Dyah Puspita terkejut diserang sedemikian rupa oleh dua siluman ini. Â Sekarang dia terdesak luar biasa hebat. Â Dua tokoh ini masing masing mempunyai kemampuan yang tidak kalah dengan Maesa Amuk. Â Terang saja dia tidak akan bisa menandingi mereka bertiga sekaligus. Â Apalagi dia menyadari bahwa Ki Bledug Awu Awu membantu Maesa Amuk secara diam diam.
Hanya masalah waktu saja hingga Dyah Puspita terluka hebat atau bahkan bisa tewas dalam pertempuran itu. Â Kini dia hanya mempertahankan diri dengan mengerahkan semua ilmu dan kemampuannya. Â Di saat saat yang sangat kritis terhadap keselamatan dara cantik itu, tiba tiba cuaca sore yang tadinya cerah berubah mendadak menjadi gelap seperti waktu tengah malam. Â Angin kencang menderu deru menguasai tempat itu. Â Ribuan daun daun beterbangan membentuk awan pekat berwarna kehijauan. Â Anehnya awan dedauan itu bergulung gulung menyerang tokoh tokoh Sayap Sima. Â Tidak ada satupun yang menyerang Dyah Puspita.
Bledug Awu Awu terperanjat bukan main. Â Ini pertunjukan sihir tingkat tinggi. Â Tokoh sihir Majapahit ini segera bertindak. Â Tangannya terangkat ke atas dengan mata terpejam. Saat dia menurunkan kedua tangannya dengan serentak, tercipta angin lain yang berbentuk seperti Lesus kecil. Â Angin Lesus itu berputar putar mengejar awan dedaunan. Â Seperti ribuan lebah menyerbu sarang bunga.
Pertunjukan sihir yang luar biasa dari Bledug Awu Awu itu memaksa Nyai Genduk Roban yang tadi menciptakan awan dedaunan keluar dari persembuyiannya. Â Digerak gerakkan tangannya dengan cepat. Â Kini awan dedaunan yang terbentuk tidak hanya satu. Â Tapi puluhan! Â Semuanya mengejar Maesa Amuk dan Dua Siluman Lembah Muria. Â Bahkan ada yang menerjang Bledug Awu Awu.
Bledug Awu Awu tidak mau kalah. Â Kembali dia mengerahkan sihirnya menciptakan lesus lesus kecil untuk menandingi awan awan dedaunan itu. Kancah pertarungan menjadi sangat kacau. Â Dyah Puspita bisa sedikit bernafas lega sekarang. Â Perhatian tiga lawannya terpecah dengan serangan serangan awan awan dedaunan itu. Â Tetap saja, Dyah Puspita belum bisa berbuat lebih banyak. Â Dia hanya bisa bertahan terhadap serangan gencar tiga lawan berat itu tanpa bisa menyerang balik.
Matahari semakin tergelincir. Â Senja mulai mengintip dari ujung langit. Â Pertarungan masih jauh dari tanda usai. Â Sebuah bayangan berlari seperti kilat memasuki kancah pertarungan. Â Arya Dahana yang baru saja selesai melakukan ritual penyembuhan langsung terjun ke dalam pertarungan dengan hati geram. Â
Pukulan Geni Sewindu yang hampir sempurna itu menyelimuti lengan dan setengah badannya dengan api biru. Â Kekhawatiran yang dari tadi terpendam terhadap keselamatan Dyah Puspita. Â Kemudian melihat Dyah Puspita dikeroyok tanpa bisa berbuat banyak, menerbitkan kemarahan yang meluap luap di hati pemuda itu. Â Kemarahan itu mendorong semua hawa murni dalam tubuhnya bergolak. Â Separuh tubuhnya yang kiri kini berubah warna menjadi pucat kehijauan.
Maesa Amuk dan Dua Siluman Lembah Muria yang sedang mendesak hebat Dyah Puspita terkejut bukan main ketika pemuda aneh dekil itu mengeluarkan pukulan pukulan dahsyat yang berlainan unsur secara bersamaan. Â Keseimbangan pertarungan kembali berubah. Â Pukulan pukulan Geni Sewindu yang dahsyat itu bahkan membuyarkan sihir Bledug Awu Awu yang berupa angin. Â Lesus-lesus itu pecah berhamburan terkena angin pukulan pemuda itu. Â Giliran pihak Majapahit yang makin lama makin terdesak.Â
Bledug Awu Awu dan Nyai Genduk Roban sekarang bertempur dengan cara aneh luar biasa. Â Keduanya diam mematung sambil memandang angkasa. Hanya kedua tangan yang bergerak gerak. Â Mengendalikan binatang ciptaan mereka yang sedang bertarung di angkasa. Â Seekor serigala raksasa terlihat sedang bertarung melawan anjing raksasa.Â
Ayu Wulan yang jadi penonton terbelalak ngeri melihat pertarungan semakin lama semakin hebat.  Dia sangat mengkhawatirkan dua sahabat barunya. Hampir saja dia melompat  ketika ada bulu bulu kasar menyentuh lengannya.  Saat menengok ke samping, Ayu Wulan tersenyum lega sambil mengelus kepala Sima Lodra yang nampak jauh lebih kurus dibanding sepuluh hari yang lalu.  Ayu Wulan memandang harimau sakti itu lalu menudingkan telunjuk ke arah gelanggang pertarungan.  Harimau itu hanya menggeram lirih kemudian berbaring dengan santainya disamping Ayu Wulan.  Gadis muda itu tentu saja tidak paham apa yang dimaksud Sima Lodra.  Namun karena dilihatnya harimau itu begitu tenangnya duduk berbaring, dia juga menjadi ikut tenang.
Malam mulai datang. Â Kegelapan tidak lagi mengendap endap. Â Tubuhnya yang hitam sudah nampak secara keseluruhan. Â Melilit erat langit yang kian lama kian tak terlihat. Â Namun gelanggang pertempuran di sekitar pondok Nyai Genduk Roban sangat terang benderang seperti siang hari. Â Sinar itu datang dari angkasa dimana pertarungan antara dua binatang raksasa ciptaan dua tokoh sihir luar biasa berlangsung.Â