Perkataan itu membuat Laras merasa dihargai namun juga sedikit canggung. Ia tak terbiasa menerima pujian apalagi dari seseorang seperti Pak Dani yang selalu terlihat tegas dan profesional di lingkungan kantor kecamatan. "Terima kasih, Pak Dani. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik," jawab Laras dengan tulus.
Pak Dani mengangguk sambil memperhatikan raut wajah Laras yang terlihat lelah namun bahagia. "Begini Bu Laras, kalau tidak keberatan, izinkan saya mengantar Ibu pulang hari ini. Saya melihat Ibu sering berjalan kaki apalagi dengan cuaca yang sering tak menentu."
Awalnya Laras ingin menolak karena merasa tak enak, namun setelah melihat ketulusan Pak Dani, akhirnya ia mengangguk. "Baiklah, Pak Dani. Terima kasih atas perhatiannya."
Di perjalanan pulang, Pak Dani tak hanya bicara tentang tugas-tugas kantor kecamatan, tetapi juga menanyakan pandangan Laras tentang pendidikan dan kehidupan anak-anak desa. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian, menyerap setiap kata yang Laras sampaikan tentang impian dan harapannya untuk siswa-siswa di desa ini. Tak jarang, ia memberikan ide dan saran yang mungkin bisa membantu Laras dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar.
Setibanya di rumah, Laras merasa lebih dari sekadar diantar pulang, ia merasa dihargai dan didukung. Pak Dani tak sekadar menunjukkan perhatian tetapi juga membuka matanya tentang kemungkinan-kemungkinan lain untuk membantu para siswa.
"Terima kasih banyak, Pak Dani, sudah repot mengantar saya," ucap Laras sebelum masuk ke rumahnya.
"Sama-sama, Bu Laras. Jika ada apa-apa atau jika Ibu butuh bantuan dalam kegiatan di sekolah, jangan sungkan untuk menghubungi saya," kata Pak Dani dengan senyum hangat sebelum melambaikan tangan dan pergi.
Malam itu Laras merenung. Kehadiran Pak Dani membuatnya merasa lebih diperhatikan. Meski mereka hanya berbincang sejenak, Laras mulai menyadari bahwa di desa ini ada orang lain yang menghargai usahanya, juga ingin melihat kemajuan dan kesejahteraan anak-anak desa. Dengan semangat baru, ia pun memantapkan niatnya untuk terus memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa dan masyarakat di sekitarnya.
Setelah beberapa kali berjumpa di sekolah, Pak Dani akhirnya memberanikan diri meminta nomor kontak Laras. Awalnya Laras ragu-ragu, namun akhirnya ia memberikan nomor tersebut, menganggapnya sebagai bentuk komunikasi profesional demi kegiatan sekolah atau urusan desa. Namun seiring waktu, pesan-pesan dari Pak Dani mulai lebih akrab. Meskipun masih sopan, nada percakapannya lebih hangat dan terasa lebih dekat.
Malam Minggu Pak Dani tiba-tiba menghubungi Laras, menanyakan apakah ia boleh datang berkunjung ke rumah untuk bersilaturahmi dengan keluarganya. Laras terkejut namun karena ia tahu Pak Dani sosok yang ramah dan dihormati di desanya, ia menyetujui undangan tersebut. Tak lama kemudian, Pak Dani datang membawa bingkisan buah-buahan dan kue.
Kedatangan Pak Dani disambut oleh Bapak dan Ibu Laras serta adiknya, yang masih duduk di bangku SMP. Suasana awalnya sedikit canggung namun Pak Dani dengan kepribadiannya yang hangat, segera mencairkan suasana. Ia berbincang akrab dengan Bapak Laras, membahas kegiatan desa, hingga harapan-harapan tentang pendidikan dan pengembangan potensi anak-anak muda di desa.