"Terus kenapa?" aku tidak berani bercanda melihat keseriusannya ini.
Jarang dia diam tanpa aktivitas seperti ini, biasanya mulutnya diam tapi tangannya sibuk dengan bacaan atau main-main. Dia juga rajin membuat pernak-pernik baik dari pita, dari pipet air minum, ataupun benang, lho. Lucu, imut, dan keren-keren kreasinya. Kalau jadi, sudah pasti pindah ke tasku.
"Buat kamu, kamu kan seneng simpen, kalau aku paling hilang." Terangnya tanpa menunggu persetujuanku.
Ia tahu banget karena kalau main ke rumahku ia melihat karyanya aku pajang dalam kotak kecil yang aku buat dari kayu limbah  yang aku jadikan kotak-kotak untuk hasil kriya tangan terampilnya. Sayang kan susah-susah membuat jika tidak dirawat, dipelihara, dan dipajang dengan patut.
Diam super diam begini membuat tanda tanya besar, baru kali ini aku ingat-ingat hampir tiga tahun di sekolah yang sama. Hampir tiap hari, karena Minggu ke gereja pun bareng. Memang jarang dekat aku jika di gereja, ia memilih Anne sahabatnya di perumahan yang pendiamnya super itu. Ia seolah mendapat adik. Usianya sama, sekolah di sekolah lain, hanya sikap diam dan pasif itu membuat Angie seolah menjadi pelindung, perawat, dan penjaga sekaligus. Peran yang dinikmati baik olehnya.
Aku sendiri sering duduk di pintu dekat sakristi, biasa alumni misdinar. Bersama rekan-rekan misdinari senior sambil memberi tahu adik-adik kalau ada yang kurang. Tradisi turun temurun yang belum pernah mendapatkan teguran dari rama-rama yang berkarya selama ini.
Angie makin diam. Masih banyak omong seperti murai juga, namun terasa banget ia menjaga jarak. Makin jarang ia ngobrol atau jalan berdua. Lha iya, aku sering cari persyaratan. Dia juga sering berdalih ini itu kalau aku senggang. Aku sering tanya kenapa begitu, apa ia sakit, atau sedang naksir anak lain, biasanya gebugan atau cubitan, eh ini malah makin diam.
Sikapnya aku perhatikan kepada rekan lain tetap seperti biasanya, tidak ada perubahan yang berlebihan. Perilaku dan pendekatan pada Dany juga sama saja, tidak ada peningkatan yang berarti banyak. Masalah studi atau menjelang ujian tentu bukan bebannya, mana mungkin juara sekolah khawatir soal ujian akhir. Atau masalah usai sekolah itu yang menjadi pikirannya?
"Angie, kamu kenapa sih jadi pendiam banget? Tanyaku tulus.
"Gak papa, soal ujian paling?"Tambah serius mukanya.
"Maaf, Angie, apa iya, jawara kelas, sekolah bisa kepikiran ujian, sedang yang juru kunci saja tenang-tenang saja, aku gak yakin, itu masalahmu? "
 Sambil aku pandangi mukanya.