Pak Nurdin, Pak RW 02, Pak RT 03, pemuda dan ayahnya lalu berterima kasih kepada Bu dokter dan perawat. Kemudian mereka keluar ruangan itu untuk segera kembali pulang ke desa Lorina, tempat tinggal mereka.
Sesaat setelah Pak Nurdin dan yang lainnya keluar ruangan, Bu dokter bercerita kepada perawat tentang salah satu kelakuan Pak dokter desa Lorina ketika masa kuliah dahulu.
"kelakuan dokter desa Lorina tuh emang udah aneh dari dulu. Saya se-angkatan sama dia waktu kuliah dulu. Pernah dia ngajak beberapa orang teman se-angkatannya untuk demo di depan gedung rektor, menuntut supaya jas yang dipakai oleh dokter itu tidak selalu harus putih. Alasannya tidak semua orang yang ingin jadi dokter itu menyukai warna putih... Kan aneh...", ucap Bu dokter sambil tertawa kecil.
Perawat itu tertawa cukup lama setelah mendengar cerita dari Bu dokter barusan.
*
Satu minggu kemudian, tidak ada lagi seorang pun warga yang mengidap penyakit gatal. Hal ini dikarenakan semua warga desa Lorina menuruti semua saran yang diberikan oleh Bu dokter Puskesmas melalui Pak Nurdin dan yang lainnya. Suasana di desa Lorina berangsur membaik, warga sudah tidak lagi terlalu panik mengenai wabah penyakit gatal yang disebabkan oleh virus lorina. Sudah tidak ada lagi pengamanan aparatur desa di setiap perbatasan. Justru pengamanan ketat tersebut sekarang dialihkan ke tengah perkampungan, dengan tujuan untuk mengawasi setiap tempat penampungan air sumur milik warga.
Sementara itu, setelah menerima kabar dari Pak Nurdin mengenai kondisi di desa Lorina, Bu dokter Puskesmas segera membagikan link-link yang terdapat artikel yang membahas tentang virus lorina di internet kepada teman-teman satu profesinya. Bu dokter meminta teman-temannya itu memberikan komentar yang bertujuan untuk mematahkan argumen-argumen yang terdapat pada artikel-artikel tersebut mengenai virus lorina. Setelah itu Bu dokter pun meminta Pak Nurdin untuk mengajak semua warga desa Lorina untuk kembali membaca artikel-artikel tentang virus lorina di internet yang sudah diberikan komentar-komentar oleh teman-temannya.
Bersandarkan pada komentar-komentar yang ada pada artikel-artikel di internet tersebut, warga desa Lorina sudah tidak percaya lagi dengan adanya wabah penyakit gatal yang diakibatkan oleh virus lorina. Mereka pun menyalahkan Pak dokter desa karena telah memberikan informasi yang salah tentang penyakit gatal tersebut. Begitupun dengan Pak sekdes yang juga ikut disalahkan karena telah keliru dalam menangani situasi di desa ketika wabah penyakit gatal itu terjadi.
Pak dokter dan Pak sekdes meminta maaf kepada semua warga desa Lorina, baik itu melalui konferensi yang diselenggarakan pihak desa maupun secara langsung dengan mengunjungi satu per satu rumah warga yang pernah mengalami penyakit gatal. Tetapi hampir semua warga tidak bisa dengan mudah secara tulus benar-benar memaafkan kedua orang ini. Meskipun Pak sekdes dan Pak dokter desa sudah meminta maaf, tapi gunjingan dan cemoohan kepada mereka berdua tidak berhenti, bahkan semakin hari semakin menjadi-jadi. Karena keduanya sudah tidak tahan dengan semua gunjingan dan cemoohan warga, akhirnya mereka berdua pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari profesinya dan pergi dari desa Lorina untuk berpindah tempat tinggal.
Pak dokter desa dan Pak sekdes tidak memberitahukan kepada warga bahwa wabah penyakit gatal ini sebenarnya direncanakan oleh Ki gapes. Mereka juga tidak mengatakan kalau Pak RW 01 dan Mbah terlibat dalam menyusun rencana tersebut. Hal itu mereka lakukan karena sudah mempertimbangkan dampak yang akan terjadi nanti yang menurut mereka justru akan lebih merugikan mereka berdua. Jika warga tahu kalau wabah penyakit ini sudah direncanakan, tentu warga akan menyadari bahwa kejadian ini adalah suatu bentuk kejahatan terencana. Mereka berdua khawatir jika permasalahan ini dibawa ke jalur hukum. Mereka membuat kesan bahwa kejadian tersebut merupakan suatu kekeliruan yang tidak disengaja. Sehingga keduanya lebih memilih untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya yang juga melibatkan Ki Gapes dan yang lainnya.
Beberapa warga desa lorina sebenarnya juga sudah menaruh kecurigaan kepada Ki Gapes dan Mbah, warga meras kalau Ki Gapes dan Mbah juga ikut terlibat dalam hal wabah penyakit gatal ini. Tapi mereka tidak cukup memiliki bukti untuk menyalahkan kedua orang ini. Tidak ada bukti yang bisa memastikan bahwa yang diceritakan oleh Mbah mengenai kejadian di desa Lorina ratusan tahun lalu itu merupakan suatu cerita yang bohong. Warga juga tidak memiliki bukti keterlibatan Ki Gapes. Ki Gapes sendiri memainkan perannya dengan sangat rapi saat wabah penyakit gatal itu terjadi. Seperti ketika di saat Ki Gapes membagikan komisi penjualan baksonya kepada Pak sekdes dan yang lainnya. Ki Gapes selalu memberikannya ketika mereka berpura-pura membeli bakso dengan menyelipkannya ke dalam kantong plastik hitam bersamaan dengan memasukkan bungkusan bakso. Sehingga tidak ada bukti bagi warga untuk menyalahkan Ki Gapes secara langsung.