Gerbang yang sangat aku kagumi itu mulai terlihat. Kerimbunan pohon-pohon sebagaimana di gambar-gambar itu makin jelas. Mobil berbelok menyeberang menuju gerbang itu. Hatiku mengatakan ini rumahmu...
Kami disambut panitia di depan kapel. Kami diarahkan masuk ke kapel dulu untuk berdoa sejenak di sana. Aku merasa begitu damai, tenang, dan bahagia. Ku lirik Angel pun begitu tenang berdoa, berlutut dengan matanya yang terpejam bukan terpaksa namun damai dan tenang syukurlah ia bahagia juga nampaknya.
Genta gereja bertalu, menunjukkan pukul 12 siang, Doa Malaikat Tuhan dilafalkan, dan papa-mama- dan Angie pamit pulang, aku mohon restu mereka, dan lama jabat eratnya sambil dilengkapi injakan high heelnya di sisi kakiku. Perih banget, dan mama sampai membentak Angel yang hanya meringis dan menunjukkan jari membentuk V. Aku hapal modelnya, mama pun marah sayang dan tentu paham yang ada di hati puterinya.
Hari pertama mendapat giliran untuk mengosek WC dan kamar mandi, semua dilakukan dengan diam. Test intelijensi dilakukan usai sarapan pagi. Beberapa test untuk menunjukkan kualitas dan kepribadian calon, hingga menjelang makan siang acara ini dilaksanakan. Lumayan lancar dan satu bagian sangat senang, banyak waktu yang tersisa, yaitu vokabulari Bahasa Indonesia. Hobbi mengisi TTS bersama bapak sangat membantu. Di kemudian hari aku tahu hasilnya hampir sempurna salah satu kata yang akan aku ingat seumur hidupku.
Usai siesta[1], ada wawancara, bagi yang tidak ada jadwal wawancara jam itu, diminta ikut opera.[2] Aku termasuk yang belum mendapat bagian untuk wawancara, oleh angelus [3] untuk membersihkan dormitorium[4]. Menyapu dan mengepel. Hal-hal ini dimaksudkan sebagai wujud tanggung jawab. Selesai opera aku mandi dan siap-siap antri untuk wawancara. Empat pewawancara yang harus aku temui dan selesaikan.Â
Minggu setelah Misa, makan pagi, kami pulang ke daerah asal kami masing-masing. Ternyata papa dan mama serta Angie kali ini membawa bapak dan ibu. Telah menantikan di depan untuk menjemput.
Kaget campur senang aku atas perhatian mereka. Di luar perkiraanku bahwa akan seperti ini. Syukur kepada Allah atas kasih ini.
"Bagaimana hasilnya kira-kira?" ibu yang membuka pembicaraan pas sudah di jalan.
 " Syukur, harapan baik Ibu, soal pastinya, nanti, dua minggu lagi akan dikirim lewat Paroki..." jelasku dengan lega, apa yang aku bayangkan sudah  makin dekat. Soal tahbisan jauuuh banget, minimal 10 tahun ke depan. Sama sekali belum ada bayangan itu.
"Sudah makan Gab?" kali ini Mama yang bertanya.
"Sudah, ini baru saja selesai, masih kenyang..." jawabku apa adanya, Angie senyum senyum saja, aku diam.