Contohnya Rino. Dia mulai mau salat Zuhur. Dia mungkin malu kalau baca majalah, terus ada yang jamaah. Pasti dia akan ikut salat jamaah juga.
“Bagaimana, Far?” tanya Pak Badrudin saat melihat wajah murung Mudofar waktu itu. Pak Badrudin belum tahu kalau Mudofar baru dimarahi Pak Wirman sebagai guru pembina OSIS gara-gara membeli majalah remaja untuk perpustakaan musola.
“Kenapa, Pak?” Mudofar balik bertanya karena tadi sedang melamun.
“Sekarang sepertinya banyak yang datang ke musola?”
“Hanya duduk-duduk, Pak.”
“Tak apalah,” kata Pak Badrudin. Manusia penuh senyum itu. Kalau ada Pak Badrudin, hati Mudofar seakan disiram es. Padahal hari sedang terik. Begitu nyaman. Begitu menyejukkan. Pantaslah kalau Pak Badrudin mengajar agama. Karena dia juga tidak fanatik seperti Pak Wirman.
“Agama itu untuk menyejukkan. Untuk menyejahterakan. Untuk menjadikan manusia semakin manusiawi. Contohnya, banyaklah tersenyum. Dan jangan marah-marah, “ kata-kata Pak Badrudin yang selalu diingat Mudofar.
Karena itulah, Mudofar senang sekali waktu Pak Badrudin memintanya untuk menjadi ketua Rohis di sekolahnya. Dengan menjadi ketua Rohis, Mudofar bisa lebih memahami agamanya juga menimba ilmu dari Pak Senyum, Pak Badrudin itu.
Mudofar bingung.
Akankah ia ceritakan apa yang telah diperintahkan Pak Wirman? Karena tak tahu apa yang harus dilakukannya, Mudofar pun bercerita tentang larangan Pak Wirman terhadap majalah di musola.
“Sabar saja, Far, biar Bapak yang akan menjelaskan kepada Pak Wirman,” kata Pak Wirman sambil membelai rambut Mudofar.