Aku masih bisa menangkap ucapannya. Menyebut namaku.
“Mbok...,” bisikku.
Aku ketakutan! Darah di sekujur tubuhku! Tanpa nyeri. Tanpa rasa. Hanya dingin yang membekukan. Makin terasa ketika angin malam kembali berhembus. Membuatku menggigil hebat.
Aku berdiri dan seketika Mbok Minah berlari ke dalam rumah. Terseok langkahku ketika menyusulnya. Berharap ia menolongku menghentikan tetesan-tetesan darah yang terus keluar. Menghamburkan aroma anyir di udara.
Buk!
Sebuah pukulan menghantam bahuku begitu aku mencapai pintu.
“Kau titisan setan!”
Buk!
Sebuah lagi pukulan menghantam punggungku. Aku terjatuh. Tapi dengan ekor mataku masih bisa kulihat tangan Mbok Minah memegang sebatang kayu panjang, pengganjal pintu rumahnya.
Buk!
Sebuah pukulan kembali menghantam punggungku. Lalu lagi dan lagi. Diiringi teriakan-teriakan kalap Mbok Minah. Otakku memerintahkan aku untuk berteriak, bergerak, beringsut, menghindar. Tapi tampaknya jalur dari otak ke seluruh syaraf di sekujur tubuhku sudah terputus. Aku hanya mampu terdiam. Membiarkan punggungku jadi sasaran pukulan Mbok Minah. Sakitnya luar biasa.