Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pot Kembang Telang

13 Juni 2024   05:13 Diperbarui: 13 Juni 2024   07:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Akan kutuliskan deritaku di sini," tekadku.

Cibiran tetangga dan sanak saudara terutama mertua sangat terasa menusuk meskipun tidak terang-terangan dikemukakan kepada kami berdua. Sindiran halus yang ironis selalu datang kapan pun justru ketika aku tidak siap menghadapinya.

Tudingan mandul secara implisit pun selalu terarah kepadaku, sementara suami tidak kunjung bersedia ketika kuminta mengantar ke dokter spesialis kandungan. Dalihnya takut kecewa seandainya dari pihak lelaki sumber petaka mandul itu.

"Sudahlah, Dik. Aku pun akan berupaya membuktikan bahwa aku tidak mandul seperti kata mereka. Kamu yang sabar, ya!" katanya cukup menentramkan sesaat.

"Bagimana cara Mas membuktikannya? Mas akan mencoba dengan perempuan lain?" selidikku kepadanya.

"Ah, ... kamu jangan sembarangan berbicara. Tentu saja aku akan berobat semampuku! Sabar dan tenang sajalah!" hiburnya.

***  

Tiba-tiba saja aku ingin pulang. Entah magnet apa yang menggerakkanku untuk pulang, padahal bisa dikatakan masih terlalu pagi. Aku  segera bergegas mengambil jaket, kunci kendaraan, dan menulis kertas kecil memo untuk Bonita bahwa aku harus pulang sebentar. Besok sekitar pukul 08.00 ketika acara dimulai, aku pastikan sudah berada di tempat.

Jalanan begitu sepi sehingga satu jam kemudian aku sudah sampai di rumah. Perumahan semi elite ini memang dijaga satpam lengkap sehingga aku harus melapor terlebih dulu ketika berada di gerbang masuk.

Memasuki area rumah tanpa pagar, merupakan hal mudah bagiku. Belum ada gerbang yang menghalangi karena kami masih mengumpulkan dana untuk itu. Kuparkir  kendaraan diam-diam dan kukunci manual saja agar tidak menimbulkan suara. Untunglah aku membawa kunci cadangan untuk memasuki rumah sehingga dengan mudah aku sudah sampai di depan kamar pribadi kami.

Pintu tidak terkunci. Kupegang handle pintu dan kuputar perlahan agar tidak menimbulkan derit atau suara sekecil apa pun.
Jantungku terasa hendak copot, tatkala kulihat Mas Dika sedang bergumul mencumbui seseorang yang belum kulihat siapa di ranjang pribadi kami. Kedua insan tanpa mengenakan selembar kain pun itu sedang menikmati surga dunia di depan mataku. Mereka tidak menyadari kehadiranku yang tegak kaku mematung di luar kamar menikmati sajian pergulatan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun