"Kakakmu ini sebenarnya pintar berdandan dan memilih pakaian, tetapi entah mengapa atau ada sesuatu yang membuatnya menghindari seperti apa yang kita harapkan selama ini," jelas Ibu kepada pangeran Aliuddin.
      "Kak Binar lebih memilih hidup sederhana," pangeran menganalisa sikap kakaknya.
      "Hmmh, usiamu semakin dewasa. Suatu saat nanti, kau akan bersuami. Kamu diwajibkan untuk bisa menyenangkan suami. Maka, kamu harus sedikit berubah dan coba lebih memikirkan dirimu sendiri," sambung Ibu lagi untuk menghilangkan ganjalan yang ada di hatinya.
      "Pakaian yang indah ini harus kita beritahukan karya siapa ini. Kakak bisa menjadi puteri yang sukses dan memiliki banyak karya," lanjut pangeran Aliuddin bersemangat. "Kata ibunda Ratu, Kakak harus memiliki banyak orang untuk membantu agar karya kakak bisa cepat dihasilkan dan dalam jumlah banyak," pangeran Ali berapi-api. "Jangan-jangan kakak tidak mau berdandan, karena takut banyak orang akan menaksir Kakak."
      Puteri Binar yang cantik jelita ini mengangguk, di benaknya dia teringat mengenai cincin pemberian temannya. "Puteri tenang saja. Kita akan cari lelaki yang selama ini selalu menemani pikiran Kakak. Ayahanda dan Ibundaku akan membantu. Ibunda Ratu menanyakan apakah kakak sudah menyiapkan pakaian untuk acara pengangkatan prajurit baru?" tanya adik puteri dengan lembut.
      "Sudah. Sudah dari kemarin. kalau begitu dengan senang hati aku akan berubah. Aku pun yakin kalian pasti bisa mencari lelaki idamanku."
""""
      "Waah, puteri cantik sekali. Puteri Sumatera yang sangat cantik. Tanpa memakai perhiasan dan dandanan, puteri sudah cantik. Apalagi sekarang. Sempurna," ayah puteri memuji sang anak. "Oops, tunggu dulu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Itu kata putri kita, abangda," Ibu menanggapi. Puteri Binar Cahaya Mentari mengangguk.
      "Ada seorang puteri dari orang kebanyakkan, yang sangat cantik. Pakaiannya menutup tubuhnya. Pakaian berwarna kuning keemasan. Warna kebanggaan kerajaan Melayu," seorang pujangga nan mansyur mengambarkan kebanggaan Melayu ini. "Bunga yang menarik hati menghiasi kupingnya yang indah. Kerabu dan rantai dan gelang yang indah dipakainya. Tidak terlalu banyak perhiasan, tetapi sangat menawan. Mahkota kecil yang sangat indah dan rambut yang disanggul rapi. Ada selendang yang menutupi rambutnya, serta kain songket yang sangat indah," tutup pujangga.
      Ibunda Binar merasa sedikit senang, karena melihat cahaya kebahagiaan di raut wajah putrinya, yang telah menjadi puteri angkat raja. Ibunda masih ingat masa-masa Binar murung. Waktu itu puteri kembali menjahit. Puteri menangis. Entah mengapa puteri selalu terbayang dengan lelaki si pemberi cincin, bahkan ketika dia belum tumbuh besar. Puteri mempunyai pengalaman di mana dia diberi cincin. Maka, sejak kecil puteri selalu memberi. Puteri sangat dermawan. Puteri selalu berusaha memberi kepada orang lain.
      Waktu kecil putri memberikan boneka kepada adiknya. Puteri juga memberi uangnya kepada adiknya, meskipun adiknya seorang putra mahkota. Puteri selalu tersenyum dan tidak pernah bermuka masam, jika tertawa dia tidak mau terbahak-bahak. Hal ini dilakukan bukan hanya karena tata krama kerajaan untuk menjaga kepribadian, tetapi karena tidak enak dilihat orang.