Mengapa harus pasrah pada waktu? Bukankah sekarang atau sore nanti, atau malam nanti, sama saja. Toh, jawaban dari cewek yang berhasil mencuri hati ini tidak akan dipengaruhi sudut kemiringan matahari jika dia memang tulus.
“Tis, saya sayang sama kamu…” kalimat itu pun mengalir dari dalam mulut yang butuh air secepatnya gara-gara menahas pedas tanpa bisa direm lagi.
“Biar bisa makan Kapurung tiap hari, ya,” Tisa terkekeh.
Saya mengesampingkan mangkuk kapurung yang sudah tandas setengahnya. Seketika itu rasa pedas seperti pergi menghilang.
“Saya serius, Tis. Saya sudah lama jatuh cinta sama kamu.”
Tisa terdiam. Dia bahkan lupa mengunyah potongan sayur yang baru-baru masuk ke mulutnya.
“Mau gak kamu jadi kekasih saya?”
Tisa masih terdiam. Dia seperti tidak percaya.
Saya pun mengeluarkan sesuatu dari saku jaket yang tersampir di kursi. Sebuah coklat batangan. Lalu saya mengeluarkan kalung dari leher saya. Kalung dengan hiasan besi putih dengan hiasan ukiran nama saya. Kedua benda itu saya letakkan di depan Tisa. Mungkin kedua benda itu bisa lebih membantu.
“Kalau kamu mau, tolong kembalikan cokelatnya. Kalau tidak mau, tolong kembalikan kalungnya, dan kita tetap berteman seperti biasa. Bagaimana?”
Perlahan-lahan kesadaran Tisa kembali, terlihat dari gerakan gerahamnya. Tapi dia belum kunjung memberikan respon.