"Pagi Gabie...." balas Papa dan Mama.
Angie hanya ngakak saja, apalagi aku panggil dia Angela.
"Anak mama ini sejak bangun ceria banget, ini sudah ngakak-ngakak, tawamu dari depan kedengaran lho..." goda Mama sambil acak-acak rambut panjang Angie.
Lho papa mama kog tidak pakai baju kantor, juga Angie....
"Mau ke pesta ya, kog semua pakai baju begini, bukan mau ke kantor dan sekolah...."
"Kan nganter kamu Gaby, " jawab Papa, "mana tidak suka mau antar anak mendaftar ke seminari. Tidak banyak lho yang mau dan terpilih."
Aku sangat terharu. Bapak dan ibu tidak akan bersikap begitu, melepaskan aku bukan karena tidak sayang atau perhatian, namun itu adalah pilihanku dan tanggung jawabku. Â Aku suka sih dengan pola pendekatan Bapak dan Ibu, bahkan sebenarnya kebaikan Papa Mama malah ini aku anggap berlebihan. Melihat keceriaan mereka mana bisa aku mengacaukannya.
" Jam berapa harus sampai sana?"
"Sebelum makan siang, kisaran pukul 13, paling lambat."
"Perjalanan dua jam tidak sampai, tapi kita bersantai dan jalan-jalan dulu saja, usai makan kita berangkat. " putusan ala Angel jelas.
Si Murai tidak pernah diam. Papa dan mama yang duduk di depan sampai geleng-gelelng kepala terus menyaksikan ulah puterinya. Â Aku sendiri hanya mendengarkan dengan bingung.