Selain itu, hampir semua warga desa tidak lagi berani menggunakan air sumur. Semua rumah di desa Lorina beralih menggunakan air PAM, hampir setiap rumah pengerjaannya dikerjakan oleh Pak RW 01, atau melalui Pak RW 01 yang dikerjakan oleh orang-orang suruhannya.
Di situasi seperti itu terjadi pertentangan di antara para pimpinan desa, antara Pak lurah dan Pak sekdes. Kebanyakan dari para pejabat desa lebih condong kepada Pak sekdes. Hal ini dikarenakan setiap pendapat yang dikemukakan oleh Pak sekdes lebih terdengar rasional dibandingkan dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Pak lurah. Tentu saja pendapat-pendapat Pak sekdes terkesan sangat rasional karena sudah direncanakan sebelumnya, berbeda dengan Pak lurah yang pendapat-pendapatnya itu hanya bersifat spontan saja. Sehingga dengan terpaksa Pak lurah selalu menyetujui hampir setiap pendapat yang diputuskan oleh Pak sekdes, yang di dukung oleh mayoritas pejabat-pejabat desa yang lain.
Tidak ada seorang pun yang bisa keluar dari desa Lorina, dan tidak ada pula warga desa lain yang berani masuk ke wilayah desa Lorina. Di dua jembatan di atas sungai yang menjadi perbatasan dengan desa lain di jaga sangat ketat selama 24 jam penuh, baik itu oleh aparatur desa Lorina, maupun dari aparatur desa-desa lain yang berbatasan langsung dengan desa Lorina. Dengan tujuan agar wabah penyakit ini tidak menular kepada warga desa lain.
Sudah satu minggu lamanya situasi di desa Lorina seperti ini, sehingga bahan-bahan logistik yang tersedia di desa ini hampir habis. Sehingga para pimpinan desa Lorina meminta bantuan kepada para pimpinan di desa-desa tetangganya. Mereka bersedia membantu dan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok sehari-hari, obat-obatan terutama obat gatal, dan tentu saja bahan-bahan untuk membuat bakso. Tentunya ini menjadi salah satu keuntungan bagi Ki Gapes, karena dia tidak perlu mengeluarkan modal untuk membeli bahan-bahan dalam membuat baksonya.
Selama satu minggu ini Ki Gapes berhasil menjalankan rencananya, dagangannya setiap hari selalu habis. Bahkan meningkat tiga kali lipat dari biasanya. Ki Gapes pun tidak lupa untuk memberi komisi kepada Pak sekdes, Pak RW 01, Pak dokter desa, dan Mbah dari penjualan baksonya.
Selain bantuan logistik untuk kebutuhan sehari-hari, para pimpinan di desa-desa lain pun menawarkan bantuan tenaga medis untuk membantu Pak dokter desa Lorina dalam menangani wabah ini. Namun Pak dokter desa Lorina selalu menolak, dengan alasan belum mendapat persetujuan dari para pimpinan desa Lorina. Begitu pun ketika penawaran itu diberikan kepada para pimpinan desa Lorina, mereka selalu menolak. Hal ini karena mereka dipengaruhi oleh Pak sekdes yang meminta mereka untuk menolak bantuan berupa tenaga medis, dengan alasan takut tenaga medis -- tenaga medis tersebut tertular, dan tidak siap bertanggung jawab jika tenaga medis- tenaga medis tersebut mengalami resiko kematian.
Karena para pimpinan desa Lorina selalu menolak tawaran yang berupa bantuan medis, hal ini membuat salah seorang pejabat di desa Lorina menjadi curiga. Pejabat desa itu bernama Nurdin, seorang ketua BPD(Badan Pengawas Desa) di desa Lorina. Dia merasa ada kejanggalan dari wabah penyakit yang sedang menimpa desanya. Termasuk dengan hampir dalam setiap keputusan dalam menangani wabah tersebut Pak sekdes selalu menjadi orang yang bersikap paling aktif dalam mendorong agar suatu keputusan itu di setujui oleh Pak lurah. Hal ini membuat Pak Nurdin semakin merasa ada yang aneh.
Setelah tiga minggu lamanya wabah ini menimpa desa Lorina, dan selama tiga hari terakhir Pak Nurdin merasa ada kejanggalan dari wabah penyakit yang terjadi di desanya, dia memutuskan untuk membuat suatu rencana untuk berusaha mengungkapkan kenyataan sebenarnya tentang virus lorina ini. Dia juga mengajak beberapa orang aparatur desa dan beberapa warga yang juga merasakan kejanggalan yang sama seperti yang dia rasakan.
Hingga pada suatu malam, Pak Nurdin, Pak RW 02, Pak RT 03, seorang pemuda yang sedang mengidap penyakit gatal dengan hampir seluruh badannya tertutup oleh pakaian berbahan plastik, dan ayahnya tiba di sebuah Puskesmas yang letaknya tidak jauh dari kantor kecamatan yang berada di wilayah desa tetangga dengan desa Lorina. Mereka bisa sampai ke Puskesmas tersebut setelah mengendap-endap di malam hari untuk keluar dari desa Lorina dengan menyeberangi sungai menggunakan rakit. Sampai akhirnya mereka bisa masuk ke dalam salah satu ruangan di Puskesmas tersebut.
Di dalam ruangan tersebut sudah menunggu seorang dokter perempuan yang di temani oleh seorang perawat perempuan. Dokter dan perawat itu dengan segera melakukan penanganan medis kepada pemuda yang sedang mengidap penyakit gatal tersebut. Pemuda itu pun langsung berbaring di tempat yang biasa disediakan untuk menangani pasien. Beberapa saat Bu dokter yang dibantu perawat itu memeriksa kondisi pemuda tersebut. Mengamati bintik-bintik merah yang terdapat pada kedua tangan dan wajah pemuda itu. Hingga sampailah pada suatu kesimpulan bahwa bintik-bintik merah itu bukan dikarenakan virus lorina, melainkan alergi gatal biasa.
"Ini alergi gatal biasa", ucap Bu dokter yakin.