“Tidak apa-apa, Pak,” kata Mudofar.
“Saya dengar, kamu mau jualan di musola, ya? “ tanya Pak Wirman.
Mudofar agak takut juga. Jangan-jangan, gagasan teman-temannya untuk bisnis di musola akan ditentang oleh Pak Wirman. Hati Mudofar ketar-ketir juga.
“Iya, Pak,” jawab Mudofar agak pelan.
“Saya ingin membantunya. Ini uang saya sendiri. Bukan dari OSIS. Tapi tolong jangan bilang siapa-siapa. Anggaplah ini sebagai penebus kesalahan saya selama ini. Tak seberapa,” kata Pak Wirman sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.
Ternyata baik juga Pak Wirman ini. Tak disangka-sangka.
“Terima kasih, Pak,” kata Mudofar sambil etrus mengucap syukur dalam hati.
“Kebetulan saya juga punya gitar, tuh. Bukan gitar baru sih. Tapi masih bisa dimanfaatkan. Kamu bawa ke musola aja ya, Far,” kata-kata Pak Wirman betul-betul mengeutkan hatinya.
“Terima kasih, Pak,” kata Mudofar.
Dan yang tahu itu semua hanya Mudofar dan Pak Wirman. Teman-teman Mudofar tak ada yang tahu. Dan Pak Wirman sendiri yang menyuruh Mudofar untuk tak bercerita tentang kejadian ini.
“Hai..! kok malah bengong!” bentak Rida.