"Akan kutuliskan deritaku di sini," tekadku.
Cibiran tetangga dan sanak saudara terutama mertua sangat terasa menusuk meskipun tidak terang-terangan dikemukakan kepada kami berdua. Sindiran halus yang ironis selalu datang kapan pun justru ketika aku tidak siap menghadapinya.
Tudingan mandul secara implisit pun selalu terarah kepadaku, sementara suami tidak kunjung bersedia ketika kuminta mengantar ke dokter spesialis kandungan. Dalihnya takut kecewa seandainya dari pihak lelaki sumber petaka mandul itu.
"Sudahlah, Dik. Aku pun akan berupaya membuktikan bahwa aku tidak mandul seperti kata mereka. Kamu yang sabar, ya!" katanya cukup menentramkan sesaat.
"Bagimana cara Mas membuktikannya? Mas akan mencoba dengan perempuan lain?" selidikku kepadanya.
"Ah, ... kamu jangan sembarangan berbicara. Tentu saja aku akan berobat semampuku! Sabar dan tenang sajalah!" hiburnya.
*** Â
Tiba-tiba saja aku ingin pulang. Entah magnet apa yang menggerakkanku untuk pulang, padahal bisa dikatakan masih terlalu pagi. Aku  segera bergegas mengambil jaket, kunci kendaraan, dan menulis kertas kecil memo untuk Bonita bahwa aku harus pulang sebentar. Besok sekitar pukul 08.00 ketika acara dimulai, aku pastikan sudah berada di tempat.
Jalanan begitu sepi sehingga satu jam kemudian aku sudah sampai di rumah. Perumahan semi elite ini memang dijaga satpam lengkap sehingga aku harus melapor terlebih dulu ketika berada di gerbang masuk.
Memasuki area rumah tanpa pagar, merupakan hal mudah bagiku. Belum ada gerbang yang menghalangi karena kami masih mengumpulkan dana untuk itu. Kuparkir  kendaraan diam-diam dan kukunci manual saja agar tidak menimbulkan suara. Untunglah aku membawa kunci cadangan untuk memasuki rumah sehingga dengan mudah aku sudah sampai di depan kamar pribadi kami.
Pintu tidak terkunci. Kupegang handle pintu dan kuputar perlahan agar tidak menimbulkan derit atau suara sekecil apa pun.
Jantungku terasa hendak copot, tatkala kulihat Mas Dika sedang bergumul mencumbui seseorang yang belum kulihat siapa di ranjang pribadi kami. Kedua insan tanpa mengenakan selembar kain pun itu sedang menikmati surga dunia di depan mataku. Mereka tidak menyadari kehadiranku yang tegak kaku mematung di luar kamar menikmati sajian pergulatan mereka.