Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah puas bercakap cakap.  Malam itu Ayu Wulan membuat makan malam yang sangat enak buat mereka.  Daging ayam, daging rusa, ikan bakar dan sayuran segar.  Arya Dahana yang sudah sangat lama tidak menikmati masakan yang benar benar dimasak dengan bumbu lengkap seperti orang kalap hingga kekenyangan.  Dyah Puspita juga menikmati makan malam itu dengan tenang dan nyaman.  Hanya Sima Lodra yang terlihat agak cemberut karena porsi makan untuknya hanya sedikit saja. 

Begitu semua hidangan telah lenyap dalam perut, Sima Lodra melompat keluar rumah menyelinap dalam hutan.  Sepertinya makanan tadi hanya kudapan saja baginya.  Arya Dahana sendiri melompat juga ke dalam..... selimut.  Tak kuat lagi menahan kantuknya.  Apalagi setelah melihat ternyata Ayu Wulan telah menyiapkan alas tidur yang empuk dan menggiurkan kantuk di ruang depan.  Dyah Puspita berpamitan keluar rumah sebentar agar bisa berlatih.

Malam berlalu dengan penuh ketenangan.  Pagi dibuka dengan sangat ceria.  Suara burung cucakrawa menyapa keheningan.  Diikuti jeritan panjang owa jawa yang sedang bermain main dengan saudara saudaranya.  Berebut embun yang menggelantung lemas di pipi dedaunan.  Gemericik air sungai yang terdengar bahkan mengalun berirama seperti gamelan yang tidak pernah tertidur.

Dyah Puspita terjaga dari tidurnya.  Dilihatnya Arya Dahana sudah tidak ada di kantung tidurnya yang beralas empuk.  Masih terdengar dengkur halus di kamar sebelah.  Tanda Ayu Wulan masih nyenyak tertidur.  Dyah Puspita keluar mencari udara segar pagi hari.  Matanya mencari cari Sima Lodra. Mereka bertiga sudah berjalan dan berpetualang bersama selama berbulan bulan.  Harimau itu ibarat sudah menjadi keluarga baginya.

Matanya bertemu dengan sepasang mata yang sedikit menatap curiga kepadanya.  Mata seorang perempuan tua yang terlihat masih menyisakan gurat gurat kecantikan masa lalunya. 

"Kamu siapa nduk?  Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Namaku Dyah Puspita nek...aku kesini mau ketemu dengan Nyi Genduk Roban..nenek kah orangnya?"

"Nek..aku yang mempersilahkan mereka kemarin siang.  Aku rasa mereka orang baik baik nek.." tiba tiba Ayu Wulan muncul di samping Dyah Puspita dan terus berjalan memeluk perempuan tua itu. 

Nyi Genduk Roban tersenyum sabar.  Dibelainya rambut cucunya yang masih tergerai kusut,

"Ora opo opo nduk cah ayu....baiklah Dyah Puspita.  Kenapa kamu mencari aku?"

Belum sempat Dyah Puspita mengutarakan maksud kedatangannya.  Tiba tiba terdengar suara angin dingin bersuitan yang diikuti kelebatan dua bayangan yang tiba di depan mereka.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun