"Maafkan aku, ayah!" ucapnya terakhir kali sebelum dia membalikkan tubuhnya untuk benar-benar pergi.
Tangis permaisuri pecah tak terbendung, seiring kian menjauhnya langkah Edmund. Putri Nicole berusaha menenangkan sang ibu dengan memeluk tubuh beliau. Namun perlahan suara tangis itu memudar, berganti dengan tubuh yang kian melemah. Permaisuri jatuh pingsan.
Situasi dalam istana kian menjadi kacau, karena permaisuri yang pingsan sejak dua jam yang lalu belum juga membuka matanya. Semua penghuni istana begitu cemas menanti kabar dari seorang dokter yang masih memeriksa kondisi permaisuri di dalam sana, dengan didampingi baginda raja.
Dengan keahliannya, dokter keluarga tersebut telah memeriksa permaisuri dengan sangat teliti. Hingga beliau menemukan fakta bahwa..
"Yang mulai permaisuri sudah bangun sejak tadi, yang mulia." ucapnya kepada baginda raja setelah mereka menjauh dari ranjang permaisuri.
"Apa???"
"Hanya saja... yang mulia permaisuri tidak mau membuka matanya. Beliau berada dalam kondisi yang sangat teguncang saat ini, sehingga enggan membuka mata."
Baginda raja hanya mampu menoleh, memandang wajah permaisuri yang terkulai lemah di ranjang. Wanita itu seolah telah kehilangan mataharinya. Wajahnya sungguh pucat, tak menampakkan sedikit pun semangatnya untuk melanjutkan hidup.
"Sebaiknya kita keluar, yang mulia. Agar yang mulia permaisuri bisa leluasa membuka matanya. Tampaknya beliau tidak ingin kita tahu bahwa dirinya sudah bangun."
Baginda raja menghela nafas, lalu mengekor di balik tubuh dokternya yang beranjak pergi meninggalkan kamar itu.
Dan apa yang dikatakan oleh sang dokter, benar adanya. Permaisuri Angelina membuka kedua matanya setelah mendengar pintu yang terbuka dan ditutup dari luar. Namun lagi-lagi setitik air mengalir dari sudut matanya, hatinya sungguh terasa hancur. Pandangannya hanya kosong menatap langit-langit.