Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Percik Rindu di Tengah Hujan Senja

23 November 2024   19:32 Diperbarui: 23 November 2024   22:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Hujan Senja (Sumber Buatan AI)

Ibu tersenyum kecil namun matanya penuh perhatian. "Pak Dani? Lelaki itu yang sering ke rumah waktu dulu menyerahkan program desa itu?" Laras mengangguk. "Iya, Bu. Dia orang baik, profesional, dan saya merasa dia tulus. Tapi saya juga tahu, keputusan ini tidak hanya tentang saya. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, terutama lingkungan kerja."

Ayah menatap Laras dengan bijak. "Nak, selama hidup ini, keputusan besar tidak pernah datang tanpa tantangan. Kalau kamu merasa Pak Dani adalah orang yang tepat, Ayah dan Ibu akan mendukungmu. Tapi pastikan kamu benar-benar yakin karena ini bukan hal yang bisa kamu jalani setengah hati."

Laras merasa lega mendengar kata-kata itu. Ibu menimpali, "Ibu setuju dengan Ayah. Yang penting, kamu merasa bahagia dan dia bisa membuatmu lebih baik bukan hanya sebagai guru tapi juga sebagai pribadi."

Malam itu Laras tidur dengan hati yang lebih tenang, meski pikirannya masih dipenuhi berbagai kemungkinan.

Hari-hari berlalu, Pak Dani tidak pernah berhenti menunjukkan keseriusannya. Ia tetap menjaga komunikasi dengan Laras bahkan mulai membangun hubungan baik dengan keluarga Laras. Hingga suatu sore, saat langit mulai redup dengan warna jingga, Pak Dani datang ke rumah Laras bersama kedua orang tuanya. Ia membawa sebuah kotak berwarna merah marun yang tertutup kain beludru. Laras yang tengah membantu Ibu di dapur, terkejut saat mendengar suara Ayah menyambut tamu.

"Laras, sini sebentar," panggil Ayah dari ruang tamu. Laras melangkah keluar, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Di ruang tamu, Pak Dani berdiri bersama kedua orang tuanya. Wajahnya tampak tegas namun ada gurat gugup yang tak bisa disembunyikan.

"Laras," ucap Pak Dani sambil menatapnya penuh keyakinan. "Saya datang ke sini untuk meminta izin kepada Ayah dan Ibu, serta kamu, untuk melamar kamu. Saya ingin kita melangkah ke jenjang yang lebih serius. Saya tahu ini bukan keputusan mudah tapi saya berjanji akan selalu berusaha menjadi pendamping yang baik untukmu."

Ruangan itu sunyi sejenak, hingga Ibunda Laras memecah keheningan dengan senyum. "Pak Dani, keluarga kami menghormati niat baik Bapak. Keputusan ini ada di tangan Laras, tapi kami mendukung apa pun yang terbaik untuknya."

Laras merasa seluruh dunia seakan terhenti sejenak. Ia menatap Pak Dani lalu beralih ke orang tuanya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa lelaki ini adalah sosok yang bisa ia percaya. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan sambil berkata, "Pak Dani, saya menerima niat baik Bapak."

Senyum bahagia terpancar dari wajah Pak Dani, diikuti tepuk tangan kecil dari kedua orang tua mereka. Hari itu menjadi awal dari perjalanan baru bagi Laras dan Dani yang dimulai dengan tekad, doa, dan cinta yang tumbuh di antara mereka.

Hari yang dinanti tiba. Rumah Laras yang biasanya tenang kini penuh dengan suasana khas persiapan pernikahan adat Jawa. Sejak pagi, para tetangga bergotong royong membantu keluarga Laras dalam tradisi rewangan. Beberapa ibu memasak di dapur besar, menyiapkan hidangan khas seperti gudeg, opor ayam, dan aneka jajanan pasar. Di halaman, kaum pria sibuk mendirikan tenda dan merapikan dekorasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun