Arya Dahana bengong melihat kejadian itu. Â Sima Lodra sepertinya salah makan pagi ini. Â Atau mungkin salah minum tuak bukannya air, sehingga pagi ini dia mabuk berat dan mengira pohon pepaya adalah Dyah Puspita. Â Dia menoleh ke arah Dewi Mulia Ratri yang sedang cekikikan melihat tingkah harimau raksasa itu.Â
Tiba tiba tawa cekikikan gadis cantik itu berhenti. Â Dia memandang penuh selidik kepada Arya Dahana. Â Dia tadi melepaskan sihir Mancala Sukma yang merubah pohon pepaya itu menjadi sosok Dyah Puspita. Â Kekuatan sihirnya memang sudah mencapai tingkatan yang luar biasa berkat Kitab Ranu Kumbolo. Â Sehingga binatang pun bisa dipengaruhi. Â Kenapa Arya Dahana terlihat terheran heran melihat tingkah laku Sima Lodra yang terpengaruh pada sihirnya. Â Pemuda itu nampak tidak terpengaruh sama sekali oleh sihirnya.
Dewi Mulia Ratri tidak tahu bahwa Arya Dahana sudah menguasai ajian Geni Sewindu secara sempurna. Â Ajian itu memang ilmu kanuragan. Â Namun digabung dengan dasar dasar anti sihir yang hebat. Â Ajian itu jika sudah dikuasai dengan sempurna, sanggup mematahkan sihir sekuat apapun. Â Selain itu, sejak mendapatkan kutukan Ratu Laut Selatan melalui Kabut Sihir Laut Selatan, di tubuhnya telah mengendap aliran sihir yang kuat. Â
Aliran itu terperangkap bersama dua hawa murni berlawanan yang ada dalam tubuhnya sejak lama. Â Setelah mengalami ritual penyembuhan dari ratu sihir Nyai Genduk Roban, kutukan sihir yang mengendap itu ambyar dan bercampur secara penuh dalam tubuhnya dan benar benar menjadi satu bersama hawa murni tubuhnya. Â Oleh sebab itu tanpa disadarinya, Arya Dahana tidak mempan lagi dipengaruhi oleh sihir dan semacamnya.
Arya Dahana tidak mengerti kenapa gadis jelita itu tiba tiba cekikikan dan tiba tiba pula berhenti cekikikan. Â Gadis yang aneh pikirnya tidak habis pikir. Untungnya dia cantik menarik. Â Pemuda itu menarik nafas panjang. Â Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang membetot sukmanya. Â Sesuatu yang hanya dirasakan dalam hatinya. Â Sesuatu yang sangat berbeda dengan yang dirasakannya kepada Dyah Puspita maupun gadis aneh ahli sihir dari Blambangan itu dulu. Â Juga berbeda dengan ketertarikan diam diamnya kepada cucu Nyai Genduk Roban, Ayu Wulan.
Dewi Mulia Ratri melambaikan tangannya ke pohon pepaya yang masih dianggap sebagai Dyah Puspita oleh Sima Lodra. Â Tidak tega dia lama lama melihat Sima Lodra bertingkah aneh seperti itu. Â Ada setitik keharuan mengalir dalam hatinya. Â Binatang perkasa itu sangat setia kepada tuannya. Â
Sima Lodra bengong ketika mendadak Dyah Puspita hilang dari pandangannya. Â Lalu berjalan perlahan lahan sambil menundukkan kepalanya dengan sedih dan duduk di sebelah Dewi Mulia Ratri. Â Dari mata gadis itu melompat setitik kecil air mata. Â Dibelainya kepala harimau itu dengan rasa bersalah yang besar.
Arya Dahana yang sudah bisa berdiri dan berjalan itu semakin bengong. Â Dia mendekati Dewi Mulia Ratri dan memegang tangannya untuk memastikan gadis itu baik baik saja dan tidak sakit atau gila. Â Setelah tadi marah marah, lalu cekikikan, lalu terdiam, kemudian bersedih hati. Â
Perubahan sikap tiba tiba dan mengejutkan yang aneh baginya.
"Plakkkkk...." kembali untuk kesekian kalinya Arya Dahana mengusap usap pipinya yang panas terkena tamparan gadis itu. Â Dewi Mulia Ratri terperanjat sendiri dengan hasil perbuatannya. Â Tamparan kali ini bukanlah tamparan kemarahan sebenarnya. Â Tapi gerakan seketika saja. Dia tadi terkejut saat Arya Dahana memegang tangannya. Â Seperti ada aliran petir panas memasuki tangannya dan getaran panas itu langsung tertanam di hatinya. Â Tamparan itu adalah tamparan karena rasa malu dan debaran yang tiba tiba hinggap di hatinya. Â Apalagi karena dia tadi balas menggenggam tangan pemuda dekil itu..... dengan hangat. Â
Arya Dahana mulai berpikir. Â Jangan jangan hari ini adalah hari pengapesan dia sehingga pagi ini sudah dihadiahi tamparan berkali kali. Â Namun pemuda itu tetap tersenyum ramah,