Dalam upaya menyelesaikan schisma dalam clan Pakpahan, perlu dilakukan pendekatan yang integratif, yaitu dengan menggabungkan prinsip-prinsip hukum adat dan hukum positif.
Musyawarah-mufakat. Proses pengambilan keputusan harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan melalui musyawarah mufakat untuk mencapai kesepakatan bersama.
Dalihan na tolu. Hubungan sosial antara hula-hula, boru, dan dongan tubu harus menjadi landasan dalam penyelesaian konflik.
Adat parik. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui adat parik dapat menjadi alternatif yang efektif untuk menghindari proses peradilan yang panjang dan melelahkan.
KUHPer. Jika terjadi pelanggaran hukum pidana, seperti pemalsuandokumen atau pencemaran nama baik, maka dapat diajukan tuntutan pidana.
Gugatan perdata. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi.
Mediasi. Proses mediasi dapat difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan.
Contoh kasus dan solusi
Untuk lebih memahami penerapan prinsip-prinsip ini, mari kita tinjau contoh kasus berikut. Misalnya, dalam kasus schisma clan Pakpahan, terdapat perselisihan mengenai hak kepemilikan atas tanah ulayat. Salah satu solusi yang mungkin adalah : Formasi Tim Mediasi. Dibentuk tim mediasi yang terdiri dari tokoh masyarakat yang disegani, tokoh agama, dan ahli hukum adat; Musyawarah. Tim mediasi memfasilitasi musyawarah antara kedua belah pihak untuk mencari titik temu; verifikasi data. Tim mediasi melakukan verifikasi terhadap data-data yang diajukan oleh masing-masing pihak, seperti dokumen kepemilikan tanah, kesaksian para saksi, dan bukti-bukti fisik lainnya; putusan mediasi. Tim mediasi mengeluarkan keputusan mediasi yang mengikat bagi kedua belah pihak; penegakan Keputusan. Jika salah satu pihak tidak mematuhi keputusan mediasi, maka dapat ditempuh jalur hukum.