Aku telah tiba lagi di kedai, ku kenakan lagi celemek hijau yang tadi ku tanggalkan di atas meja ruang belakang. Aku mengikatkan kedua talinya sambil melangkah menuju area barista. Aku menyapa Mba Lidya yang sedang duduk dengan bangku tinggi di sisi kanan meja barista. Kini tinggi duduknya sejajar dengan tinggi meja. Kedua tangannya dilingkarkan di atas meja, di tengah-tengahnya terdapat secangkir kopi moka hangat.
"Mba.. Sudah lama dateng?"
Dia tersenyum mengangguk menatapku, "Hmm.. Lumayan. Tadi kamu makan apa Mel? Di sini lumayan banyak kan tempat makan?"
"Saya tadi makan bakso Mba, di seberang." aku mulai deg-degan. Apa sebenarnya tadi Mba Lidya melihatku namun sekarang berpura-pura menanyai ku? Aku bersikap tenang dan biasa saja menjawab pertanyaannya. Aku tidak ingin terlihat gugup olehnya.
"Oh.. Sendiri?"
"Iya Mba, sendiri. Saya lebih sering sendiri. Eka sama Rena lebih sering bawa makanan dari rumah."
Mba Lidya terlihat sedang menganggukkan kepalanya, tampak ekspresi wajahnya sedang berpikir mau bicara apa lagi selanjutnya.
"Kamu? Ngga bawa dari rumah?"
"Kadang-kadang Mba." aku menjawabnya singkat seraya tersenyum, berharap Mba Lidya tidak banyak berbicara lagi padaku.
Dion berpamitan pada Mba Lidya dan aku untuk pergi makan siang ke luar. Aku selamat dari Mba Lidya ketika Dion berlalu pergi ke arah belakang, karena dari arah pintu depan telah masuk tiga orang remaja yang memesan minuman padaku. Mba Lidya mengamati gerak-gerikku dengan seksama.
Dia tidak bersuara lagi, salah satu tangannya hanya bertopang dagu. Aku dapat merasakan tatapan matanya masih tertuju kepadaku. Aku dapat merampungkan ketiga macam minuman yang dipesan pelanggan dengan waktu yang cukup singkat. Ku bersihkan mug stainless yang telah ku pakai untuk mengaduk susu cair sebelumnya.