Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nek, baru kali ini aku mendengar nenek meminta bayaran untuk hal yang bisa dibantu oleh nenek.  Bukankah selama ini nenek dengan senang hati mau menolong orang tanpa bayaran sepeserpun?"

Nyai Genduk Roban mencium kening cucunya dengan sayang,

"Cucuku, aku tidak meminta bayaran uang.  Tenang sajalah.  Aku akan menyelesaikannya dengan gadis cantik ini."

"Nahh bagaimana nduk?  Kalau kau bersedia memenuhi bayaran yang aku minta.  Aku akan menyembuhkan temanmu itu."

Tanpa pikir panjang lagi Dyah Puspita menyahut,

"Aku sanggup nyai.  Apapun bayarannya itu.  Bahkan jika harus dengan nyawaku sekalipun.."

Ayu Wulan terbelalak mendengar jawaban tegas itu.  Dia menoleh kepada neneknya seperti memohon jangan minta bayaran yang aneh aneh.

Nyai Genduk Roban menghela nafas panjang,

"Aku tidak meminta nyawamu nduk.  Aku hanya minta kau jagalah cucuku ini selama aku pergi.  Kau boleh membawanya kapan saja dan kemana saja selama aku pergi.  Satu lagi, kau ajarkanlah sedikit ilmu kanuragan supaya dia bisa membela diri suatu saat dibutuhkan.  Aku hanya bisa mengajarkannya ilmu sihir karena aku sendiri tidak bisa kanuragan."

"Sebagai imbalannya aku akan mengajarkanmu ilmu sihirku.  Kau sudah punya ilmu yang sangat tinggi.  Akan sangat mudah bagimu mempelajari sihirku.  Aku punya waktu dua minggu untuk mengajarimu sebelum aku memenuhi janji pada Huntara tadi."

"Aku mempercayaimu nduk.  Aku yakin kau dapat menjaga cucuku satu satunya ini.  Satu satunya keluargaku yang masih tersisa...." sedikit isakan terdengar saat Nyai Genduk Roban melanjutkan ucapannya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun