"Ibu.. Ayah," aku memanggil mereka dengan suara pelan. Mereka menoleh dan mengernyit bingung.
"Ada apa?" Ibu bertanya dengan nada sedikit khawatir setelah mendengar suara pelanku.
Aku memberikan kertas berisi perjanjian itu kepada ayah dan ibu. Benar saja dugaanku. Setelah mereka membaca isi kertas itu, ayah menghela napas panjang dan ibu menatapku tajam.
"Kamu kena hukum, Kia?" tanya ibu dengan suara mulai tegas.
"Iya, Bu."
Terdengar helaan napas dari ibu. "Berapa kali Ibu harus bilang padamu. Belajar, Kia. Belajar. Tapi ini kamu masih juga malas, trus nyontek lagi. Malu-maluin orangtuamu aja," ibu menaikkan suaranya, tanda dia sudah marah.
"Maaf, Bu.. Kia janji nggak akan ngulangin lagi," aku menunduk, merasa bersalah dan malu.
Selama ini malas belajar, aku tidak pernah sampai kena hukum. Ini pertama kalinya bagiku. Dan itu membuatku malu. Apalagi orangtuaku juga mengetahuinya.
"Janji, janji. Tapi, nggak pernah ditepatin. Kemarin kamu janji mau belajar. Belajar apa kamu? Katanya udah belajar, tapi ini apa. Ternyata kamu nyontek karena malas belajar. Udah ada buktinya kan, kamu nggak ada belajar kemarin. Mau jadi apa kamu, Kia? Hah? Belajar nggak mau, nolongin orangtua nggak mau juga. Â Peliharalah malas kamu tuh sampai besar, nggak akan ada orang mau sama kamu nanti."
"Tapi, Kia nggak jadi nyontek tadi, Bu. Jawaban ulangannya nggak ada di kertas contekan Kia."
"Kamu ada niat buat nyontek. Nggak ada bedanya. Sekali kamu berniat menyontek, mau jawabannya ada atau tidak di buku kamu, itu tetap menyontek."