Dalam rumah duka, Kayla mengenakkan pakaian putih, wajahnya pucat pasi, dengan rambut yang awut-awutan. Aku tidak yakin ia sudah mandi.
Matanya menatap kosong ke arah peti, ia hanya terdiam dan sama sekali tidak bergerak, bahkan mengedip pun nyaris tidak dilakukan.
Ibu Jordi berada disamping peti, menangis sesunggukkan tiada henti. Selama aku dan Awan disana, sang ibu sempat pingsan beberapa kali.
Ayah Jordi selalu berada disamping sang istri, menjaganya, sekaligus menahan diri agar bisa menenangkan istrinya, yang masih kaget anaknya sudah tiada.
Adik Jordi sendiri melayani tamu yang melayat, tatapannya begitu sendu. Saat menceritakan kejadian detik-detik Jordi kehilangan nyawanya, sang adik seperti menahan napas sekaligus menahan diri untuk tidak sumpah serapah pada orang yang menabraknya.
"Sialan tu orang, Kak!", cerita adik Jordi sambil memaki.
Akhirnya, Joshua, adik Jordi yang juga mengenal kami, bisa leluasa mengeluarkan unek-uneknya.
"Kalau dari saksi orang yang ngeliat, tu orang langsung keluar gang, lawan arus sambil ngebut, udah gitu lampu motornya kagak dinyalain. Kak Jordi juga pakai kecepatan tinggi. Tubrukan langsung, mental dua-duanya."
"Terus, tu orang gimana?", tanyaku.
"Luka-luka doang. Hoki banget, emak bapaknya malah marah-marah bilang Kak Jordi yang salah! Jelas-jelas para saksi aja pada bilang anaknya dia yang maen ngeloyor keluar dari gang!", nada Joshua semakin tinggi.
"Anaknya emang usia berapa?", tanya Awan.