Saat itu aku melihat ujung sebuah buku tebal tersingkap dari salah satu laci tas. Perlahan aku mengeluarkan buku itu. Sebuah novel bercover hitam pekat, pemandangan tentang bulan mati dan kerlap-kerlip lampu kota yang diambil dari sisi sebuah balkon.
Ini novel Leo.
Aku membuka halaman pertama dan menemukan tulisan serta tanda tangan asli Leo disitu. Kata-katanya begitu menohok jantungku,
“to my beloved one,… Anna.”
Tidak mungkin! Jadi Rhein benar-benar Anna?!
Tanpa menunggu roti isi disajikan lagi, aku meninggalkan apartemen Rhein alias Anna. Sejak hari itu aku selalu dihantui perasaan bersalah yang besar. Apa aku mengkhianati Leo? Atau Anna yang sedang mengkhianati kami?
Saat direksi perusahaan memutuskan akan mengirim orang ke London untuk belajar inovasi produk dan pengembangan usaha, aku secepatnya mengajukan diri. Aku harus pergi. Siapa tahu keputusan ini bisa membantuku melupakan Rhein. Rhein alias Anna juga harus bisa melupakanku. Aku pun memutuskan semua contact, mengganti nomor telepon dan membekukan akun sosial mediaku. Aku harus benar-benar terputus dengan masa lalu.
Sebelum meninggalkan Jakarta, aku meminta James mengusahakan yang terbaik untuk Anna dengan skill yang dimilikinya. Kendati saat ini dia pun sedang terpukul dengan kematian saudaranya.
*****
Grandi Navi Veloci.
Karyawan baru yang gemilang itu bisa dibilang menjadi satu-satunya orang yang menghubungkan aku dengan suasana kantor yang aku rindukan. Karyawan yang berkejaran dengan waktu sebelum menempelkan jempol di fingerprint, bos HRD yang di-bully diam-diam, para nominee employee of the month yang suka absurd dan suasana kantor lainnya. Kami menjadi akrab beberapa waktu sebelum aku beranjak ke London. Ran juga tahu perihal kekasihku Rhein, dan entah bagaimana mereka bertemu, Ran juga menjadi akrab dengan Rhein. Kadang-kadang dia melaporkan bagaimana keadaan Rhein setelah aku tinggalkan. Diam-diam rasa rindu terbersit setiap kali Ran bercerita tentang Rhein. Aku rasa dia juga sebenarnya suka pada gadis itu. Cepat atau lambat aku harus memberitahukan kebenaran tentang Rhein padanya.
Tapi rupanya kabar yang aku khawatirkan lebih dulu datangnya. Ran mengatakan Rhein menjadi aneh. Dia tiba-tiba suka histeris, serta menyebut nama orang-orang yang tidak dikenalnya sebelumnya. Ran memutuskan membawa Rhein ke rumah sakit jiwa. Dia pun didiagnosa mengidap MPD, dan segera mendapat penanganan.