Laras menjalani kesehariannya dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyesali keputusannya tetapi ada momen-momen ia merindukan percakapan hangat dengan Pak Dani. Ia tahu menjaga jarak adalah hal yang benar untuk dilakukan meski hatinya berbisik sebaliknya.
Saat pagi yang cerah Laras menatap langit sambil berbisik pada dirinya sendiri, "Mungkin ini jalan terbaik. Jika memang ada niat baik di antara kami, Allah pasti akan menunjukkan caranya."
Hari demi hari berlalu namun perasaan Pak Dani terhadap Laras tidak berubah. Ia menyadari bahwa menjaga jarak seperti yang diminta Laras hanya membuat hatinya semakin yakin akan perasaannya. Dalam setiap langkahnya, ia merasa bahwa Laras adalah seseorang yang pantas diperjuangkan.
Pak Dani memutuskan untuk berbicara langsung dengan Ibu Hany meskipun ia tahu percakapan itu tidak akan mudah. Suatu sore ketika pekerjaan di kantor kecamatan selesai, ia mendekati meja kerja Ibu Hany. "Ibu Hany, bolehkah kita bicara sebentar? Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan," ujar Pak Dani dengan nada serius.
Ibu Hany yang sedang merapikan berkas-berkasnya, menatap Pak Dani dengan ragu. Namun ia mengangguk dan mengikuti Pak Dani ke ruang rapat kecil di kantor.
"Begini, Bu Hany. Saya ingin berbicara tentang pesan yang Ibu kirimkan kepada Bu Laras beberapa waktu lalu. Saya tahu Ibu memiliki niat baik tapi saya rasa perlu ada kejelasan di sini."
Ibu Hany terdiam sejenak sebelum berkata, "Apa maksud Pak Dani? Saya hanya ingin mengingatkan agar hubungan kerja tetap profesional." Pak Dani menghela napas. "Saya menghargai perhatian Ibu. Tapi saya ingin Ibu tahu bahwa saya menyukai Bu Laras. Perasaan ini bukan sesuatu yang muncul begitu saja. Saya melihat kepribadiannya, dedikasinya, dan cara dia memperhatikan sekitarnya. Saya ingin memperjuangkan hubungan ini dengan cara yang baik."
Wajah Ibu Hany berubah. Ia mencoba tersenyum tetapi jelas terlihat ada luka di matanya. "Jadi, selama ini... Bapak dan Bu Laras memang dekat?"
"Kami hanya sebatas rekan kerja dan saling menghormati," jawab Pak Dani tegas. "Tapi saya ingin melangkah lebih jauh dengan Bu Laras jika dia juga menginginkannya. Dan saya ingin melakukannya tanpa menyakiti atau merugikan siapa pun, termasuk Ibu."
Ibu Hany terdiam cukup lama. Akhirnya dengan suara lirih, ia berkata, "Kalau begitu, saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Bapak. Mungkin saya salah mengartikan semuanya." Pak Dani mengangguk dengan tulus. "Terima kasih, Bu Hany. Saya harap kita tetap bisa bekerja sama dengan baik."
Keesokan harinya Pak Dani memberanikan diri untuk berbicara dengan Laras. Ia menunggu Laras selesai mengajar dan mendekatinya saat suasana sekolah sudah sepi.