Dengan alas kain lap yang tebal, saya pun memegang dan mengangkat kedua telinga panci berisi air mendidih itu. Agak kesulitan, karena ukuran panci cukup besar dan uap air mendidih itu seperti ikut membakar wajah saya.
Tisa sudah siap di sisi baskom sagu dengan spatula kayu yang besar.
“Oke, Do. Tuang airnya pelan-pelan.”
Saya pun mulai memiringkan mulut panci.
“Okeh, terus… terus…”
Rendaman sagu yang terkena air panas pun mulai menggumpal pertanda sagunya mulai masak. Tisa mengaduk untuk memastikan proses memasak sagunya lebih merata.
“Stop dulu, Do.”
Aku berhenti.
Tisa terus mengaduk sambil sesekali mengangkat tinggi-tinggi adukannya dan membiarkan gumpalan sagu berjatuhan untuk melihat tekstur sagunya.
“Airnya dikit lagi.”
Saya menuang kembali air dari panci.