Dia tertawa, aku pikir itu bukan tawa mengejek tapi tawa lega.
"Kamu dipasangi katater," dia memberitahu.
Kateter? Apa itu? Aku mengerutkan dahi dan menatap mata gelapnya yang terlihat geli.
"Emmm... Aku pikir aku harus ke toilet," ucapku menunduk lagi.
Dia mendengus tertawa. "Baiklah," sahutnya sembari menekan tombol yang ada di samping tempat tidurku.
"Ya?" sebuah suara tanpa wujud menyahut.
Dia tersenyum lembut menatapku. "Pasien Senna, sudah sadar dari komanya. Dia butuh bantuan," dia memberitahu. Mata peraknya mengunci mataku. Tunggu! Darimana dia tahu namaku?
"Baik pak. Seorang suster akan dikirim ke sana." suara tanpa wujud itu akhirnya berhenti.
"Tunggulah beberapa saat lagi."
Dan beberapa menit kemudian, seorang suster berambut gelap berusia sekitar empat puluh tahunan masuk ke kamarku. Dia tersenyum manis ke arahku.
"Bagaimana perasaan anda, Nona?" tanyanya lembut. Sambil dengan cekatan memeriksa infus, denyut nadi, dan juga monitor yang ada di samping tempat tidurku.