"Sekarang kamu nggak boleh ikut ulangan saya. Keluar kamu."
"T-tapi, saya belum sempat ngapa-ngapain, Buk," tidak salah, kan? Lagian contekan itu nggak sesuai sama ulangannya.
"Oh, berani kamu melawan saya? Keluar! Sebelum saya panggil kepala sekolah," ucap buk Reni tegas, membuat seluruh kelas hening setelah sebelumnya sedikit ribut.
"Kamu punya telinga, kan? Keluar saya bilang!"
Aku menunduk. Merasa malu dan bersalah. Aku berdiri. Melangkah keluar kelas.
"Lari keliling lapangan 15 kali. Jika sudah, tulis surat perjanjian dalam kertas empat lembar. Penuhkan empat lembar itu. Jangan kembali sampai kamu selesai menulisnya!"
"I-iya, Buk."
Aku melangkah keluar kelas, di ikuti tatapan kasihan dari teman-temanku. Aku berlari mengelilingi lapangan sesuai perintah buk Reni.
Sekarang, bisa saja aku melarikan diri ke wc. Tapi, tidak ada gunanya juga. Buk Reni pasti nanti keluar kelas untuk mengawasiku. Buk Reni terkenal guru paling disiplin dan tegas terhadap muridnya.
Selagi aku berlari, beberapa pasang mata kebetulan melintas menatapku iba. Mereka pasti tahu aku dihukum oleh buk Reni. Tapi, ada juga beberapa bertanya-tanya.
"Dia kenapa?" bisik seseorang kepada temannya. Kebetulan melintas di dekatku. Sungguh, aku malu jadi pusat perhatian.