidak kompeten dan tidak pantas (Crick & Dodge, 1994). Dalam DSM IV (APA, 1994), 

masalah-masalah ini ditandai dengan seringnya mengintrupsi percakapan, tidak 

mendengarkan orang lain, memulai percakapan pada waktu yang tidak tepat, dan sering 

mengganggu dengan melucu.

Selain itu berdasarkan beberapa penelitian di antara beragam gejala pada anak dengan 

ADHD yaitu ketidakmampuan sosial yang parah dan kesulitan dalam menjalin hubungan 

teman sebaya (Kolko, Loar, & Sturnick 1990; Landau & Moore, 1991; Pelham & Bender, 

1982; Van der Oord et al., 2005). 

Anak-anak dengan ADHD juga menunjukkan tingkat 

perilaku tidak mengerjakan tugas, mengganggu, berisik dan melanggar aturan (Landau & 

Moore, 1991) membuat mereka rentan terhadap penolakan sosial (Guevremont & Dumas, 

1994). 

Masalah-masalah sosial dapat dilihat sebagai hasil dari kinerja yang tidak memadai 

pada tugas-tugas perkembangan sosial seperti berinteraksi dengan teman sebaya. 

Kinerja 

yang tidak memadai ini dapat dilabeli sebagai "tidak kompeten secara sosial" (Dodge, 

1985; Gresham, 1986). 

Cavell (dalam Cartledge dan Milburn 1995: 4) menyebutkan bahwa kompetensi sosial 

terdiri dari tiga konstruk, yaitu penyesuaian sosial, performansi sosial, dan keterampilan 

sosial. 

Kompetensi sosial itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menjalin 

hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang tidak 

dikenal.

 Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan 

diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. 

Sedangkan performansi sosial adalah tingkah laku seseorang (terutama tingkah laku yang 

dapat mengubah lingkungan) dalam menjalin interaksi dengan orang lain, yang membuahkan suatu hasil dengan baik, seperti kesediaan untuk membantu orang lain, 

meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan dan tidak terikat pada diri sendiri (Hurlock, 

2009: 287).

Adapun Bierman dan Welsh (2000) mengonseptualisasikan kompetensi sosial sebagai 

konstruksi organisasi yang mencerminkan kemampuan anak untuk mengintegrasikan 

keterampilan perilaku, kognitif, dan afektif untuk beradaptasi secara fleksibel terhadap 

situasi sosial yang beragam. 

Orang tua dapat berperan memberikan bantuan untuk perilaku 

sosial adaptif (Barton, Brulle, & Repp, 1986) dan perilaku adaptif yang lebih sosial akan 

memediasi penerimaan teman sebaya. 

Namun demikian jika interaksi orang tua dan anak 

negatif dapat berkontribusi terhadap masalah perilaku anak di sekolah dan dilingkungan 

masyarakat (Anderson, Hinshaw, & Simmel, 1994). 

Interaksi orangtua dan anak adalah proses timbal balik anatara orang tua memengaruhi 

anak-anak mereka dan perilaku anak-anak dapat memengaruhi cara mereka diperlakukan 

oleh orang tua mereka (Maccoby, 2000) dan lebih dari setengah orang dewasa dengan 

ADHD memiliki setidaknya satu anak dengan ADHD (Minde et al., 2003). Dengan 

demikian interaksi orangtua dapat menjadi prediktor keberhasilan dalam mengembangkan 

keterampilan sosial anak dengan anak ADHD. 

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, untuk mengoptimalkan fungsi strategi 

intervensi dalam memfasilitasi anak ADHD dan orang tua perlu adanya kajian sebelumnya 

yang bersifat studi pustaka (library research) terkait dengan peran interaksi orang orangtua 

pada keterampilan sosial siswa ADHD Sekolah Dasar. 

METODE

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka

(library research). Penelitian studi pustaka (library research) merupakan penelitian yang 

menggunkan buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang utama (Hadi, 

1995: 3). Sehingga perlu dilakukan analisis deskriptif.

 Metode analisis deskriptif 

memberikan gambaran dan keterangan yang secara jelas, objektif, sistematis, analitis dan 

kritis. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji sejauh mana peran interaksi 

orangtua pada keterampilan sosial siswa Sekolah Dasar yang memiliki hambatan ADHD.

HASIL DAN DISKUSI

A. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu kondisi yang pervasif, 

kronis dan ditandai oleh tiga pola inti, yaitu gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas 

dan impulsifitas (American Psychiatric Association, 2000). Hiperaktivitas ialah kata yang 

digunakan untuk melukiskan perilaku motorik yang berlebihan. 

Adapun perilaku impulsif 

merupakan perilaku manusia yang tiba-tiba berubah, tiba-tiba di luar rencana, atau sebuah 

sikap yang tidak didukung alasan yang kuat. ADHD adalah gangguan kronis yang 

dikaitkan dengan gangguan fungsi akademik dan sosial, sering bertahan sepanjang masa 

kanak-kanak, remaja, dan dewasa (Barkley, Murphy, & Fischer, 2008). 

Gejala-gejala yang dialami anak dengan ADHD berpotensi untuk menimbulkan masalah 

yang kompleks, baik dari sisi akademik, sosial maupun secara pribadi. Barkley (2006) 

menggambarkan ADHD sebagai hambatan untuk mengatur dan mempertahankan perilaku 

sesuai peraturan dan akibat dari perilaku itu sendiri. Gangguan tersebut berdampak pada 

munculnya masalah untuk menghambat, mengawali, maupun mempertahankan respon 

pada suatu situasi.

 Anak dengan ADHD juga memunculkan perilaku yang bersifat 

mengganggu ketika berinteraksi dengan orang lain, kegagalan dalam melakukan hubungan 

timbal balik dengan orang lain dan adanya tendensi untuk berbuat kerusakan membuat 

anak dengan ADHD ditolak oleh teman-teman sebayanya. Anak dengan ADHD 

menunjukkan masalah psikologis, akademik, emosi dan masalah sosial yang lebih besar 

(Barkley, 1997).

Setiap tipe pada anak ADHD menunjukkan gejala atau karakteristik perilaku masingmasing. Smith & Tyler (2010: 201) mengemukakan tipe anak ADHD yaitu tipe inatensi, 

dan tipe hiperaktif-impulsif. Anak ADHD tipe inatensi yaitu tidak mampu memperhatikan 

atau fokus terhadap sesuatu. Anak seringkali terganggu konsentrasinya dan tidak fokus 

ketika harus mengerjakan tugasnya. Adapun anak ADHD tipe hiperaktif-impulsif biasanya 

tidak mampu untuk bertahan atau berkonsentrasi pada waktu yang lama, serta tidak mampu 

dalam mengendalikan perilakunya sendiri. ADHD tipe hiperaktif-impulsif seringkali 

berlarian pada waktu yang tidak tepat, meninggalkan tugas, tidak bisa tenang ketika duduk 

atau mengikuti kegiatan tertentu, bergerak-gerak ketika duduk, atau meninggalkan tempat 

duduk, memotong pembicaraan atau pertanyaan, serta menolak untuk menunggu 

giliran/antri.

Anak dapat dikategorikan sebagai ADHD tipe inatensi apabila memiliki enam atau lebih 

dari gangguan dan gangguan perilaku paling tidak muncul selama enam bulan. Berikut ini 

gangguan perilaku pada anak ADHD tipe inatensi yang dikemukakan Deborah Deutch 

Smith & Naomi Chowdhuri Tyler (2010: 201): (1) Gagal untuk memperhatikan ke hal-hal 

yang detail dan bertindak sembrono atau membuat kesalahan pada tugas sekolah, 

pekerjaan, atau aktivitas yang lain. (2) Sulit memperhatikan dalam tugas atau kegiatan 

bermain. (3) Terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara secara langsung. (4) 

Tidak dapat mengikuti perintah dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan rumah, 

atau tugas-tugas di tempat kerja, bukan karena perilaku melawan atau gagal dalam 

memahami perintah. (5) Memiliki kesulitan dalam mengatur tugas dan kegiatan. (6) 

Menghindari hal yang tidak disukai atau tugas yang membutuhkan usaha pemikiran ( 

seperti tugas sekolah dan tugas rumah). (7) Kehilangan benda atau barang yang dibutuhkan 

untuk menyelesaikan atau beraktivitas (seperti mainan, pensil, buku, perlengkapan, dan 

lain-lain). (8) Mudah teralihkan oleh lingkungan sekitar. (9) Lupa dengan aktivitas hari.

Adapun anak dapat dikategorikan sebagai ADHD tipe hiperaktif-impulsif apabila memiliki 

enam atau lebih dari gangguan perilaku dan gangguan perilaku paling tidak muncul selama 

enam bulan. Berikut ini gangguan perilaku pada anak ADHD tipe hiperaktif-impulsif yang 

dikemukakan oleh Smith, D. D., & Tyler, N. C. (2010: 201): (1) hiperaktif diantaranya 

yaitu perilaku a) selalu gelisah yang ditunjukkan dengan gerakan-gerakan tangan dan kaki 

atau tidak dapat duduk tenang, b) meninggalkan tempat duduk di kelas, atau dalam situasi 

ia diharuskan untuk duduk, c) sering berlari atau memanjat berkali-kali dalam situasi yang 

tidak sesuai, d) memiliki masalah ketika bermain atau terlibat dalam aktivitas dalam 

kegiatan senggang dan tenang, e) selalu "on the go" dan selalu bergerak, seolah diatur oleh 

motor penggerak, f) sering berbicara berlebihan. (2) impulsif diantaranya yaitu perilaku a) 

sering menjawab sebelum pertanyaan yang diajukan selesai, b) sering sulit menunggu giliran, c) sering menyela dan memaksakan kehendaknya pada orang lain (misal memotong 

pembicaraan orang lain atau permainan).

B. Keterampilan Sosial

Cartledge dan Milburn (1995: 304)

 mengungkapkan bahwa 

keterampilan sosial adalah 

kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial dengan tujuan yang 

khusus untuk penerimaan sosial. Keterampilan sosial adalah kemampuan yang kompleks 

guna mendapatkan positif atau negatif reinforcement dan tidak menampilkan perilaku yang 

menyebabkan hukuman dari orang lain.

Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Cavell (dalam Cartledge 

dan Milburn 1995: 4) menyebutkan bahwa kompetensi sosial terdiri dari tiga konstruk, 

yaitu penyesuaian sosial, performansi sosial, dan keterampilan sosial.

 Kompetensi sosial 

itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan secara diplomatis 

dengan orang lain, baik teman maupun orang yang tidak dikenal. 

Aspek-aspek keterampilan sosial menurut Elksin & Elksin (dalam Adiyanti, 1999: 7) yaitu: 

1) Perilaku interpersonal yaitu perilaku yang menyangkut keterampilan yang 

dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga 

keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan 

bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan 

berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. 

2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri yaitu keterampilan mengatur diri 

sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stres, memahami 

perasaan orang lain, dan mengontrol kemarahan atau sejenisnya. Dengan kemampuan 

ini anak dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan 

dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.

3) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis yaitu perilaku atau 

keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya 

mendengarkan saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah 

dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang 

mengikuti aturan kelas. 

4) Peer Acceptance yaitu perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, 

misalnya memberikan salam, memberi dan menerima informasi, mengajak teman 

terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain. 

5) Keterampilan Komunikasi yaitu salah satu keterampilan yang digunakan untuk 

menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat 

dilihat dari beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsif, 

mempertahankan perhatian dalam pembicaraan, dan memberikan umpan balik terhadap 

kawan bicara.

C. Interaksi Orangtua

Kemampuan interaksi sosial menentukan penerimaan lingkungan,

 sehingga penting bagi 

anak untuk dapat berinteraksi sosial di lingkungan. Kemampuan interaksi sosial di 

lingkungan sekolahnya, diungkapkan dengan bersikap ramah serta santun kepada guru dan 

sesama teman di sekolah. Anak ADHD juga bisa ditingkatkan interaksinya melalui 

hubungan yang positif dengan teman sebayanya yang memainkan peran penting dalam 

pengendalian diri terhadap keinginan untuk melakukan tindakan agresi, rasa memiliki dan 

menerima, moralitas, daya tahan terhadap stress, percaya diri dan kemampuan berinteraksi 

dengan lingkungan sosialnya.

Park, J. L., Hudec, K. L., & Johnston, C. (2017) melakukan meta-analisis untuk 

menyelidiki sejuah mana gejala ADHD dengan interaksi dalam pola asuh orangtua, 

hasilnya menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak ADHD secara signifikan 

terkait dengan gangguan pengasuhan yang keras terhadap anak. Orang tua dari anak-anak 

dengan ADHD rata-rata interaksi lebih negatif dengan anaknya dibandingkan dengan 

orang tua yang anaknya tanpa ADHD (Johnston & Mash, 2001).

Hal ini dikuatkan juga dengan penelitian Keown, L. J. (2012) yang melakukan penelitian 

longitudinal selama 3 tahun dan menyelidiki prediktor pengasuhan ibu dan ayah dari anak 

dengan hambatan ADHD, dengan sampel 93 anak laki-laki usia sekolah. Interkasi ayah dan 

ibu diamati dengan putra-putra mereka, kemudian guru, ayah, dan ibu melaporkan gejala 

anak-anak dengan gangguan ADHD. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa kurangnya 

sensitivitas dan kehangatan ayah, serta kepekaan ibu yang lebih sedikit menjadi prediksi 

perilaku ADHD di sekolah.

 Dengan demikian Orang tua dari anak-anak dengan ADHD 

lebih cenderung menunjukkan perilaku negatif terhadap anak-anak mereka. 

Sehingga anakanak dengan ADHD menunjukkan perilaku sosial yang lebih negatif di sekolah.

Dalam analisis perkembangan yang di kemukakan oleh Reid, Patterson, dan Snyder (2002) 

menunjukkan bahwa interaksi orang tua dengan anak-anak yang memiliki masalah perilaku 

dapat menyebabkan stres dan memberikan kontribusi pada pengembangan masalah 

perilaku yang lebih parah pada anak-anak seperti ketidakpatuhan dan agresi. Interaksi 

ditandai oleh siklus negatif pada saat permintaan orang tua pada anaknya untuk patuh, 

namun anak menolak untuk patuh, sehingga menyebabkan orangtua tidak dapat 

mengendalikan apapun yang terjadi pada anak.

 Orang tua dan anak secara negatif 

memperkuat satu sama lain meningkatkan keparahan perilaku masalah anak.

Melalui banyak interaksi yang saling bertentangan, orang tua dan anak-anak mungkin 

marah atau tertekan, memandang yang lain dengan sengaja membuat suatu tujuan frustasi, 

dan menunjukkan perilaku negatif yang ekstrem atau emosi yang berusaha mengendalikan 

yang lain (Granic, 2000).

 Regulasi emosional anak-anak dengan ADHD selama interaksi 

dengan orangtua menjadikannya frustrasi dan hal ini menjadi variabel penting yang 

memprediksi ketidakpatuhan anak dan hubungan teman sebaya (Melnick & Hinshaw, 

2000).

Perkembangan regulasi emosi bertepatan dengan kematangan sistem kognitif dan 

neurologis, orang tua memainkan peran penting dalam mendorong kapasitas anak-anak 

mereka untuk secara efektif mengatur emosi (Chaplin, Cole, & Zahn-Waxler, 2005; Mullin 

& Hinshaw, 2007). Regulasi emosi mulai berkembang pada masa bayi melalui perilaku 

orang tua yang terkoordinasi dalam menanggapi isyarat anak (Tronick, 1989). Ketika anakanak tumbuh, orang tua terus memberikan pengaruh pada pemahaman, ekspresi, dan 

regulasi emosi anak mereka melalui tiga jalur utama yaitu: (a) tanggapan orang tua 

terhadap emosi anak, (b) diskusi orang tua tentang emosi anak, dan (c) ekspresi emosi 

 orang tua sendiri (Eisenberg, Cumberland, & Spinrad, 1998). 

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari kajian berbagai literatur di atas, bahwa salah satu gangguan 

yang paling umum pada masa anak-kana yaitu gangguan ADHD. Pada kasus anak dengan 

hambatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), mereka cenderung mengalami 

tingkat penolakan teman sebaya yang lebih besar, memiliki tingkat dan keterampilan sosial 

yang lebih rendah. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan 

orang lain pada konteks sosial dengan tujuan yang khusus untuk penerimaan sosial.

Keterampilan sosial bukan merupakan bawaan sejak lahir, namun merupakan sebuah 

proses latihan yang di peroleh anak yang salah satunya pada saat berinteraksi dengan 

orangtuanya di rumah.

Orangtua yang memiliki regulasi emosi yang baik, memberikan kesempatan pada anak 

untuk berinteraksi secara positif dengan orangtuanya. Hal ini berdampak pada anak yang 

memiliki hambatan ADHD dalam mengadopsi perilaku yang sesuai untuk dirinya dalam 

bersosialisasi di sekolah dengan teman sebayanya. Interaksi positif orangtua dan anak 

ADHD di usia sekolah Dasar juga dapat memainkan peran penting dalam pengendalian diri 

terhadap keinginan untuk melakukan tindakan agresi, rasa memiliki dan menerima, 

moralitas, daya tahan terhadap stress, percaya diri dan kemampuan berinteraksi dengan 

lingkungan sosialnya.

Saran pada penelitian selanjutnya adalah mengembangkan program intervensi dalam 

penanganan anak dengan hambatan ADHD usia Sekolah Dasar. Sehingga bisa di 

sosialisasikan pada orangtua dan guru yang belum memahami dalam meminimalisir 

perilaku anak ADHD dan upaya intervensi tersebut juga dapat memberikan damapak pada 

optimalisasi proses belajarnya di sekolah.

REFERENSI

Adiyanti, M. G. (1999). 

Skala Keterampilan Sosial.

 Laporan penelitian.

American Psychiatric

 Association. (2000).

 Diagnostic criteria from dsM-iV-tr. American 

Psychiatric Pub.

Anderson, C. A., Hinshaw, S. P., & Simmel, C. (1994). Mother-child interactions in 

ADHD and comparison boys: Relationships with overt and covert externalizing 

behavior. Journal of abnormal child psychology, 22(2), 247-265.

Barkley, R. A. (1997). ADHD And The Nature Of Self-Control. Guilford Press.

Barkley, R. A. (2006). Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Guilford Publications.

Barkley, R. A., Murphy, K. R., & Fischer, M. (2010). ADHD in adults: What the science 

says. Guilford Press.

Bierman, K. L., & Welsh, J. A. (2000). 

Assessing social dysfunction: 

The contributions of 

laboratory and performance-based measures.

 Journal of Clinical Child Psychology, 29(4), 526-539.                                                                                                                                                                                                                  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun