“Tidak mau dijawab sekarang juga tidak masalah, Tis. Yang penting jangan kelamaan saya digantung…”
“Saya hanya sedikit dilema nih, Do.”
“Dilema bagaimana?” saya mulai khawatir.
“Saya mau pilih kalung tapi… saya juga suka sama coklatnya. Gimana dong?”
Senyum di bibir saya mengembang.
“Jadi artinya…?”
Tisa mengangguk.
“Saya juga sayang sama kamu. Dan iya… saya mau jadi pacar kamu.”
Lalu saya membuat dapur Tisa serasa pecah oleh teriakan bahagia. Tisa ikut tertawa dengan wajah tersipu-sipu.
“Pembicaraan keluarga sudah kelar nih?”
Perhatian kami teralihr ke Febri yang rupanya sejak tadi berdiri di ambang pintu dapur.