"Aku hanya tak punya hasrat malam ini. Mengertilah Ning," kata Solikhin membalikkan tubuhnya.
Ia menatap Haning lekat-lekat. Solikhin sungguh menyimpan bara kepada istrinya itu. Hanya saja ia belum mampu meledakkannya. Entah kapan. Ia akan memberikan itu untuk kejutan.
***
Semburat cahaya menyibak dedaunan yang bergoyang tersapu angin. Jauh dari pandangan burung nuri yang asyik berkicau, sedang bergeliat membolak-balikkan tubuhnya. Bersiap mengarungi hari ini. Haning memicingkan matanya. Ia berasa asing. Biasanya jendela kamar sudah terbuka bila ia terlambat bangun. Hari ini ia libur kerja. Mulutnya masih menguap. Ia menggerakkan ekor matanya melihat secarik kertas di atas meja.
Pagi bidadari,
Hari yang indah untukmu menyambut dunia
Haning tersenyum.
"Mas Solikhin," ucapnya sambil mendekap erat kertas itu.
Di tempat lain, Solikhin bekerja dengan hati senang. Tapi juga harap-harap cemas. Ia berharap Haning akan membaca kertas yang ia letakkan di atas meja. Suasana pagi masih menebarkan semangat pada siapa saja yang menyambutnya. Solikhin pun demikian. Langkahnya mantap menuju tempat kerja. Tiba-tiba....
Tuutttt tutttt tuutttt, handphone bututnya berbunyi.
Sms dari Haning.