Lemahnya pengawasan yang dilakukan baik internal maupun eksternal kepada lembaga penegak hukum, aparat penegak hukum maupun unsur-unsur profesi lain yang terkait dengan penegakan hukum juga semakin memperburuk kondisi yang ada. Upaya penegakan hukum perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai untuk menjamin berjalannya proses penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat, disamping upaya menyelamatkan aset Negara yang hasil tindak pidana korupsi.
Keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 juga masih menghadapi berbagai kendala, terutama menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional yang sejalan dengan masih minimnya pengaturan dalam Konvensi tersebut, mempersiapkan perangkat kelembagaan yang dipersyaratkan oleh Konvensi agar lebih memudahkan Pemerintah memindahkan pelaku dan sekaligus mengambil aset hasil korupsi yag dibawa ke luar negeri.
Hal-hal tersebut menandakan bahwa dukungan regulasi dan penegakan hukum sangat penting dalam upaya implementasi Sismennas. Perlu aturan yang mendukung pelaksanaan Sismennas, disertai penegakan aturan yang disiplin dan konsisten sehingga akan tercipta suasana yang kondusif bagi penataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai jiwa Sismennas.
b. Penyamaan Persepsi tentang Sismennas
Kondisi saat ini masih banyak dijumpai tumpang tindihnya program, masih banyak aspirasi masyarakat yang tidak tersalurkan, masih banyak aspirasi yang disalurkan dengan cara yang tidak tepat, masih banyak pemborosan anggaran pemerintahan untuk pos-pos yang tidak penting dan mendesak. Ini disebabkan karena belum ada pemerataan pemahaman Sismennas pada berbagai kalangan masyarakat dan kalangan aparatur negara serta pemerintahan.
Kunci keberhasilan menjalankan sebuah sistem manajemen adalah kesamaan pandangan, kesamaan persepsi, kesamaan pemahaman sejak dari hal-hal yang mendasar hingga tingkat derivasi yang bersifat praksis. Mengelola negara dan pemerintahan memang bukan urusan yang sederhana, mengingat banyaknya variabel yang harus diperhatikan dan dijaga. Untuk itulah tidak bisa ditawar, perlunya pemerataan pemahaman Sismennas di seluruh kalangan apatratur negara dan pemerinthan, dan kepada seluruh elemen masyarakat dan bangsa.
c. Kesiapan SDM untuk Implementasi Sismennas
Buku Kedua RPJMN menyebutkan, bahwa secara umum kualitas SDM aparatur belum dapat menunjang kinerja birokrasi yang efektif dan efisien. Ini artinya, implementasi Sismennas masih akan menghadapi banyak kendalam dari segi kualitas SDM aparatur. Hal ini disebabkan oleh praktik manajemen kepegawaian yang belum sepenuhnya menerapkan sistim merit, mulai dari pengadaan pegawai, promosi dan mutasi, diklat, penilaian kinerja, hingga sistem penggajian dan pensiun.
Pelaksanaan sistem pilkada langsung tampaknya memperburuk situasi. Hasil survei di sembilan daerah yang dilakukan UGM pada tahun 2008 menunjukkan bahwa banyak pejabat birokrasi yang kariernya ditentukan bukan oleh profesionalisme dan prestasi kerjanya, melainkan oleh kedekatan hubungannya dengan tokoh-tokoh politik di daerah.
Penataan SDM aparatur menjadi lebih kompleks oleh adanya banyak otoritas dalam pemerintahan yang mengurusi bidang kepegawaian. Dalam pemerintahan tingkat pusat terdapat tiga otoritas kepegawaian, yakni Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepegawaian Negara, dan Lembaga Administrasi Negara, di samping biro kepegawaian pada lembaga dan komisi negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian. Pada pemerintahan daerah, bidang kepegawaian merupakan urusan dari badan kepegawaian daerah dan biro kepegawaian kementerian dalam negeri.
Menurut analisis Pusat Kajian Manajemen Kebijakan LAN tahun 2009, instansi pemerintah masih ditandai dengan karakter budaya yang belum berorientasi pada kinerja. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sejumlah realitas sebagai berikut: