Penciumannya memandu dia berlari ke bawah meja kaca. Di situ seonggok kentang tersaji untuknya.
"Hmm, makan malam nikmat." Liurnya terbit. Tak perlu menunggu lama. Tikus itu mengerati ujung-ujung lima butir kentang bulat lonjong.Â
Sebenarnya dia cukup mengerati sebutir saja. Tapi dia ingin mengejek Poltak, laki tua bangka pemarah itu.Â
"Ah, aku perlu mengasah gigi." Tikus itu merapat ke dasar daun pintu penghubung dapur dan taman. Lalu digerogotinya sudut dasar pintu itu. Â Hingga giginya tajam lagi.
"Berak, ah." Tikus itu buang hajat di atas meja kaca. Kurang ajar!
Dia melakukan semua itu sebagai pesan untuk Poltak. "Aku sudah turun. Kau di mana?"Â
***
Pagi buta, Poltak meradang. Â
"Kubunuh kau, tikus busuk!"
Matanya menyala. Panas hatinya menemukan lima butir kentangnya digerogoti, dan sudut dasar pintu dapurnya dikerati tikus sialan itu.
"Hihihi. Besar mulut kau." Tikus itu mencicit, meledek dari atas plafon teras dapur.