“Luar kota?”
“Iya, entah kenapa aku lagi pengen meninggalkan hiruk pikuk Jakarta. Mungkin lagi butuh refreshing aja…,”
Saat itu Rhein menatapku lekat-lekat.
“Kenapa Gie? Sepertinya kamu lagi kurang sehat. Ada masalah ya?”
“Ah, enggak kok. Aku kangen sama roti isi buatan kamu, Rhein…,”
Rheing tersenyum. “Siap, cintaku…,” lalu buru-buru menghilang ke arah dapur.
Aku harus menelepon seseorang. James. Tapi keburu smartphone-ku berbunyi nyaring. Ah, James yang memanggil. Jantungku berdetak kencang lagi.
“Nugie, Anna tidak ada di rumah pagi ini. Kamu dimana Nugie? Apa sudah tersambung dengan Rhein?”
“Ya, aku bersama Rhein saat ini,” jawabku datar tapi sejatinya dadaku sedang bergejolak kencang.
Aku mencoba saran James untuk memeriksa tas Rhein. Sesuatu yang aku anggap tabu untuk kulakukan selama ini, kendati kami sudah berbulan-bulan menjadi sepasang kekasih. Kebetulan saat itu Rhein sedang sibuk di dapur.
Sisir, power bank, kuas, bedak, kabel data, beberapa lembar rupiah, syal. Tidak ada yang mencurigakan. Upss..!! aku tidak meletakkan kembali tas Rhein dengan seksama sehingga tasnya jatuh ke atas karpet. Untunglah tidak menimbulkan suara gaduh. Aku pun memunguti satu per satu perkakas Rhein hati-hati.