Dia meraih tanganku, dia memegang erat tanganku. Tangan kami pun menyatu.
“Kamu ... Kamu menang, Reva. Kamu menyelamatkan lebih ba-banyak orang.”
Wajah Reva semakin tidak jelas di pandanganku.
“Tapi, sungguh aku masih tidak bisa percaya kamu melakukan ini.”
“Ka-kamu mau tahu kenapa aku melakukan ini semua? Kamu lihat ... Ke mobilku.”
Sambil terisak-isak, Reva memalingkan wajahnya ke mobil sedan yang tidak jauh dari posisi kami. Dia tampak masih bingung.
“Reva, maaf. Kamu ... Ugh, jadi membenciku. Tapi, aku ingin kamu tahu kalau aku sangat Mencin ... “
“Iya ... Iya. Aku juga me-mencintaimu, Iyan. Aku ju-juga minta ma-maaf.” Dia masih menangis.
Aku senang mendengar kata kata itu darinya. Ah ... Wajahnya semakin memudar dari pandanganku ... Suaranya ... Aku tidak bisa mendnegarnya lagi. Reva ...
Reva ...
Reva ...