Mohon tunggu...
Aditya Permadi
Aditya Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Puisi, Skenario Film, dan Pencari Kerja

Maksimalkan potensi diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lorina (Ki Gapes's Failed Mission)

6 Juli 2020   14:07 Diperbarui: 6 Juli 2020   14:00 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lorina, sebuah desa dengan bentang alam yang beragam. Di sebelah selatan desa ini merupakan laut dengan gulungan ombaknya yang besar sebagaimana ciri khas pantai selatan. 

Di timur dan barat desa ini dibatasi oleh sungai-sungai besar dengan airnya yang jernih mengalir menuju ke laut. Sedangkan di sebelah utara desa ini terhampar areal persawahan yang cukup luas, dan berujung pada sebuah gunung yang menjulang lumayan tinggi, dengan lerengnya yang di tumbuhi beberapa jenis tanaman.

Bagi orang-orang konservatif, desa Lorina merupakan tempat tinggal impian. Tapi sayangnya, desa ini seakan terisolasi. Bayangkan saja! Jarak dengan perkampungan lain di desa terdekatnya saja hampir 10km, dengan kondisi jalan aspal yang rusak parah. 

Tapi bagi warga di desa Lorina, hal ini tidak menjadi masalah, karena mereka merasa sudah bisa mencukupi kebutuhan dasar mereka sehari-hari dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada di daerah mereka sendiri. 

Mereka tidak terlalu bergantung pada daerah lain, melainkan hanya sesekali. Itu pun hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan semacam kebutuhan sekunder dan tersier, yang biasanya hanya dipenuhi oleh golongan orang-orang konservatif materialis. Sedangkan bagi golongan konservatif idealis, kebutuhan kedua jenis ini hampir sama sekali tidak diindahkan.

*

Alunan gemuruh ombak yang tersorot cahaya jingga dari mentari yang sedang terbenam, untuk beberapa saat kurang terdengar merdu. Memang hampir setiap hari alunan merdu itu selalu terganggu untuk beberapa saat, di saat ketika Ki Gapes sedang menarik rolling door untuk menutup kios baksonya.

Ki Gapes, warga sekitar memanggilnya seperti itu. Seorang lelaki yang sebentar lagi memasuki usia lansia, seorang yang bisa dimasukkan ke dalam golongan konservatif materialis. Seorang pedagang bakso tunggal yang memonopoli bisnis bakso di desa Lorina. 

Sebenarnya, pernah ada beberapa kali orang lain yang mencoba berjualan bakso. Tapi entah kenapa, mereka tidak bisa bertahan lama seperti Ki Gapes ketika mencoba peruntungannya dalam berjualan bakso. Ki Gapes lebih ingin dipanggil dengan sebutan juragan bakso dibandingkan pedagang bakso.

Sudah beberapa hari ini Ki Gapes terlihat kurang ceria ketika menutup rolling door kios baksonya. Biasanya dia selalu tertawa ataupun terlihat cekikikan dengan mulutnya yang bersenandung menyanyikan lagu kesukaannya.

"Tuh liat Bun! Hampir -nya jualan kita gak habis lagi", ucap Ki Gapes pada istrinya.

Istrinya yang sedang duduk di samping seorang pemuda yang merupakan anak semata wayang mereka menimpali keluhan suaminya, "udah beberapa hari ini jualan bakso kita gak habis, Yah".

"Ini tuh pasti gara-gara tukang seblak, batagor, siomay, sama tukang jajanan lainnya", ucap Ki Gapes kesal sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Iya bener, Yah. Kemarin aja Asep liat ada anak-anak yang tadinya mau beli bakso malah gak jadi pas liat ada tukang batagor yang lagi dorong gerobak", ucap Asep anak semata wayang mereka memanas-manasi Ayahnya.

Ki Gapes terlihat semakin marah dan berkata, "tukang batagor sama tukang siomay tuh emang pedagang curang, pembeli disamper-samperin".

"Ayah ikutin mereka aja atuh, dagang bakso pake gerobak!" ucap istrinya memberi solusi.

Ki Gapes dengan ekspresinya yang sombong menimpali, " idih, males. Masa juragan bakso jualannya ngedorong gerobak".

"Asep aja atuh, Yah", saran istrinya lagi.

Ki Gapes semakin bersikap sombong, "aduh Bunda. Anak kita yang baru jadi sarjana di Fakultas Farmasi universitas negeri masa mau disuruh ngedorong gerobak bakso".

"Ya terus mau gimana lagi atuh, Yah? Masa dagangan kita gak habis terus", timpal istrinya dengan ekspresi gelisah.

Ki Gapes tidak langsung menjawab, dan hanya duduk di bangku lain yang berhadapan dengan istrinya. Beberapa saat Ki Gapes memikirkan sesuatu sambil menjentikkan jari-jari tangannya ke meja. Ketika pandangannya tertuju pada anak semata wayangnya, Ki Gapes menemukan ide atas permasalahan yang dihadapinya.

"Kamu lulusan fakultas farmasi, harusnya kamu tau gimana caranya orang yang punya alergi gatal bisa kambuh?" tanya Ki Gapes dengan sorot mata yang tajam.

"Tau... Emang kenapa gitu, Yah?" tanya anaknya penasaran.

"Ayah bakalan bikin alergi gatal teman kamu si Udin kambuh", ucap Ki Gapes hati-hati.

"Si Udin kan temen deket aku, Yah", timpal Asep.

"Terus?", timpal Ki Gapes dengan kedua mata melotot.

"Kamu mau jualan bakso Ayahmu setiap hari habis kan?" tanya Ki Gapes dengan suara agak tinggi.

Asep tidak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya dengan menundukkan pandangan.

"Kalo mau, turuti saja apa yang Ayah suruh!" ucap Ki Gapes dengan nada tinggi.

"Kamu buat cairan yang bisa bikin kambuh orang yang punya alergi gatal. Bisa?" ucap Ki Gapes tegas.

"Bisa, Yah", jawab Asep.

"Ayah mau ngerencanain apa?" tanya istrinya penasaran.

Ki Gapes menyunggingkan senyum, mengalihkan sedikit pandangannya ke atas sambil berkata, "suatu rencana agar semua orang di desa ini ketergantungan sama bakso. Suatu rencana yang melibatkan dokter desa, pengelola air PAM desa, dan beberapa orang berpengaruh lainnya di desa ini".

"Termasuk Pak Lurah?" tanya istrinya.

Raut wajah Ki Gapes berubah ketus, kemudian bersungut-sungut, "hah. Si lurah Mahtum itu? Dia mah si pengacau rencana. Tiap ngerencanain sesuatu sama dia mah suka jadi gak bener, ogah Ayah ngelibatin dia. Di pilkades tahun ini Ayah gak bakalan lagi bantuin dia, mendingan bantuin si Deden".

Beberapa saat Ki Gapes menenangkan diri dari kekesalannya barusan.

"Pada saatnya nanti, kalian juga akan tau apa yang Ayah rencanain. Kalian turuti saja apapun yang akan Ayah perintahkan pada kalian!" ucap Ki Gapes tersenyum sungging.

Istri dan anaknya Ki Gapes untuk beberapa saat hanya saling pandang dengan ekspresi keheranan.

*

Ki Gapes, Pak dokter desa, Pak sekdes (sekretaris desa), Pak RW 01, dan seorang dukun laki-laki yang berpenampilan seperti seorang tokoh agama yang biasa dipanggil Mbah sedang berkumpul di ruang tamu rumah Ki Gapes. Istri dan anak Ki Gapes pun turut serta dalam pertemuan itu.

Sebelumnya Ki Gapes sudah menjelaskan tujuan dari pertemuan ini, semuanya pun menyetujui untuk ikut terlibat dalam rencana Ki Gapes.

"Pak dokter punya kan data orang-orang yang punya alergi gatal di desa ini?" tanya Ki Gapes kepada dokter desa.

"Ada Ki", jawab Pak dokter desa.

"Nah jadi nanti gini. Kalo si Udin berobat, tangani aja seperti pasien alergi gatal seperti biasanya... Setelah si Udin pulang berobat, nanti anak saya akan menjenguk si Udin. Besoknya, anak saya akan mengunjungi rumah-rumah yang ditinggali oleh orang-orang yang memiliki alergi gatal selama seminggu penuh, sambil berpura-pura sebagai tim suksesnya calon kepala desa Pak Deden, anaknya Mbah", Ki Gapes menjelaskan.

Mbah yang berpenampilan seperti seorang tokoh agama itu mengangguk penuh wibawa.

"Sehari setelah berpura-pura menjadi tim sukses, anak saya akan berobat ke Pak dokter dan berpura-pura tertular oleh si Udin... Saya juga akan menjelaskan kepada orang-orang yang menjenguk anak saya, kalo anak saya ini tertular oleh si Udin. Dan ini bukan alergi biasa, melainkan penyakit gatal yang disebabkan oleh virus yang hanya ada di air sumur, namanya virus lorina, sesuai nama desa kita... Nanti ke pasien-pasien berikutnya, Pak dokter juga beri penjelasan yang sama... Bilang juga kalo masa inkubasinya selama 30 hari. Semakin lama masa inkubasinya, semakin lama juga warga di desa ini merasa cemas dan berusaha terhindar dari penyakit ini", Ki Gapes menjelaskan.

Pak dokter mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum puas.

"Setelah anak saya pura-pura tertular oleh si Udin, Mbah sebarkan cerita kalo ratusan tahun yang lalu di desa ini juga pernah terjadi wabah penyakit gatal seperti ini. Bahkan hingga menewaskan seluruh warga desa ini, karena saat itu belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini", Ki Gapes berkata pada Mbah.

Mbah mengangguk penuh wibawa. Namun Pak sekdes terlihat memiliki keraguan di raut wajahnya dan mengungkapkan keraguannya pada Ki Gapes.

"Tapi Ki, orang jaman sekarang kan udah pada pintar. Kalo nanti mereka cari informasi di internet tentang virus lorina ini gimana?" tanya Pak sekdes.

Ki Gapes menjawab dengan penuh keyakinan, "kalo itu tugas anak saya. Biar anak saya yang ngarang tulisan tentang virus lorina di internet. Sebanyak mungkin di alamat blog yang berbeda-beda... Jaman sekarang orang-orang bisa pintar mencari informasi yang cepat, tapi mereka tidak terlalu pintar untuk bisa menentukan mana informasi yang benar dan mana informasi yang penuh kebohongan".

Semua yang ada disana mengiyakan ucapan Ki Gapes dengan ekspresi wajah penuh keyakinan.

"Setelah penyakit ini menjadi perbincangan yang hangat di tengah warga. Tugas Pak sekdes untuk menghimbau warga desa ini agar beralih dari penggunaan air sumur ke air PAM yang bersumber dari mata air di lereng gunung lorina. Itu biar memudahkan saya, dengan sekali kucuran cairan ini saja, bisa langsung menjangkau seluruh warga desa... Selain itu, bayangkan juga jika semua warga desa ini menggunakan air PAM! Pastinya Pak sekdes sebagai pengelola PAM desa akan mendapat pemasukan yang besar. Cukuplah buat membangun desa ini, atau setidaknya buat membangun rumah Pak sekdes yang ada di desa ini", celoteh Ki Gapes.

Semuanya tertawa mendengar celotehan Ki Gapes barusan.

"Tapi tugas Pak sekdes bukan hanya itu. Pak sekdes juga harus mengarahkan seluruh jajaran di bawah Pak sekdes untuk menjaga setiap perbatasan yang menjadi akses masuk ke desa kita. Menyeleksi setiap bantuan yang diberikan kepada desa kita agar setiap bantuan yang masuk itu sesuai dengan kebutuhan dari rencana kita", Ki Gapes menjelaskan.

Pak sekdes terlihat agak ragu, lalu melontarkan suatu pertanyaan kepada Ki Gapes.

"Tapi Ki, sebenarnya kan itu semua kewenangannya Pak lurah?" tanya Pak sekdes.

Ki Gapes dengan sigap menimpali, "bilang aja si lurah itu gagap, dia belum siap menghadapi wabah penyakit ini... Untuk setiap keputusan yang memerlukan persetujuan si lurah yang sangat penting bagi keuntungan rencana kita, sebisa mungkin Pak sekdes harus bisa mempengaruhi si lurah, terserah Pak sekdes caranya mau seperti apa. Tapi kalo ada keputusan yang tidak ada untungnya bagi kita, biarkan saja si lurah gamang sendiri. Biar dia di cap tidak becus jadi pemimpin desa, dan itu akan menjadi suatu keuntungan bagi calon kepala desa Pak Deden, anaknya Mbah".

Pak sekdes menganggukkan kepala tanda memahami penjelasan Ki Gapes. Begitupun dengan Mbah yang menganggukkan kepala penuh wibawa. Beberapa saat tidak ada yang saling berbicara, hingga Pak RW 01 bertanya ragu pada Ki Gapes.

"Kalo tugas saya apa, Ki?" tanya Pak RW 01.

Ki Gapes menimpalinya dengan tersenyum sungging menggoda Pak RW 01, "tugas Pak RW atau keuntungan yang bakalan di dapat Pak RW?".

Pak RW 01 tersenyum dan sedikit agak malu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ki Gapes, lalu berkata, "dua-duanya Ki?".

Beberapa saat Ki Gapes hanya tersenyum kemudian berkata pada Pak RW 01, "semua warga di desa ini sudah tau siapa yang paling rapi dalam pengerjaan perpipaan. Tentunya mereka sudah tau siapa yang harus di minta untuk pengerjaan memindahkan aliran air dari sumur rumah mereka masing-masing ke aliran air yang berasal dari air PAM desa".

Pak RW 01 tersenyum puas setelah mendengar penjelasan Ki Gapes.

"Apa semuanya sudah jelas mengenai tugasnya masing-masing dalam rencana ini?" tanya Ki Gapes.

Semuanya menganggukkan kepala. Ki Gapes pun tersenyum puas.

*

Tiga hari kemudian alergi gatal Udin kembali kambuh, hampir seluruh badannya di penuhi bintik-bintik merah. Udin dan orangtuanya tidak mengetahui bahwa dini hari sebelumnya Ki Gapes menuangkan cairan yang telah di buat oleh Asep ke dalam tempat penampungan air sumur yang berbahan dasar plastik yang ada di luar rumah Udin. Udin pun berangkat memeriksakan penyakitnya ke dokter desa.

Sesuai rencana, Asep menjenguk udin sesaat setelah udin pulang dari dokter desa. Setelah menjenguk Udin, besoknya Asep mengunjungi rumah-rumah yang ditinggali oleh orang-orang yang memiliki alergi gatal, dengan berpura-pura sebagai tim sukses dari calon kepala desa yang bernama Deden, anaknya Mbah.

Setelah seminggu lamanya Asep berpura-pura sebagai tim sukses, keesokan harinya dia pergi ke dokter desa dengan berpura-pura terinfeksi penyakit gatal. Sepulangnya dari dokter, banyak tetangga yang menjenguk Asep. Ki Gapes pun menjelaskan dengan sangat antusias kepada orang-orang yang menjenguk Asep, bahwa Asep terinfeksi virus lorina yang tertular dari udin.

Tapi orang-orang yang mendengar penjelasan Ki Gapes tidak langsung percaya padanya. Malahan ada beberapa orang di belakang Ki Gapes yang justru mencibirnya dan menganggapnya mengada-ada tentang penyakit yang di derita oleh anaknya. Cibiran-cibiran tetangganya itu sampai ke telinga Ki Gapes. Maka pada malam harinya Ki Gapes kembali menuangkan cairan yang bisa membuat kambuh alergi gatal ke semua tempat penampungan air sumur pada setiap rumah yang di tinggali oleh orang-orang yang mengidap alergi gatal.

*

Jejen, seorang lelaki yang sudah cukup berumur, baru saja berbaring dan di periksa oleh dokter desa di ruangan prakteknya. Jejen berdiri gelisah lalu berjalan kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan tempat duduk dokter desa, dengan tangannya yang tidak berhenti menggaruk bagian-bagian badannya.

"Pak Jejen pasien ketiga yang terinfeksi virus lorina ini", ucap Pak dokter penuh keyakinan.

"Virus lorina?" ucap Jejen kaget.

"Ya, virus lorina... Virus yang hanya ada di air sumur", ucap Pak dokter.

Terlihat raut wajah Jejen panik setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan Pak dokter. Pak dokter beberapa saat membiarkan Jejen dalam kepanikan seperti itu, hingga Pak dokter kembali memberi penjelasan.

"Virus ini sangat berbahaya dan sangat menular. Saya yakin, Pak Jejen sepertinya tertular dari Asep atau Udin... Apa Pak Jejen pernah bersentuhan dengan salah seorang di antara dua orang ini?" tanya Pak dokter.

"Pernah Pak dokter. Tiga hari yang lalu sama Asep, waktu dia ngampanyein calon kades Pak Deden", jawab Jejen sigap.

"Pantesan... Virus ini sangat menular, bahkan hanya dengan bersentuhan tangan saja virus ini bisa langsung menular... Saya minta mulai saat ini Pak Jejen untuk tidak bersentuhan langsung dengan orang lain, kecuali Pak Jejen menggunakan sarung tangan berbahan plastik", ucap Pak dokter.

"Tapi ada obatnya kan Pak dokter?" tanya Jejen panik.

"Sebenarnya penyakit ini tidak bisa sembuh hanya dengan obat gatal biasa, karena obat gatal biasa sama sekali tidak akan bisa membunuh virus ini", jawab Pak dokter.

"Terus gimana Pak dokter?" tanya Jejen semakin panik.

"Seperti yang sudah saya sarankan kepada Asep, sebaiknya Pak Jejen minum obat gatalnya setelah makan bakso", ucap Pak dokter berusaha meyakinkan.

"Saya kira itu hanya akal-akalannya Ki Gapes aja biar baksonya di beli orang-orang, ternyata itu benar yah saran dari Pak dokter?" timpal Jejen.

"Iya betul, itu memang saran saya. Bakso itu terbuat dari daging sapi yang mengandung protein, tepung kanji yang rendah lemak jenuh, dan gula pasir yang rendah kalsium. Ketiga bahan yang sudah tercampur ini akan menghilangkan kekebalan si virus, sehingga ketika obat gatal masuk ke dalam tubuh seketika bisa membunuh virus lorina, karena virus ini sudah tidak lagi memiliki kekebalan... Tanpa makan bakso terlebih dahulu, seberapa banyak pun Pak Jejen minum obat gatal, itu tidak akan berpengaruh sama sekali... Pak Jejen mungkin sudah mendengarnya dari Udin?", tanya Pak dokter.

"Iya sih Pak dokter. Saya juga udah denger kalo Udin bisa agak mendingan setelah dia minum obatnya setelah makan bakso. Kalo cuma minum obatnya aja mah katanya gatalnya gak ilang-ilang", jawab Jejen.

Padahal pada kenyataannya, sebelum Udin mengkonsumsi obat gatal setelah makan bakso, Ki Gapes setiap malam selalu menuangkan cairan yang di buat Asep itu ke dalam tempat penampungan air sumur yang ada di rumah Udin.

"Tuh kan. Berarti saran saya tidak keliru kan?... Selain itu, makan bakso juga bisa meminimalisir dari kemungkinan tertularnya virus lorina ini. Karena ketika virus lorina masuk ke dalam tubuh yang terdapat kandungan-kandungan yang ada di dalam bakso, seketika virus lorina itu akan langsung mati", timpal Pak dokter.

Jejen menganggukkan kepalanya pelan lalu kembali berkata, "saya awalnya ngerasa lucu, terus ngetawain Ki Gapes, eh taunya bener harus makan bakso dulu".

"Wajar sih Pak kalo orang-orang sekarang ngetawain, kita hidup di jaman dimana bakso bukan lagi hal yang aneh dan sudah biasa kita makan sehari-hari. Tapi kalo kita bayangin ratusan tahun yang lalu sebelum adanya bakso, tentunya kita bisa membayangkan gimana paniknya orang-orang jaman dulu ketika terkena penyakit ini. Bahkan sampai menewaskan hampir seluruh warga desa lorina ratusan tahun yang lalu, sebagaimana yang diceritakan oleh Mbah", ucap Pak dokter.

"Memangnya yang diceritakan Mbah itu benar? Apa iya virus ini bisa menewaskan orang, Pak dokter?" tanya Jejen ragu.

Beberapa saat Pak dokter berpura-pura mempertimbangkan sesuatu, hingga dia kembali berkata, "sebenarnya belum ada bukti yang pasti kalo virus lorina ini bisa menyebabkan kematian. Walaupun saya juga belum sepenuhnya percaya dengan apa yang diceritakan Mbah, untuk antisipasi ya sebaiknya jangan sampai dianggap sepele. Kalo misalkan cerita itu benar, bahaya juga kan buat keselamatan kita, keluarga kita, dan juga warga di desa ini".

"Saya juga awalnya sama sekali tidak percaya, tapi setelah anak saya nyari informasi di internet tentang virus ini, ceritanya sama dengan apa yang diceritain Mbah, saya jadi sedikit percaya. Setelah mendengar penjelasan dari Pak dokter sekarang, saya jadi lebih percaya", ucap Jejen.

"Ya, sebaiknya memang seperti itu. Warga desa ini harus waspada dalam mengantisipasi penyebaran virus lorina ini... Akan lebih baik jika kita mengikuti setiap anjuran yang disampaikan oleh pemerintah desa kita, agar virus ini segera hilang di desa ini", ucap Pak dokter penuh keyakinan.

Jejen mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan Pak dokter. Pak dokter tersenyum puas karena sudah merasa berhasil memperdayai Jejen.

Beberapa saat setelahnya, Jejen keluar dari ruangan praktek Pak dokter desa. Tidak berapa lama, ada seorang pasien lain yang masuk yang juga memiliki penyakit yang sama seperti yang di derita oleh Jejen. Pak dokter desa pun kembali memperdayai pasien tersebut sebagaimana dia memperdayai Jejen tentang virus lorina. Pak dokter desa melakukan hal tersebut kepada setiap pasien yang sedang mengalami penyakit gatal.

*

Desa Lorina gempar, hampir seluruh warganya berada dalam keadaan panik. Mereka gelisah karena takut tertular penyakit ini, sehingga kebanyakan dari mereka tidak berani keluar rumah. Hanya sebagian kecil dari mereka yang memaksakan diri keluar rumah untuk bekerja ataupun untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari, dengan menggunakan pakaian berbahan plastik yang hampir menutupi suluruh badannya, untuk menghindari mereka dari tertular virus lorina.

Selain itu, hampir semua warga desa tidak lagi berani menggunakan air sumur. Semua rumah di desa Lorina beralih menggunakan air PAM, hampir setiap rumah pengerjaannya dikerjakan oleh Pak RW 01, atau melalui Pak RW 01 yang dikerjakan oleh orang-orang suruhannya.

Di situasi seperti itu terjadi pertentangan di antara para pimpinan desa, antara Pak lurah dan Pak sekdes. Kebanyakan dari para pejabat desa lebih condong kepada Pak sekdes. Hal ini dikarenakan setiap pendapat yang dikemukakan oleh Pak sekdes lebih terdengar rasional dibandingkan dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Pak lurah. Tentu saja pendapat-pendapat Pak sekdes terkesan sangat rasional karena sudah direncanakan sebelumnya, berbeda dengan Pak lurah yang pendapat-pendapatnya itu hanya bersifat spontan saja. Sehingga dengan terpaksa Pak lurah selalu menyetujui hampir setiap pendapat yang diputuskan oleh Pak sekdes, yang di dukung oleh mayoritas pejabat-pejabat desa yang lain.

Tidak ada seorang pun yang bisa keluar dari desa Lorina, dan tidak ada pula warga desa lain yang berani masuk ke wilayah desa Lorina. Di dua jembatan di atas sungai yang menjadi perbatasan dengan desa lain di jaga sangat ketat selama 24 jam penuh, baik itu oleh aparatur desa Lorina, maupun dari aparatur desa-desa lain yang berbatasan langsung dengan desa Lorina. Dengan tujuan agar wabah penyakit ini tidak menular kepada warga desa lain.

Sudah satu minggu lamanya situasi di desa Lorina seperti ini, sehingga bahan-bahan logistik yang tersedia di desa ini hampir habis. Sehingga para pimpinan desa Lorina meminta bantuan kepada para pimpinan di desa-desa tetangganya. Mereka bersedia membantu dan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok sehari-hari, obat-obatan terutama obat gatal, dan tentu saja bahan-bahan untuk membuat bakso. Tentunya ini menjadi salah satu keuntungan bagi Ki Gapes, karena dia tidak perlu mengeluarkan modal untuk membeli bahan-bahan dalam membuat baksonya.

Selama satu minggu ini Ki Gapes berhasil menjalankan rencananya, dagangannya setiap hari selalu habis. Bahkan meningkat tiga kali lipat dari biasanya. Ki Gapes pun tidak lupa untuk memberi komisi kepada Pak sekdes, Pak RW 01, Pak dokter desa, dan Mbah dari penjualan baksonya.

Selain bantuan logistik untuk kebutuhan sehari-hari, para pimpinan di desa-desa lain pun menawarkan bantuan tenaga medis untuk membantu Pak dokter desa Lorina dalam menangani wabah ini. Namun Pak dokter desa Lorina selalu menolak, dengan alasan belum mendapat persetujuan dari para pimpinan desa Lorina. Begitu pun ketika penawaran itu diberikan kepada para pimpinan desa Lorina, mereka selalu menolak. Hal ini karena mereka dipengaruhi oleh Pak sekdes yang meminta mereka untuk menolak bantuan berupa tenaga medis, dengan alasan takut tenaga medis -- tenaga medis tersebut tertular, dan tidak siap bertanggung jawab jika tenaga medis- tenaga medis tersebut mengalami resiko kematian.

Karena para pimpinan desa Lorina selalu menolak tawaran yang berupa bantuan medis, hal ini membuat salah seorang pejabat di desa Lorina menjadi curiga. Pejabat desa itu bernama Nurdin, seorang ketua BPD(Badan Pengawas Desa) di desa Lorina. Dia merasa ada kejanggalan dari wabah penyakit yang sedang menimpa desanya. Termasuk dengan hampir dalam setiap keputusan dalam menangani wabah tersebut Pak sekdes selalu menjadi orang yang bersikap paling aktif dalam mendorong agar suatu keputusan itu di setujui oleh Pak lurah. Hal ini membuat Pak Nurdin semakin merasa ada yang aneh.

Setelah tiga minggu lamanya wabah ini menimpa desa Lorina, dan selama tiga hari terakhir Pak Nurdin merasa ada kejanggalan dari wabah penyakit yang terjadi di desanya, dia memutuskan untuk membuat suatu rencana untuk berusaha mengungkapkan kenyataan sebenarnya tentang virus lorina ini. Dia juga mengajak beberapa orang aparatur desa dan beberapa warga yang juga merasakan kejanggalan yang sama seperti yang dia rasakan.

Hingga pada suatu malam, Pak Nurdin, Pak RW 02, Pak RT 03, seorang pemuda yang sedang mengidap penyakit gatal dengan hampir seluruh badannya tertutup oleh pakaian berbahan plastik, dan ayahnya tiba di sebuah Puskesmas yang letaknya tidak jauh dari kantor kecamatan yang berada di wilayah desa tetangga dengan desa Lorina. Mereka bisa sampai ke Puskesmas tersebut setelah mengendap-endap di malam hari untuk keluar dari desa Lorina dengan menyeberangi sungai menggunakan rakit. Sampai akhirnya mereka bisa masuk ke dalam salah satu ruangan di Puskesmas tersebut.

Di dalam ruangan tersebut sudah menunggu seorang dokter perempuan yang di temani oleh seorang perawat perempuan. Dokter dan perawat itu dengan segera melakukan penanganan medis kepada pemuda yang sedang mengidap penyakit gatal tersebut. Pemuda itu pun langsung berbaring di tempat yang biasa disediakan untuk menangani pasien. Beberapa saat Bu dokter yang dibantu perawat itu memeriksa kondisi pemuda tersebut. Mengamati bintik-bintik merah yang terdapat pada kedua tangan dan wajah pemuda itu. Hingga sampailah pada suatu kesimpulan bahwa bintik-bintik merah itu bukan dikarenakan virus lorina, melainkan alergi gatal biasa.

"Ini alergi gatal biasa", ucap Bu dokter yakin.

"Jadi bukan karena virus lorina Bu dokter?", tanya ayah pemuda itu.

"Kata siapa virus lorina?", Bu dokter bertanya balik.

"Kata Pak dokter di desa kami yang kemarin memeriksa anak saya Bu dokter", jawab ayah pemuda itu.

"Tidak ada yang namanya virus lorina. Itu bohong", ucap Bu dokter tegas.

"Tapi di desa kami sudah banyak yang terkena penyakit ini bu dokter", sanggah Pak Nurdin.

"Jadi Pak Nurdin percaya kalo mereka semua itu terinfeksi virus lorina?", tanya Bu dokter balik.

"Sebenarnya sih saya juga tidak terlalu percaya Bu dokter, tapi kenyataannya memang banyak orang yang sakit seperti pemuda ini di desa kami", jawab Pak Nurdin.

"Ini hanya alergi gatal biasa, yang dipicu oleh kuman yang berasal dari air, dan tidak menular juga... Warga desa Lorina menggunakan air yang sumbernya dari mana?" tanya Bu dokter.

"Dulu kami hampir semuanya menggunakan air sumur. Tapi karena menurut dokter di desa kami air sumur adalah tempat asalnya virus lorina, jadinya warga di desa kami sekarang menggunakan air PAM semua", jawab Pak Nurdin.

Bu dokter dan perawat beberapa saat hanya tertawa kecil dengan sesekali menggelengkan kepala mereka.

"Saran saya sekarang kepada bapak-bapak, mulai besok jangan dulu menggunakan air PAM. Gunakan kembali air sumur, dan jaga sebaik mungkin tempat penampungan air sumur itu supaya tidak ada orang lain yang bisa memasukkan apapun ke dalam sana, apalagi pada malam hari!", Bu dokter memberi saran.

"Maksud Bu dokter, ada orang dzalim yang memasukkan sesuatu ke tempat penampungan air yang ada di rumah kami?", tanya Pak Nurdin penasaran.

"Saya tidak bilang seperti itu. Saya juga belum bisa memastikan hal itu. Hanya saja sebaiknya bapak-bapak menjaga ketat tempat penampungan air yang ada di rumah bapak masing-masing!", ucap Bu dokter.

Pak Nurdin dan yang lainnya mengangguk-anggukan kepala tanda mereka mengiyakan saran dari Bu dokter. Bu dokter kemudian berkata kepada ayah dari pemuda itu.

"Kalo selama tiga hari alergi anak bapak tidak kambuh lagi, beritahu warga yang lain untuk kembali menggunakan air sumur dan menjaga dengan ketat tempat penampungan air yang ada di rumah mereka masing-masing!" ucap Bu dokter lagi.

"Kalo nanti setelah seminggu tidak ada lagi warga di desa Lorina yang alergi gatalnya kambuh, beritahu semua orang bahwa virus lorina itu bohong, sebarkan pada seluruh warga desa Lorina kalo virus lorina itu hanyalah kebohongan saja. Tidak ada yang namanya virus lorina", ucap Bu dokter bersungguh-sungguh.

Pak Nurdin dan yang lainnya terlihat antusias mendengar penjelasan Bu dokter, dan percaya dengan apa yang telah dikatakan Bu dokter. Beberapa saat seperti itu, hingga Pak RT 03 dengan ragu melontarkan pertanyaan pada Bu dokter.

"Tapi kami harus tetep makan bakso gak Bu dokter?", tanya Pak RT 03.

Seketika Bu dokter dan perawat tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan dari Pak RT 03. Pak RT 03 hanya menatap heran reaksi dari kedua orang itu, begitu pun dengan Pak Nurdin dan yang lainnya. Beberapa saat seperti itu, hingga Bu dokter bisa mengendalikan diri.

"Makan bakso agar tidak tertular dan sembuh dari virus lorina, itu juga bohong", ucap Bu dokter.

"Parah tuh kelakuan dokter desa kita", gerutu Pak Nurdin.

"Karena malam sudah larut banget, sebaiknya bapak-bapak pulang. Ingat baik-baik saran saya tentang apa saja yang harus bapak-bapak lakukan seminggu ke depan... Saya juga akan membantu membongkar kebohongan tentang virus lorina ini dengan cara saya nanti", ucap Bu dokter.

Pak Nurdin, Pak RW 02, Pak RT 03, pemuda dan ayahnya lalu berterima kasih kepada Bu dokter dan perawat. Kemudian mereka keluar ruangan itu untuk segera kembali pulang ke desa Lorina, tempat tinggal mereka.

Sesaat setelah Pak Nurdin dan yang lainnya keluar ruangan, Bu dokter bercerita kepada perawat tentang salah satu kelakuan Pak dokter desa Lorina ketika masa kuliah dahulu.

"kelakuan dokter desa Lorina tuh emang udah aneh dari dulu. Saya se-angkatan sama dia waktu kuliah dulu. Pernah dia ngajak beberapa orang teman se-angkatannya untuk demo di depan gedung rektor, menuntut supaya jas yang dipakai oleh dokter itu tidak selalu harus putih. Alasannya tidak semua orang yang ingin jadi dokter itu menyukai warna putih... Kan aneh...", ucap Bu dokter sambil tertawa kecil.

Perawat itu tertawa cukup lama setelah mendengar cerita dari Bu dokter barusan.

*

Satu minggu kemudian, tidak ada lagi seorang pun warga yang mengidap penyakit gatal. Hal ini dikarenakan semua warga desa Lorina menuruti semua saran yang diberikan oleh Bu dokter Puskesmas melalui Pak Nurdin dan yang lainnya. Suasana di desa Lorina berangsur membaik, warga sudah tidak lagi terlalu panik mengenai wabah penyakit gatal yang disebabkan oleh virus lorina. Sudah tidak ada lagi pengamanan aparatur desa di setiap perbatasan. Justru pengamanan ketat tersebut sekarang dialihkan ke tengah perkampungan, dengan tujuan untuk mengawasi setiap tempat penampungan air sumur milik warga.

Sementara itu, setelah menerima kabar dari Pak Nurdin mengenai kondisi di desa Lorina, Bu dokter Puskesmas segera membagikan link-link yang terdapat artikel yang membahas tentang virus lorina di internet kepada teman-teman satu profesinya. Bu dokter meminta teman-temannya itu memberikan komentar yang bertujuan untuk mematahkan argumen-argumen yang terdapat pada artikel-artikel tersebut mengenai virus lorina. Setelah itu Bu dokter pun meminta Pak Nurdin untuk mengajak semua warga desa Lorina untuk kembali membaca artikel-artikel tentang virus lorina di internet yang sudah diberikan komentar-komentar oleh teman-temannya.

Bersandarkan pada komentar-komentar yang ada pada artikel-artikel di internet tersebut, warga desa Lorina sudah tidak percaya lagi dengan adanya wabah penyakit gatal yang diakibatkan oleh virus lorina. Mereka pun menyalahkan Pak dokter desa karena telah memberikan informasi yang salah tentang penyakit gatal tersebut. Begitupun dengan Pak sekdes yang juga ikut disalahkan karena telah keliru dalam menangani situasi di desa ketika wabah penyakit gatal itu terjadi.

Pak dokter dan Pak sekdes meminta maaf kepada semua warga desa Lorina, baik itu melalui konferensi yang diselenggarakan pihak desa maupun secara langsung dengan mengunjungi satu per satu rumah warga yang pernah mengalami penyakit gatal. Tetapi hampir semua warga tidak bisa dengan mudah secara tulus benar-benar memaafkan kedua orang ini. Meskipun Pak sekdes dan Pak dokter desa sudah meminta maaf, tapi gunjingan dan cemoohan kepada mereka berdua tidak berhenti, bahkan semakin hari semakin menjadi-jadi. Karena keduanya sudah tidak tahan dengan semua gunjingan dan cemoohan warga, akhirnya mereka berdua pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari profesinya dan pergi dari desa Lorina untuk berpindah tempat tinggal.

Pak dokter desa dan Pak sekdes tidak memberitahukan kepada warga bahwa wabah penyakit gatal ini sebenarnya direncanakan oleh Ki gapes. Mereka juga tidak mengatakan kalau Pak RW 01 dan Mbah terlibat dalam menyusun rencana tersebut. Hal itu mereka lakukan karena sudah mempertimbangkan dampak yang akan terjadi nanti yang menurut mereka justru akan lebih merugikan mereka berdua. Jika warga tahu kalau wabah penyakit ini sudah direncanakan, tentu warga akan menyadari bahwa kejadian ini adalah suatu bentuk kejahatan terencana. Mereka berdua khawatir jika permasalahan ini dibawa ke jalur hukum. Mereka membuat kesan bahwa kejadian tersebut merupakan suatu kekeliruan yang tidak disengaja. Sehingga keduanya lebih memilih untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya yang juga melibatkan Ki Gapes dan yang lainnya.

Beberapa warga desa lorina sebenarnya juga sudah menaruh kecurigaan kepada Ki Gapes dan Mbah, warga meras kalau Ki Gapes dan Mbah juga ikut terlibat dalam hal wabah penyakit gatal ini. Tapi mereka tidak cukup memiliki bukti untuk menyalahkan kedua orang ini. Tidak ada bukti yang bisa memastikan bahwa yang diceritakan oleh Mbah mengenai kejadian di desa Lorina ratusan tahun lalu itu merupakan suatu cerita yang bohong. Warga juga tidak memiliki bukti keterlibatan Ki Gapes. Ki Gapes sendiri memainkan perannya dengan sangat rapi saat wabah penyakit gatal itu terjadi. Seperti ketika di saat Ki Gapes membagikan komisi penjualan baksonya kepada Pak sekdes dan yang lainnya. Ki Gapes selalu memberikannya ketika mereka berpura-pura membeli bakso dengan menyelipkannya ke dalam kantong plastik hitam bersamaan dengan memasukkan bungkusan bakso. Sehingga tidak ada bukti bagi warga untuk menyalahkan Ki Gapes secara langsung.

Akan tetapi, meskipun Ki Gapes secara langsung tidak dapat disalahkan atas keterlibatannya dalam menyebarkan wabah penyakit gatal yang terjadi di desa Lorina. Warga secara tidak langsung memberinya hukuman sosial dengan cara tidak lagi membeli dagangan bakso Ki Gapes, kecuali hanya sedikit saja warga yang terpaksa membeli karena tidak bisa menahan keinginannya untuk memakan bakso. Alhasil, selama seminggu terakhir ini dagangan bakso Ki Gapes mengalami penurunan yang sangat signifikan, bahkan setiap harinya dia hanya bisa menjual tidak lebih dari 10 porsi bakso. Ki Gapes juga sering mendengar secara tidak langsung banyak warga yang mencemooh dan menggunjingkannya, atau pun melontarkan sindiran padanya.

*

Senja hari ini, seperti biasa alunan merdu suara gemuruh ombak yang disorot oleh cahaya mentari terbenam, untuk beberapa saat terganggu oleh suara rolling door yang di tarik oleh Ki Gapes untuk menutup kios baksonya. Gerak tubuhnya begitu lunglai, dengan raut wajahnya yang kusam. Sebentar saja dia mengalihkan pandangannya yang lesu ke bahan-bahan yang digunakan untuk membuat se-porsi bakso, masih sama seperti pagi tadi saat dia memulai dagangannya hari ini. Hanya 3 porsi bakso yang dia jual sepanjang hari ini.

Dengan gerak tubuhnya yang lemah, Ki Gapes duduk di hadapan istrinya yang sedang memandang suaminya dengan iba. Begitu pun anaknya yang sedang duduk di samping bundanya, melihat ayahnya juga dengan iba.

"Semangat, Yah! Mungkin besok jualan kita akan lebih baik", ucap Asep kepada Ki Gapes memberi semangat.

Ki Gapes tidak menanggapi perkataan anaknya, dia kembali mengarahkan pandangannya pada dagangannya dengan tatapan yang hampa. Untuk beberapa saat suasana seperti itu, hingga sorot mata Ki Gapes perlahan menjadi tajam, raut wajahnya menjadi bengis.

"Kalian pikir saya akan diam saja dengan perlakuan kalian seperti ini kepada saya", ucap Ki Gapes dengan pandangannya masih tertuju ke arah dagangannya.

Istri dan anaknya kaget setelah mendengar ucapan Ki Gapes barusan.

"Maksud Ayah?" tanya istrinya hati-hati.

Perlahan pandangan Ki Gapes diarahkan kepada istri dan anaknya.

"Liat saja Bunda, Ayah bakalan membuat perhitungan dengan warga di desa ini... Mereka tidak tahu seperti apa ambisi seorang Ki Gapes, apapun pasti akan dilakukan oleh Ki Gapes untuk mengejar ambisinya itu. Mereka pikir hanya dengan mencemooh, menyindir, dan menggunjingkan Ki Gapes, bisa mengalahkan Ki Gapes?... Tidak bunda tidak... Dengan uang yang dimiliki oleh Ki Gapes, warga di desa ini tidak akan bisa menyangka apa yang akan Ki Gapes lakukan untuk membalas perlakuan mereka kepada Ki Gapes saat ini... Tunggu saja! Hingga waktunya tiba mereka akan begitu sangat terkejut, semakin terkejut, hingga mereka akan mengalami penderitaan yang tidak terduga sama sekali oleh mereka sebelumnya... Sampai mereka menyadari dan menyesal pernah mencemooh, menyindir, dan menggunjingkan Ki Gapes", ucap Ki Gapes penuh kemarahan dengan nadanya yang agak sedikit di tahan.

Istri dan anaknya hanya menundukkan pandangan, mereka tidak berani menanggapi apa yang baru saja dikatakan Ki Gapes. Ki Gapes dengan sorot matanya yang tajam dan senyumnya yang menyungging, seketika berdiri dan berjalan ke dalam rumah.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun