Tisa memindahkan kacang yang sudah disangrai ke piring keramik lebar. Lalu meletakkannya di atas meja makan di depanku. Kacang itu sudah bersih dari kulit arinya. Sepertinya sudah dibuang sebelum disangrai.
"Tolong kacangnya ditumbuk halus. Pakai itu." Jemari Tisa diarahkan ke cobekan kayu di atas meja.
"Siap, Kumendan."
"Jangan diabisin ya kacangnya ya," Tisa tertawa lagi.
“Beres.”
Setelah itu Tisa mengangkat panci berisi ikan masak, lalu menggantinya dengan panci lain berisi air. Kelihatannya saat sudah mendidih, air itu yang akan digunakan untuk membuat bola-bola sagunya. Tisa memindahkan ikan-ikan bandeng yang sudah masak dari dalam panci ke piring, lalu menuang kuah ikan itu pada wadah khusus. Ikan bandengnya lalu disuir-suir menggunakan garpu.
Sementara itu, saya meletakkan cobekan di atas lantai lalu mulai menumbuk kacang sedikit demi sedikit. Suara tumbukan terdengar berirama. Happ…! Satu butir kacang masuk ke rongga mulut. Febri yang melihat tersenyum geli. Saya memberi isyarat dengan memasang telunjuk di depan bibir.
“Perhatikan, ya Feb,” ucap Tisa tanpa menoleh. “Takutnya lebih banyak yang diembat dibanding yang ditumbuk.”
Saya sedikit terkejut. Ternyata Tisa juga melihat tadi. Febri tertawa.
“Oh, iya. Feb, kayaknya terasi buat bahan sambal habis deh. Tolong beli di warung depan ya. Uangnya ambil saja di saku celana jeans saya di belakang pintu.”
“Oke deh, Kak. Ada yang lain lagi?”