Ditambah lagi mungkin saat pandemi, aku menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Dan itu sangat melukai harga diri Abbas sebagai seorang laki-laki.Â
Satu sisi aku sangat marah, mengapa dia malah menyalahkanku, toh keluarganya malah berterima kasih padaku karena penghasilanku bisa mencukupi semua kebutuhan hidup keluargaku dan keluarga Abbas, terutama di saat perusahaan keluarga Abbas terpuruk.
***
Jumat, 8 Agustus 2024 pukul 15.00 WIB
Bu Bram mengambil alih meeting tersebut, aku diizinkan untuk beristirahat dan tidak perlu ke kantor untuk sementara waktu.
Bu Bram yang aku sempat salahkan sebagai pihak penyebab keberingasan Abbas, ternyata orang paling tergopoh-gopoh saat mengetahui keadaanku.
"Tenangkan dirimu, kamu tidak perlu ke kantor dulu. Kalau kamu mau bercerai dengan lelaki sialan itu, kamu kasih tau saya saja, kita sewa pengacara, ga usah pikirkan biaya! Saya sudah tahu laki seperti itu ujungnya bagaimana, makanya saya ga pernah izinin kamu berhenti. Kemana nanti kamu berlindung! Belum tentu laki itu bakal izinin kamu hubungin saya".
Kata cerai seperti memberikan energi bagiku. Ocehan beruntun Bu Bram seperti menyadarkanku, bahwa selama ini beliau berusaha melindungiku.
Benar, aku selama ini selamat karena masih bekerja. Setidaknya aku belum mati, karena masih ada kontribusi finansial dalam rumah tangga.
Aku ingin segera lepas, aku tidak mau anak-anakku menjadi korban KDRT berikutnya. Tidak mau juga orang lain kena imbasnya.
***